Setelah lebih dari 3 tahun bekerja dari rumah, atau istilah kerennya jadi freelancer, aku memutuskan kembali bekerja di kantor. Terikat pada perusahaan.
Walaupun keputusanku hanya bekerja part time, tetapi karena di dua kantor jadinya sami mawon. Hampir seminggu full ngantor, kecuali hari Jumat. Hanya jika ada “hal khusus” saya pergi ke kantor di hari Jumat.
Lalu apakah bekerjanya separo-separo? 2 hari mikir kantor sini, 2 hari yang lain mikir kantor sebelah. Alangkah enaknya jika otak bisa dibelah menjadi dua begitu. Prakteknya justru, ketika di kantor A kepikiran kerjaan di kantor B, atau sebaliknya. Tetapi paling sering sih tumpang tindih saling merebut perhatian.
Banyak yang bertanya, “kog bisa bekerja di dua kantor? Apa perusahaan masing-masing gak keberatan? Nyatanya aku teken kontrak di dua kantor. Secara industri sama-sama digital tetapi berbeda bidang bisnisnya. Yang ada justru bisa saling mendukung.
Ketika mendapat tawaran di kedua kantor tersebut, aku sampaikan bahwa aku bakal bekerja di dua kantor, dan syukurnya para Bos menerima itu.
Pertanyaan berikutnya, kog bisa dapat dua kesempatan dan diterima dengan baik?
Ini pernah aku sampaikan ke teman-teman relawan Akademi Berbagi. Dulu sebelum jadi freelancer, aku bekerja di sebuah agency fulltime. Ketika interview aku sampaikan bahwa aku ada kegiatan Akademi Berbagi dan minta waktu untuk tetap bisa menguruskan. Pemilik perusahaan dan atasan mengabulkan permintaanku, karena aku sampaikan bahwa aku bakal menyelesaikan pekerjaan kantor dengan baik.
Aku punya pandangan, dalam bekerja aku tidak bekerja untuk perusahaan atau untuk gajinya. Aku bekerja untuk diriku sendiri. Sebagai bagian dari tanggung jawab sebagai manusia. Karena ini untuk kepentinganku sendiri maka aku harus bekerja dengan sungguh-sungguh. Melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab. Kalau pekerjaanku baik, maka kebaikan itu akan menempel padaku, begitu juga sebaliknya.
Dalam bekerja, aku tidak berhitung. Ibaratnya kalau perusahaan minta 7 dan aku bisa memberi 8 atau 9, aku berikan. Rasanya lebih bahagia jika bisa memberikan segala sesuatu di atas ekspektasi, bukan? Dan sudah pasti selain perusahaan senang, aku pun ikut senang.
Dengan cara kerja seperti itu, ternyata aku malah diberi banyak kemudahan. Seperti ketika aku bekerja fulltime tapi bisa nyambi mengelola gerakan sosial di hari kerja. Bahkan kalau aku ijin mendadak karena urusan keluarga, sebagai orangtua tunggal suka ribet urusan domestik, Bos dengan ringan mengijinkan.
Hal itu juga terjadi sekarang ini, aku diterima bekerja di dua tempat dan masing-masing Bos percaya dengan cara kerjaku dan pengaturan waktunya. Tugasku adalah menggunakan kepercayaan itu sebaik-baiknya.
Segala hal itu perlu investasi. Apa yang kita dapat, tidak lepas dari jejak yang kita buat. Posisi dan kepercayaan tidak serta merta didapat. Jadi penting bagi kita untuk membangun track record. Jejak karirku semua dibangun dengan sepenuh hati karena loyalitasku bukan pada perusahaan atau uang tetapi pada performa. Di manapun, aku berusaha bekerja sepenuh hati. Sebagai informasi, aku bekerja hampir 18 tahun. Jadi ini perjalanan panjang memenangkan kepercayaan melalui karya nyata.
Jangan berhitung dengan perusahaan tempat kita bekerja, karena dari situ masa depan karirmu ditentukan. Bukan soal kamu bekerja di mana atau dengan siapa, tetapi kamu kerjanya seperti apa. Jejak karyamu akan berbicara lebih lantang dan lebih panjang daripada CV yang menarik atau Linkedin yang banyak endorsment-nya.
Begitu juga dengan sekitar kita. Jangan berhitung dengan sesama, karena benefit bisa datang dari mana saja.
Selamat hari Rabu teman, aku sudahi dulu karena harus bekerja lagi. Enjoy your day!
Terkadang kepikiran pengen melangkah lebih jauh mbak tapi akhirnya menyerah
Salute banget buat mbak Ainun
kenapa menyerah Suzan?