Catatan akhir tahun 2017, bukan refleksi, hanya merekap perjalanan baik dalam pekerjaan, kegiatan sosial maupun keluarga sebatas timelineku, yang bisa jadi berbeda dengan timeline kalian.
Digital Life di Tahun 2017
Sudah setahun ini aku melepas pekerjaan di dunia agency digital, setelah 7 tahun bergelut di industri tersebut. Dari agency-lah awal mula karierku di dunia digital.
Dan tahun 2017, aku merasa sudah cukup dan ingin memulai di bidang yang baru walaupun tetap digital. Karena aku percaya, digital akan terus berkembang dan menjadi kebutuhan sehari-hari bagi segenap umat manusia di bumi.
Jadi, aku sudah tidak begitu paham lagi kampanye atau activation apa yang merajai tahun 2017, bagaimana tren dan perkembangannya. Aku mulai bekerja di perusahaan start up digital kekinian yaitu bergerak di bidang Artificial Intelegent (AI). Walaupun barang baru, tetapi sudah mulai didengung-dengungkan dan banyak yang uji coba menggunakannya. Aku belajar lagi dari nol tentang AI dan machine learning. Mungkin nanti jadi catatan di 2018 bagaimana nasib AI di negeri ini.
Dalam bidangku yaitu strategy dan community, belum terlalu berubah tren dari tahun sebelumnya. Hanya ada beberapa yang mulai terjadi pergeseran.
Buzzer di twitter tidak seramai tahun lalu. Bahkan sekarang lebih banyak buzzer politik daripada brand atau produk. Instagran makin banyak dilirik perusahaan,lembaga dan perorangan sebagai tempat berkampanye, komunikasi atau promosi walaupun algoritma-nya bikin puyeng tujuh keliling. Facebook masih tetap stay cool dari dulu hingga sekarang, menjadi platform andalan yang paling banyak penghuninya, walaupun perjuangan secara organik nampak semakin ngos-ngosan. Placement ads adalah pilihan bijaksana, karena sistemnya memang dibuat–mau tidak mau–harus pasang iklan. Facebook kan perusahaan yang butuh duit juga toh?
Content is a king? Iya tentu saja. Platform (digital) secanggih apa pun gak akan bunyi kalau gak ada kontennya. Tapi jangan lupa, punya konten tapi gak ada yang lihat bagaimana?
2017 menjadi tahun yang cukup menantang dalam soal distribusi konten. Makin banyak produsen konten dalam berbagai bentuk dan ragamnya. Blog masih diminati walaupun gak seheboh tahun-tahun lalu. Youtuber atau Vlogger dan Instagram makin naik daun. Sampai Pak Presiden kita pun ikut sibuk ngangkut para vlogger dalam berbagai kegiatannya, bahkan ikutan jadi vlogger juga! You know so well, Mr. Jokowi.
Anak-anak digital native mulai besar. Mereka inilah penghuni terbanyak di online. Itu artinya harus mulai menyiapkan lebih banyak konten yang disukai mereka. Digital native adalah yang lahir ceprot sudah ketemu gadget, maka dunianya sangat visual dan interaktif. Video makin diminati, walaupun buat para digital imigran (anak zaman old) susah paham itu video apa, tapi viewer dan subscribernya bisa tembus ratusan ribu hingga jutaan.
Beberapa agency mulai fokus menjadi content development. Mereka lebih banyak produksi video dan saingannya adalah para youtuber dan vlogger yang bergeser menjadi production house. Beberapa perusahaan mulai meninggalkan Twitter, anak milenial apalagi. Katanya Twitter berisik sama papa mama yang ribut melulu soal Jokowi Ahok. Aha!
Di dunia parenting digital gak kalah seru. Sebagai salah satu pendiri gerakan Cerdas Digital (CERDIG), aku makin sering bertemu anak-anak dan orang tua dengan segala permasalahan digital yang membelit mereka. Mulai isu pornografi, perundungan (bullying) hingga kecanduan digital dan eksistensi.
Menjadi orang tua zaman sekarang lebih menantang. Anak SMP sudah bisa mbobol wifi sekolah, pake proxy dan jadi youtuber dengan penghasilan jutaan rupiah. Orang tuanya masih gak ngerti apa itu vlogger dan selebgram. Sibuk dengan “viralkan” kabar-kabar hoax yang hinggap di group chat mereka.
Situasi yang jomplang dan cukup bikin pening kepala buat kami para inisiator CERDIG yang ingin membantu anak-anak “selamat” di rimba internet. Dan celakanya tidak ada guideline menjadi orang tua yang efektif di jaman digital!
Belum lagi soal pornografi dan perundungan yang paling sering menimpa anak-anak. Mereka bukan hanya korban, tapi juga pelaku baik dalam hal (konten) pornografi maupun perundungan. Menonton tayangan atau membuat konten porno semakin sering dilakukan. Atas nama BFF (best friend forever), cinta sama pacar atau supaya diterima dalam geng (kelompok tertentu), mereka rela melakukan apa saja, termasuk bugil, melakukan hubungan seksual atau merundung temannya dan didokumentasikan dalam bentuk video. Janjinya sih hanya untuk kelompok/pacar/BFF aja. Tapi sekali masuk dalam platform chatting, lupakan semua soal janji bahwa “dokumentasi hanya untuk kalangan sendiri”. Dijamin bocor dan tinggal tunggu waktu penyebarannya melalui LINE.
Dan ingatlah, anak-anakku, ini zaman digital! Loyalitas itu barang langka! Kalian sendiri juga cepat bosan kan?
Masih banyak pekerjaan rumah dalam digital parenting. Satu hal penting yang kami temukan, anak-anak yang punya problem di social media sebagian besar memilik masalah dalam hubungannya dengan orang tua. Lagi-lagi ini bukan perkara digital tapi pengasuhan. Cuma masalahnya kalau dulu cukup terjadi di dunia offline, sekarang merembet ke dunia online yang dengan cepat menyebar ke seluruh dunia tanpa bisa ditarik lagi. Lebih abadi “dosa”-nya dan besar potensi kerusakannya.
Ngeri-ngeri sedap memang. Aku pun sebagai orang tua juga termasuk yang cemas tiada akhir. Walaupun dunia digital dan internet juga sangat membantu anak-anak dalam mengembangkan potensi dirinya dengan sangat baik. Anak-anak bisa membuat karya hebat tanpa menunggu lulus jadi sarjana. Mereka bukan hanya mengukir prestasi di sekolah tapi juga membuat tercengang dunia.
Selalulah hukum dunia berlaku: ada positif dan negatif. Tergantung manusianya.
Akademi Berbagi di Tahun 2017
Duniaku berikutnya adalah gerakan sosial. Pertama aku sangat bersyukur, Akademi Berbagi (Akber) bisa bertahan hingga tujuh tahun. Walaupun awalnya tidak diniatkan untuk menjadi gerakan nasional tapi sudah menyebar di lebih dari 40 kota di Indonesia.
Bukan perkara mudah. Jatuh bangun sudah pasti. Tetapi kegembiraannya juga banyak.
Di tahun ketujuh ini, aku mulai menyadari bahwa ada perubahan pola relawan, dari awal dibentuk gerakan ini. Dulu ikatan antar relawan sangat kuat, masa pengabdiannya lebih lama dan setiap usai kelas selalu ada kumpul-kumpul. Setiap ada relawan dari kota lain berkunjung selalu ada ajang pertemuan dadakan alias kopdar menyambut sang relawan. Rasanya seperti keluarga besar yang tersebar di berbagai wilayah.
Tahun ini banyak relawan muda generasi milenial yang eksistensi menjadi parameter penting. Akber bukan sekadar kelas belajar, tapi bagaimana dibuat menarik dan ramai. Kalau dulu yang penting ilmunya, kalau sekarang itu saja tidak cukup. Kelasnya harus keren!
