Mengenal pribadi seseorang tidaklah mudah, begitu juga mengenal anak kita sendiri. Saya pribadi mengalami kesulitan dan keragu-raguan dalam “memperlakukan” anak secara tepat. Walaupun ada peribahasa buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, tetapi setiap manusia mempunyai muatan lokal masing-masing dan tidak ada yang sama satu dengan yang lain meskipun sekandung.

Sebagai ibu yang gagap dan kurang ilmu yang mumpuni, saya berusaha keras mencoba mengetahui kepribadiaan dan kecenderungan putri saya yang seringkali membuat saya takjub dan melongo. Kesalahan perlakukan berulangkali terjadi, bahkan seringkali menyamakan diri sendiri dengan anaknya. Doh! Padahal katanya salah-salah perlakuan bisa menjadi trauma seumur hidup.

Banyaknya referensi dan berita-berita “menyeramkan” tentang salah perlakuan kepada anak membuat saya jadi paranoid sendiri. Sampai kadang saya punya pikiran terlalu banyak referensi membuat saya berlebihan dan takut melakukan tindakan apapun.

Tetapi saya percaya bahwa yang paling tahu tentang anak saya ya saya ibunya. Dengan segala keterbatasan ilmu dan kemampuan saya mencari ilmu tambahan yang menurut saya paling sesuai untuk memahami anak saya sehingga paling tidak ada sesuatu yang bisa saya pegang dan saya percaya. Ada beberapa referensi yang saya anggap sesuai untuk memahami anak dan manusia pada umumnya yaitu NLP, Finger Print test, buku Bahasa Kasih dan Personality Plus.

Dari referensi itu saya memperoleh banyak pengetahuan dan cara memperlakukan anak. Tidak semua bisa diterapkan memang, harus ada pemilihan dan uji coba kepada anak pun disesuaikan. seperti misalnya Finger Print Test, hasilnya memberikan gambaran bakat anak saya, kelemahannya, kecenderungan perilaku, dan metode penyerapan ilmu pengetahuan yang sesuai. Anak saya dengan IQ yang standar lebih menyukai sistem kelas yang kecil, dengan murid yang sedikit sehingga mendapat perhatian guru secara maksimal. Jika ada temannya yang berisik akan sangat mengganggu, karena dia lebih mudah menyerap apa yang disampaikan guru secara langsung. Anaknya yang naturalis menyukai alam, membuat sekolah yang banyak lapangan terbuka dan berbau alam sangat diminati. Saya pun mencari sekolah yang mirip dengan kondisi yang membuat dia nyaman, karena saya tidak ingin sekolah menjadi keharusan tetapi menjadi sesuatu yang bisa dinikmati.

Anggota badannya (tangan juga) yang kurang lentur, sehingga kegiatan prakarya kurang bagus hasilnya. Tetapi putri saya suka menggambar, maka kemudian dia kursus menggambar untuk melatih kelenturan tangannya. Kemajuan prestasi menggambarnya tidak secepat kawan-kawannya, tetapi karena saya tidak membuat target apa-apa kecuali melatih kelenturan tangannya maka anak saya enjoy saja. Hal lain yang disarankan adalah olahraga. Ya..anak saya mempunyai kelemahan dibidang olahraga karena kekuranglenturan anggota badannya sehingga saya bersikeras anak saya harus berolah raga. Renang adalah pilihannya, karena disamping memang suka main air, renang melatih kelenturan badannya sehingga olahraga tidak menjadi beban. Hal-hal inilah yang saya peroleh dari hasil finger print tes, disamping kenyataan bahwa anak saya follower sehingga mudah terpengaruh lingkungan sehingga saya harus cukup selektif dengan lingkungan dia di masa pendidikan dasar.

