Masih penasaran belum mencicipi ice cream fenomenal Magnum si cokelat Belgian? Membaca di timeline twitter perburuan ice cream tersebut sudah cukup mereda. Mungkin konsumen sudah gampang menemukan atau sudah jenuh menunggu?
Setelah sebelumnya saya menulis tentang Magnum yang hilang di pasaran, kali ini saya ingin membahas tentang peran social media agent yang mempromosikan Magnum di dunia digital. Jika iklan TV adalah komunikasi satu arah, event adalah kegiatan bersama sesaat, lain persoalan dengan social media. Kita masih bisa berkomunikasi dengan mereka selama akun tersebut masih aktif. Padahal social media agent tidak bertugas selamanya, seringkali mereka dikontrak dalam jangka pendek. Kalau produk tersebut baik-baik saja, lancar di pasaran maka social media agent tenang-tenang saja. Tetapi jika produk tersebut ada masalah?
Seperti kejadian susahnya Magnum dicari di pasaran. Di social media terutama di twitter mereka menanyakan kepada para social media influencer tentang produk tersebut. