“Calon-calon pemimpin global harus menguasai bahasa Internasional, yaitu bahasa Inggris. Kelemahan bangsa Indonesia adalah rendahnya kemampuan bahasa Inggris”
Akhir-akhir ini sering mendengar perkataan tersebut di atas, baik di acara seminar, talkshow atau diskusi. Kelak dunia tidak ada lagi ada batas yang jelas selain geografis. Semua orang harus bersaing dengan seluruh manusia di muka bumi ini untuk menjadi berkarya dan menjadi pemimpin. Hal ini sudah terasa di masa sekarang, banyak pekerja ex-patriat berbondong-bondong mencari pekerjaan di Indonesia karena kita negara dengan pasar yang besar. Kebayang kelak anak saya akan seperti apa sengitnya persaingan di dunia kerja.
Mungkin itu juga yang membuat sekolah-sekolah dengan label internasional dengan harga selangit, demi menghasilkan anak bangsa berkualitas global. Saya sendiri bukan orang tua yang berambisi tinggi, saya percaya setiap anak diberi kemampuan yang unik dan bisa berkarya baik jika didukung dengan support yang benar. Kika, putri saya 9 tahun sekolah di sekolah nasional dengan kurikulum nasional berbahasa Indonesia. Di samping memang saya tidak ada biaya untuk menyekolahkan di sekolah internasional yang mahal, banyak juga yang saya temui sekolah dengan label bilingual : bahasa Indonesia – bahasa Inggris tetapi kemampuan gurunya belum cukup dalam berbahasa Inggris. jadilah sekolah gado-gado dan justru merusak tatanan bahasa itu sendiri.
Saya juga yang percaya bahwa anak-anak harus mempunyai kemampuan bahasa Inggris dengan bagus, untuk itu saya menawarkan kepada Kika mengikuti les tambahan di luar sekolah. Dan kebetulan anaknya pun antusias, karena dari kecil dia banyak melihat buku anak-anak berbahasa Inggris jadilah dia termotivasi untuk belajar. Pilihan kursus untuk anak banyak sekali, dan yang selalu menjadi pertimbangan awal saya adalah lokasi. Tidak boleh terlalu jauh dari rumah atau sekolah, dan mudah dijangkau. Tahu sendiri, di Jakarta transportasi dan kemacetan adalah makanan “wajib”. Sehingga untuk mengurangi kelelahan di jalanan, Kika mencari les yang dekat dari rumah.
Kalaupun akhirnya tidak ada tempat kursus yang dekat, biasanya saya memilih les privat, mendatangkan guru ke rumah. Anak tidak kecapekan dan jadwal bisa disusun sesuai kebutuhan. Cuma kelemahannya adalah Kika jadi tidak menambah teman. Minggu lalu, saya dan Kika jalan-jalan ke Pejaten Village dan melihat ada tempat kursus Bahasa Inggris EF. Selama ini Kika kursus bahasa Inggrisnya privat. Karena Pejaten Village tidak terlalu jauh, maka kami pun mencoba untuk mencari informasi.
Sampai di EF, kami malah ditawari untuk melakukan placement test, yaitu mengukur kemampuan anak, bahasa Inggrisnya ada di level mana. Kika pun setuju. Sambil menunggu saya melihat-lihat ruangan dan fasilitasnya kursusnya. Salah satu yang menarik adalah ada laboratorium bahasanya. Mereka menyebutnya teknologi iLAB EF yang memiliki lebih dari 200 jam latihan online, dapat diakses dari mana saja dan kapan saja dengan menggunakan komputer yang terhubung akses internet. Materi latihan iLAB juga tersinkronisasi dengan buku dan kurikulum kursus di dalam kelas. Selain itu, fitur “Parent Pages” juga memungkinkan para orang tua memantau perkembangan belajar anak dan berkomunikasi dengan guru kursus anak mereka. Menarik juga ya, karena anak-anak sekarang hampir setiap hari terhubung dengan teknologi dan mereka sangat fasih menggunakannya. Daripada komputer cuma buat main game, akan lebih berguna jika bisa untuk belajar. Dan anak-anak pasti lebih bersemangat jika belajar dengan memanfaatkan teknologi sesuai sifat keingintahuan mereka yang sangat besar. Kita sebagai orang tua pun bisa memamtau perkembangan belajar anak dan bisa berdiskusi langsung dengan gurunya.
Usai placement test, Kika saya tanyain soalnya apa saja. Ternyata cukup komprehensif. Dari listening, writing, reading dan ada test wawancaranya sehingga diliat juga kemampuan speaking – nya. Yang melakukan wawancara kebetulan pimpinan di EF yaitu Mr. Colin Terry. Kika awalnya malu-malu dan takut ketika akan diinterview bule :) Dan saya sempet ngobrol dengan Mr. Terry, dia pun bercerita bahwa anak-anak memang seringkali takut dengan orang asing dan menjadi bingung ketika harus bercakap-cakap. Untuk itu selain guru-guru ex-patriat EF juga ada guru lokal yang kemampuannya setara dengan ex-patriat untuk mendampingi anak-anak agar merasa nyaman dan percaya diri ketika belajar.