Dalam mengelola relawan juga mengalami perubahan. Ikatan antar relawan tidak sekuat dulu dan masa pengabdiaannya lebih pendek. Secara jumlah relawan semakin banyak tetapi secara ikatan lebih cair. Butuh strategi baru, dan mungkin bentuk serta mekanisme baru dalam menjalankan kegiatan ini. walaupun menjadi relawan tetap diminati para generasi milenial yang cepat bosan.
Oke, ini pekerjaan rumah besar di tahun 2018.
Hal yang patut disyukuri juga, walaupun ini tantangan juga bagi kami, yaitu semakin banyak kegiatan serupa. Jadi kelas gratis, bertemu tokoh atau praktisi jadi lebih mudah.
Di satu sisi kami senang karena makin banyak gerakan belajar sehingga makin banyak orang bisa meningkatkan kapasitas diri. Di sisi lain, kami harus putar otak untuk gerakan Akber supaya bisa terus berkembang dan memberikan lebih banyak manfaat.
Adakah saran untuk tahun depan, format Akber sebaiknya seperti apa? Usulan dan saran sangat diterima.
Perjalanan di Tahun 2017
Tahun ini tidak banyak melakukan perjalanan. Karena memang sudah tidak banyak tawaran (kalah sama travel blogger yang keren-keren. Hehehe…) dan banyak pekerjaan yang mengharuskan diam di Jakarta.
Ke Xiamen – China adalah perjalanan yang paling berkesan. Pertama kali ke negeri China dengan berbagai pengalaman menarik (bisa dibaca ditulisan ini, ini, dan ini). Perjalanan lainnya lebih banyak di dalam negeri untuk urusan training dan CSR program. Tetap menyenangkan karena bertemu orang-orang baru dalam program membantu sesama.
Selain itu ada juga yang khusus jalan-jalan akibat terjebak (((TERJEBAK))) dalam genk #EMPATAN. Kami dipertemukan dalam program jalan-jalan sebuah perusahaan di Semarang yang kemudian kita lanjut ke Bali, Bandung, Jogja, dan sempat disatukan di Xiamen. Selanjutnya, ke mana? Nama group WhatsApp berubah sesuai next destination-nya. Kan nama (group chat) adalah doa. Ada amin, saudara-saudara? Dan inilah geng #EMPATAN itu: aku, Pashatama, Eny Firsa dan Motulz.
Walaupun berkurang, aku masih beruntung karena setiap tahun selalu ada agenda jalan-jalan (walaupun lebih banyak urusan pekerjaan), minimal setahun 6 kali. Bertemu orang baru, melihat daerah lain, selalu memberikan banyak pembelajaran serta kegembiraan. Alhamdulillah.
Keluarga di Tahun 2017
Tahun 2017 adalah tahun menemani anak lebih banyak, karena dia sudah duduk di kelas 9, yang artinya akan menghadapi UN dan ujian masuk sekolah SMA pilihan. Cukup deg-degan dan jumpalitan. Antara percaya pada anak dan cemas jika ini dan itu. Beberapa kali bersitegang dengan anak, walaupun akhirnya justru membuat kami semakin dekat.
Ini juga salah satu alasan aku mengurangi perjalanan keluar kota. Kalau ada penugasan dan masih bisa PP, aku memilih pulang selarut apa pun.
Anak mulai beranjak dewasa. Dia mulai membuat beberapa keputusan penting dan belajar bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat. Mulai berani melepas anak menggunakan ojek atau transportasi online lainnya. Walaupun tetap emaknya deg-degan.
Mulai membicarakan secara serius, apa sih cita-cita dan mimpinya? Mulai melihat-lihat berbagai pilihan jurusan, demi menentukan SMA mau masuk IPA atau IPS. Walaupun masih suka galau tetapi sudah mulai menunjukkan arah yang jelas anak pengin ke mana. Salah satu bagian yang sulit menjadi orang tua, antara melepas sepenuhnya sesuai keinginan anak (yang bisa jadi kurang tepat) atau turun tangan ikut menentukan pilihan. Huffffttttt dilema berat!
