Siang itu saya menemani Kika anak saya browsing di internet, dan ketika saya liat dia sedang chatting dengan teman sekolahnya membahas game sepakbola. Iseng saya nanya, “temenmu itu siapa? Rumahnya di mana? Jawaban Kika: “namanya Luthfi, gak tau rumahnya di mana. Saya pun bertanya lagi, “Kamu gak pernah nanya rumahnya di mana? Kalian kan udah 5 tahun sekelas.” Jawaban Kika, ” Untuk apa nanya alamat rumah? Kan kalo mau ngobrol tinggal chatting atau telepon. Kalau ketemu di sekolah atau janjian aja dimana gitu.”
Saya pun jadi berpikir atas jawaban anak saya. Iya ya, anak sekarang terutama anak saya hampir tidak tahu di mana rumah teman-temannya. Mereka ketemu di sekolah, ekskul atau janjian di mall atau tempat main jika liburan. Selain itu ya chatting di Line, Kakao talk, FB atau saling comment di Instagram sehingga keterusan ngobrol. Mungkin buat generasi anak saya nama account dan ID social media jauh lebih penting dari alamat rumah. Bahkan menelpon pun lebih sering lewat aplikasi chatting daripada pakai telepon atau HP, karena gratis.
Ingatan saya pun terlempar ketika masih kanak-kanak. Saya punya buku kenangan yang setiap anak di kelas menuliskan nama, alamat, cita-cita, kata kenangan hahaaa… Alamat akan saya simpan baik-baik karena sewaktu-waktu kami akan saling berkunjung atau berkirim surat via pos. Senang banget rasanya kalau bisa bermain di rumah teman atau teman bermain di rumah kami. Seringkali sebelum bermain ke rumah teman, kami menjemput satu per satu teman yang lain supaya bisa main barengan dan biasanya kalau rame-rame diijinkan oleh orang tua kami. Begitu pun saat ulang tahun. Semua perayaan ulang tahun selalu diadakan di rumah, hampir gak pernah dirayakan di sekolah apalagi mall. Tahu sendiri jaman saya belum ada mall, KFC atau McDee :) Dengan teman sekelas, saya hampir tahu semua rumahnya, karena biasanya rumah kami berdekatan. Kalau ke sekolah seringnya jalan kaki dan saling bersapaan di jalanan.
Bagaimana dengan soal taksir-taksiran? Nah kalau saya naksir cowo dia saya minta mengisi buku kenangan, dan di situ ada alamatnya, hahaa….modus! Nah, untuk mengobati rindu, saya suka lewat-lewat depan rumahnya. Duuh…lihat genteng rumahnya udah bahagia banget! Begitu juga ketika ada cowo yang naksir saya. Biasanya dia suka lewat-lewat di depan rumah, bareng teman-temannya suka manggil-manggil nama saya. Kalau saya keluar, mereka dorong-dorongan untuk maju atau ngacir bubar semua. Namun ada juga yang sangat pemberani. Datang ke rumah ketok pintu dan bertamu, walaupun tidak ngomong atau nembak kalau istilah sekarang, saya tahu dia naksir. Duduk di ruang tamu dengan salah tingkah, kebanyakan diemnya daripada ngomong hahaa…
Itu duluuuu…! Bagaimana dengan anak jaman sekarang kalau naksir? Mungkin stalking account kecengan, liat-liat statusnya dan kapan terakhir posting, lagi online atau enggak. Atau kalau kecengan akan pergi ke mall mana kemudian anak tersebut merengek kepada ibunya supaya ke mall yang sama dengan kecengan sambil berharap siapa tahu bertemu. Yakali, kalo mall nya segede Grand Indonesia yang ada malah tersesat hahaa…
Anak saya menjelang ABG atau sudah ABG (duuh..cepetnya) Sebentar lagi (atau sudah?) akan naksir cowo dan saya belum tahu akan seperti apa. Tetapi besar kemungkinan account social media akan menjadi ajang untuk naksir-naksiran dan penjajagan kecengan. Dari social media sudah bisa diketahui banyak hal, dari hobi, kegiatan, mood, dan punya kecengan atau tidak. Lengkap. Secara informasi bisa lebih dalam tuh memahami kecengan dan sebagai modal untuk membuat strategi menembak dengan tepat :) Para orang tua punya PR lebih banyak, bukan hanya membimbing mereka di dunia nyata tetapi juga bagaimana bergaul di online. Butuh pemahaman perubahan perilaku serta seluk beluk teknologi. Repot ya cyiiin…. :)
Social media bukan lagi sekedar sarana untuk posting status tetapi sudah menjadi identitas dan alamat anak-anak kita. Semua jenis komunikasi bisa dilakukan disitu baik texting, visual maupun auditorial. Berbagai interaksi pun bisa terjadi dengan segala kemungkinannya. Era pergaulan sudah berubah.
Kalau sudah begitu, apakah masih perlu mengetahui alamat rumah? Perlu sih kalau mau kirim kado atau bingkisan kali ya… Hehehee… Tapi gak perlu lagi lihat genteng rumah kecengan untuk membuat bahagia, cukup stalking account social medianya. Lagian kalau rumahnya seperti kami yang ada di lantai 25, gimana mau lihat gentengnya?
Eh tapi kalau mau minta alamat rumah saya untuk kirim parcel boleh lo mumpung mau lebaran nih :)
ealah endingnyaaa… :D
Klo adek2nya masih minta main ke rumah kok, nanya rumah temennya yang mana yang terdekat biar bisa maen bareng :)
Saya pribadi menggunakan dua hal: akun social media/telepon, dan juga alamat.
Buat saya, alamat rumah itu masih perlu supaya saya bisa “tahu ke mana harus mencari yang sudah pasti ada informasi” ketika telepon/social media tidak ada respon.
Rencananya, hal itu juga akan saya ajarkan pada anak saya kelak.
Just be safe. Ga susah kok minta alamat rumah — walau mungkin ga semua orang mau dan akan jawab.
Bener Bil..sekarang gak semua orang mau dengan mudah menyerahkan alamat rumahnya. Semoga anak-anak tetap ada yang saling berkunjung fisik gak cuma virtual :)
ngmg2..yg brani ngetok pintu rmhmu..jaman kapan tu Nik…hahaha
Hahaaa…dibahas, rahasia dooong :D
secara personal masih perlu banget…nanyain alamat rumah. plus, ada bahasannya di buku IPS…
Sekarang lebih sering minta alamat email.
Ga pernah minta alamat rumah sama orang, kecuali memang mau ada perlu datang ke rumahnya.
samaaaa :))
boro2 alamat mbak, kelsa kalo lagi jalan sama saya trus ada temennya manggil, saya tanya “itu temen sekolahmu sa, namanya siapa?” dijawabnya… “ngga tau” :|
Hahaaaa…anakmu bangeettt mas :))
Saya,dengan ‘gaya tradisionalisme’,maunya mengarahkan anak2 spy selalu menganggap penting segala hal terkait rumah teman. Antara lain dengan menyuruh anak saya untuk main ke rumah teman2nya. Sekali lagi : “menyuruh”. Tapi memang seringnya hasilnya mengecewakan : anak2 tetap ogah2an dan alamat rumah menjadi tetap tidak penting…:)
Iya ya… terkadang gaya kita dianggap membingungkan untuk anak2 kita :))