Ada lagi ajaran yang lain tentang memperlakukan anak. Bahwa anak lebih suka diajak berbicara dengan posisi setara dengan orang dewasa (jadi ibu-ibu kalo mau meminta anaknya mengerjakan sesuatu berbicaralah dengan tinggi badan sejajar dengan anak, bisa jongkok atau menekuk lutut sehingga garis mata sejajar antara ibu dan anak), masing-masing anak punya preferensi (kecenderungan) yang berbeda-beda. Menurut guru NLP saya, Bapak Wiwoho, beliau kurang setuju dengan tipe, karena kalau tipe seakan-akan sudah melekat terus. Lebih sesuai disebut kecenderungan. Jadi ada anak yang kecenderungannya visual, auditorial atau kinestetik. Kencederungan ini pun sangat kontekstual, ada yang visual ketika belajar di sekolah, dan menjadi auditorial ketika di rumah. Jika kita memahami hal tersebut akan mempermudah membantu anak belajar. Sebagai contoh anak saya auditorial, jadi ketika gurunya menerangkan dia harus mendengarkan dengan seksama sehingga bisa menyerap dengan jelas. Jika ada suara-suara yang ribut akan mengganggu konsentrasinya.

Begitu juga ketika kita ingin memberikan perhatian kepada anak. Ada buku bagus yang namanya Bahasa kasih dan Personality Plus (walaupun saya tidak setuju dengan penyebutan tipe dalam buku tsb yang seakan melekat selamanya, karena kecenderungan seseorang sangat mungkin berubah mengikuti lingkungannya). Ada 4 bahasa kasih manusia yaitu : kebersamaan waktu, sentuhan, hadiah, dan dukungan. Anak saya kebetulan sangat menyukai waktu kebersamaan dengan ibunya dan menyukai sentuhan. Bahasa kasih bisa lebih dari satu. Maka jika saya ingin memberikan reward atau punishment akan saya sesuaikan dengan bahasa kasihnya. Saya akan menemani dia bermain (menemani dalam arti ikut terlibat secara aktif) atau memeluknya untuk memberikan perhatian kepadanya. Begitu juga ketika menghukum, saya tidak memperbolehkan ikut pergi bersama saya sebagai bentuk hukuman atas perilakunya yang kurang baik. Saya akan memeluk dan mendekap jika dia sedih atau kecewa, hal itu mempercepat pemulihan emosinya. Jika tangki kasih anak itu penuh, maka perilaku yang kurang baik pun cenderung berkurang. Maka orang tua harus sering-sering memenuhi tangki kasih anaknya. Di buku Personality juga diulas tentang tipe-tipe orang dan bagaimana memperlakukan mereka. Ada melankolis, Sanguin, Koleris, Plagmatis.  Distu dijelaskan tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing tipe.

Saya juga menerapkan ilmu-ilmu di atas dalam mengajari anak saya puasa. Anak saya adalah follower, maka apa kelakuan ibunya akan ditiru. Saya menceritakan tentang puasa, tentang enaknya puasa (jangan ngomong yang gak enak ha ha ha), tentang kasih sayang Allah, Alhamdulillah tanpa diminta dia ingin ikut puasa, ikut taraweh dan ngaji. Cuma konsekuensinya ya emaknya harus konsisten memberikan contoh (itu yang susaaah yaaa……hehe). Dengan memahami kecenderungannya, paling tidak saya bisa lebih mudah mengajarkan ibadah kepada anak saya yang belum genap 6 tahun, karena sebelumnya saya agak deg-deg an juga bisa enggak ya diajak puasa.

Saya yakin masih banyak referensi, dan belum tentu pilihan referensi saya di atas sesuai untuk anda. Tetapi saya harap dengan membagi apa yang saya ketahui sedikitnya membantu orang tua memilih referensi yang sesuai dan memberikan pemahaman tentang anak. Referensi itu bukan hanya untuk anak lo..tapi bisa juga untuk pasangan, teman kerja, saudara ataupun orang tua. Selamat mengeksplorasi karena menjadi orang tua adalah belajar sepanjang hayat. Anak ibarat sumur tanpa dasar, semakin di gali semakin banyak hal yang harus dipelajari.

One Reply to “Anak, Memahami Sumur Tanpa Dasar”

  1. enaknya ya jaman sekarang… semua info mudah didapat, jadi bisa membesarkan anak dengan maksimal.
    jaman anak2 kecil, pake metode trial and error… moga2 anak2 pada nggak error… :)

    btw, aku baru belajar NLP beberapa bulan lalu :(

Tinggalkan Balasan