Problem yang cukup besar pada diri anak-anak bahkan orang dewasa ketika belajar bahasa Inggris adalah “kepercayaan diri.” EF menyadari hal itu, karena banyak sekali anak-anak yang sudah belajar bahasa Inggris dari SD hingga SMA tetapi tetap saja tidak lancar menggunakannya. Untuk itu EF merancang program namanya EFEKTA, yaitu Pendekatan yang dirancang untuk membangun kepercayaan diri dan kelancaran berbahasa Inggris secara alami. Selain membangun pondasi penting berbahasa Inggris (membaca, menulis, mendengar, berbicara, tata bahasa dan kosakata), kursus EF English First secara terfokus menekankan kefasihan, kepercayaan diri, kemampuan sosialisasi, kreativitas dan ketepatan.
Lengkap banget ya! EFEKTA juga dilengkapi dengan iLAB seperti yang saya ceritakan di atas, juga masih ditambah dengan Life Club, yaitu kegiatan yang dirancang untuk melatih kemampuan berkomunikasi dengan cara menyatu dengan aktivitas. Kegiatan Life Club bermacam-macam, ada perayaan hari besar, klub olahraga, karyawisata, pementasan drama dan seminar untuk orang tua. Yang menarik dari Life club adalah adanya klub belajar yaitu tutorial gratis setelah belajar bagi yang membutuhkan. Jadi kursusnya gak membosankan dan anak-anak bisa belajar banyak, gak cuma bahasa tetapi juga bersosialisasi serta mengembangkan bakatnya. Orang tua pun dilibatkan, sehingga pembelajarannya bisa lebih maksimal.
Persoalan yang sering terjadi dari tempat-tempat kursus adalah ketika menjadi besar dan rame mereka kesulitan mencari guru dan kemudian rekruitmen dengan asal-asalan. Padahal guru adalah kunci penting suksesnya pembelajaran. Di EF cukup concern mengenai hal itu, mereka mengadakan seleksi yang cukup ketat dan guru-guru yang diterima mempunya pengalaman mengajar sekolah di negaranya. Selain sistem rekruitmen yang cukup ketat, setiap guru juga harus menjalani pelatihan EFEKTA sehingga kualitasnya tetap terjaga dan memahami betul materinya. Guru-guru di EF 95% adalah asing, dan sisanya guru lokal dengan kualitas yang sama dengan ex-patriat.
Setelah usai dengan placement test, saatnya Kika mengikuti trial class. Awalnya Kika takut-takut karena belum kenal teman-temannya, dan ketika gurunya masuk dan ternyata guru lokal, Kika lumayan tenang dan mau saya tinggal. Usai trial class Kika pun bercerita, katanya walaupun gurunya lokal kalau menjawab pertanyaannya pakai bahasa Indonesia tidak diterima. Jadi murid-muridnya dipaksa untuk terus menggunakan bahasa Inggris selama di kelas. Memang betul, untuk diawal guru lokal membuat anak-anak nyaman, selanjutnya nanti ketika akan ketemu guru ex-patriat Kika sudah terbiasa dengan lingkungannya dan tidak canggung lagi. Kika enjoy selama melakukan trial class, dan senang katanya ikut kelas di EF. Tinggal ibunya nih yang harus mengatur pendanaannya serta antar jemput hehee… Ohya info lengkap mengenai EF bisa dibaca di http://www.englishfirst.co.id/englishfirst/landing/id/gomakehistory
Saya sendiri berprinsip kalau kebutuhan pendidikan, saya akan berusaha semaksimal mungkin memenuhinya. Apalagi bahasa Inggris adalah bahasa yang sangat penting untuk masa depannya. Tidak harus di sekolah internasional, kalau kursusnya dilakukan dengan konsisten saya yakin kog anak-anak akan bisa belajar dengan baik. Dan sudah saatnya menjadikan bahasa Inggris adalah bahasa wajib selain bahasa Indonesia tentunya. Dan Kika bisa belajar keduanya dengan baik. Apapun, kita adalah bangsa Indonesia, harus memahami bahasa kita sendiri. Menguasai berbagai bahasa sangatlah bagus, tetapi memahami bahasa sendiri adalah wajib. Karena kita orang Indonesia, bukan?
Ngga ada kata telat untuk belajar kan mbak Ainun?
Saya masih mau belajar pada usia 23 tahun.
Semoga bisa meningkatkan kemampuan bahasa Inggris saya.
Amiiin..pastiny! Yang penting semangat untuk belajar secara konsisten. Good luck!
huahahahaha saya katam level itu karena sering ngajar buku NTB yang itu. hehehe. saya sendiri mengajar di EF Depok. Masih satu group sama yg di Penvil :) *hail to Pak Henry*
Salam ya buat Henry, dia tau nya namaku Nunik yang dulu kerja di tempat Yenny Wahid :)