Di tengah karut marut dunia, banyaknya berita mengerikan diekspos secara terbuka, kabar benar atau bohong semakin tidak jelas, dunia digital yang membawa perubahan terlalu cepat dan masih banyak hal “mengkhawatirkan“, bagaimana seharusnya mendidik anak dengan tepat?

 

Percaya cinta percaya keajaiban

 

Mendidik Anak: Aku Percaya Cinta

Saya, sejujurnya, tidak punya formulasi bagaimana “menjadi orangtua” yang benar. Semua adalah mencoba, mencoba, dan gagal lalu mencoba lagi. Belajar lebih banyak melihat diri sendiri dan sekeliling, serta belajar lebih banyak mendengar, baik mendengarkan orang lain maupun diri sendiri. Perjalanan hidup membuat saya percaya bahwa cinta adalah salah satu kunci mendidik anak.

 

Tunjukkan Cinta dengan Bahasa Mereka

Cinta kepada anak harus ditunjukkan, agar dia tahu dan merasakan bagaimana dicintai sepenuh hati. Setiap anak mempunyai “gaya” yang berbeda dalam menerima pesan. Ada anak yang auditorial, visual atau kinestesik. Saya mencoba ketiga pendekatan itu dalam mengekspresikan cinta kepada anak.

Saya bicara, “I love you” setiap menelpon atau akan bepergian meninggalkan anak. Saya selalu memeluknya hampir setiap hari dan saya memberikan hadiah, tulisan, dan kartu untuk menunjukkan kasih sayang.

Bahasa cinta setiap anak juga berbeda. Menurut buku Gary Champman ada 5 bahasa kasih untuk mengisi tangki emosional anak: afirmasi (dukungan, motivasi, pujian), waktu yang berkualitas, sentuhan fisik, hadiah dan layanan.

Saya selalu mengusahakan hadir di momen yang menurut anak saya penting, bukan menurut saya penting. Karena salah satu bahasa kasih anak saya adalah waktu yang berkualitas.

Mendidik Anak: Aku Percaya Cinta

Mendidik Anak Dulu vs Sekarang

Dulu, saya terjebak dengan pola pengasuhan bahwa orangtua marah itu tanda sayang, atau menghukum itu tanda sayang karena untuk mengingatkan.

Sebagai anak yang dididik oleh orang tua zaman dulu, yang tidak hangat dalam mengekspresikan kasih sayang, dan ada batasan yang tegas antara anak dan orang tua, saya memercayai itu.

Mendidik Anak: Aku Percaya Cinta

Sampai kemudian perjalanan hidup yang banyak mengalami kegagalan, penolakan, dan ditinggalkan hingga kehidupan yang nyaris hancur lebur, saya menemukan bahwa dicintai dan mencintai itu menjadikan kita kuat untuk bertahan dan kembali berjalan dari kejatuhan.

Ketika menyadari bahwa ada orang-orang yang menyayangi, atau saya sendiri mencintai seseorang itu menjadi kekuatan tersendiri.

Mendidik Anak: Aku Percaya Cinta

Saya pun tidak percaya lagi, bahwa hukuman dan marah adalah bahasa kasih sayang. Saya lebih memilih untuk memeluk, mendekap, mengutarakan dan menunjukkan rasa cinta sebagaimana mestinya.

Saya memilih untuk jujur kenapa saya marah. Karena saya cemas, karena saya panik, karena saya tidak bisa mengendalikan diri. Saya tidak segan meminta maaf atas hal itu, dan mengakui bahwa masih perlu belajar agar lebih sabar, dan meminta bantuan anak untuk memahami dan bersama-sama belajar mengendalikan diri.

 

Tentang Hukuman

Kenapa ibuk menghukum? Karena saya ibu yang harus bertanggung jawab membimbing anak dan punya pengalaman hidup lebih lama di dunia.

Hukuman adalah mengajarkan dan mendidik anak tentang konsekuensi dan tanggung jawab. Hukuman bukan karena benci atau sayang. Hukuman merupakan proses mempersiapkan anak untuk berani menanggung risiko dan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Tentu saja hukuman harus sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan dan sudah dikomunikasikan sebelumnya. Sehingga anak paham, kenapa dihukum. Bukan sekadar orang tua emosi kemudian main menghukum saja tanpa alasan yang jelas.

 

Jika kita penuh cinta maka akan banyak keajaiban

Di tengah segala ketidakpastian, ternyata kasih sayang yang menguatkan saya diri dari badai kehidupan. Keajaiban demi keajaiban telah “menyelamatkan” hidup saya, sehingga bisa menjalani peran sebagai orang tua tunggal tanpa modal, bahkan menanggung banyak “luka” yang menggores begitu dalam.

Berdamai dengan semua luka, banyak menebarkan cinta dan kasih sayang serta percaya keajaiban. Begitulah rumus saya menjalani hidup.

Mendidik Anak: Aku Percaya Cinta

Masih tidak percaya bahwa cinta adalah modal yang ampuh? Arrahman Arrahim adalah bahasa cinta tertinggi dari Allah yang wajib kita lafalkan setiap hari minimal 17 kali. Belum lagi Shalawat nabi yang jika dibaca akan memberikan kebahagiaan, kemudahaan, dan terbukanya pintu-pintu doa. Bukankah Shalawat Nabi adalah ungkapan cinta kasih?

Mendidik anak dan mencintai mereka, keluarga, teman, saudara secara tulus adalah jalan awal untuk mencintai Rosulullah yang pada akhirnya saya berharap bisa mencapai cinta tertinggi, yaitu Allah SWT.

Ungkapkan rasa cintamu  dengan benar dan pastikan anak mengetahuinya. Mereka bukan dukun (sama seperti kepada pasangan, ungkapkan karena pasangan bukan dukun). Walaupun ikatan batin anak dengan ibu sangat kuat, kadang kala anak belum paham.

Jangan memanipulasi kelemahan kita dalam mengendalikan emosi sebagai ekspresi cinta. Cinta bukan marah. Dalam mendidik anak, tunjukkanlah rasa cinta, dan isi tangki emosi anak dengan kasih sayang sehingga dia merasa selalu “penuh“. Tangki emosi yang kosong membuat gelisah dan sibuk mencari cara untuk memenuhi.

Celakanya banyak yang salah jalan. Narkoba, seks bebas, kecanduan games, adalah sebagian dari bentuk pencarian cinta untuk mengisi tangki emosi yang kosong.

Mendidik Anak: Aku Percaya Cinta

Anak suka gak mau dipeluk. Anak gak mau dibilang i love you. Namanya juga abg yang sedang sibuk mencari jati diri dan ingin lepas dari bayang-bayang orang tua.

Tapi saya pastikan di hati kecil, mereka tetap senang dan akan selalu mengingat momen itu. Carilah cara lain untuk mengungkapkan cinta kepada anak, temukan bahasa kasihnya. Yang penting pastikan pesan tersampaikan dengan jelas bahwa ibu mencintaimu, sangat!

Tinggalkan Balasan