Soal naksir cowo sih udah dari kelas 7. Jadi pas dia kelas 9 gak kaget lagi. Cuma berusaha menjadi pendengar yang baik ketika anak curhat soal cowo. Berusaha memahami dan mengingat zaman muda dulu, walaupun dalam beberapa hal aku masih harus mengingatkan dan melihat “dari jauh” secara signifikan.
Hahahaa. Teteeep namanya juga emak. Tidak banyak isu soal lawan jenis, kelas 9 lebih banyak urusan akademis. Maklum anak mulai cemas mau masuk SMA mana, mau kuliah apa nantinya.
Karena dari kecil cukup akrab dengan gawai (akibat emaknya kerja di dunia digital dengan berbagai gadget di rumah), ketika kelas 9 dia memutuskan sendiri untuk mengurangi eksistensi di media sosial. Beberapa dia non-aktif-kan atas kesadaran sendiri. Cuma tergila-gilanya sama musik Korea gak berkurang sama sekali. Tahun ini menjadi tahun duka buat anakku karena salah satu personel SHINEE meninggal bunuh diri. Duh. Tidak ada jalan-jalan berdua baik keluar kota maupun keluar negeri, kecuali kunjungan rutin ke kampung halaman menengok Eyang.
Oh ya tahun 2017 adalah tahun yang sangat berkesan buat aku dan anakku. Pertama kali melepas anak home stay di luar negeri, tinggal dengan keluarga baru di Sydney. Belajar beradaptasi, melihat dunia luar dan belajar membuat keputusan sendiri jauh dari ibunya. Dan aku sangat bangga dengan hasilnya. Anakku jadi tangguh dan bisa menjaga diri serta sikapnya dengan baik.
Aku bangga padamu, Nak. Ini serius.
Pergaulan di Tahun 2017
Semakin tua, semakin sedikit teman. Itu yang aku rasakan. Bukan karena jumlah temannya berkurang, tetapi waktu yang semakin sedikit untuk bergaul. Akhirnya hanya bertemu dan jalan sama teman yang itu-itu saja.
Berbagai urusan rumah, gerakan sosial dan pekerjaan yang entah kenapa semakin terasa banyak, ikut andil kurangnya waktu bergaul. Tapi bisa juga karena sudah menua jadi cepat lelah. Akhirnya berteman pun memilih yang gak bikin lelah dan satu frekuensi.
Seleksi alam ikut menentukan, beberapa teman “hilang” dan beberapa bertahan dan makin dekat. Begitulah hidup bukan?
Tahun 2017 bukan tahun yang gemilang, tapi juga gak suram kok. Cukup menantang dan membuat jungkir balik tapi banyak hal yang sangat bisa disyukuri.
Tidak ada resolusi 2018, walaupun tetap ada rencana hidup ke depan yang cukup aku simpan saja untuk diri sendiri. Karena sekarang zaman digital yang serba cepat, mulai susah bikin rencana satu tahun. Jadi aku buat 3 bulanan yang setiap saat terbuka untuk direview karena sering kali banyak penyesuaian dan muncul hal-hal tak terduga.
Harapanku tahun 2018 aku lebih fleksibel dan adaptif aja. Gak kagetan dan panikan. Menikmati setiap perubahan. Tidak jadi orang tua yang kolot serta kaku tetapi bisa menyesuaikan diri dengan zaman.
Yang terpenting tahun 2018 lebih banyak melihat ke dalam diri sendiri. Umur sudah beranjak menua, tidak lagi banyak cita-cita. Hanya ingin berbuat baik, menjadi orang baik dan bisa mendidik anak jadi orang baik.
Selamat datang 2018, terima kasih 2017.
Sekadar usul, Akber mungkin perlu dilakukan secara online juga Mbak, misal live streaming di Fb atau IG.
terima kasih usulannya, sedang kami pertimbangkan juga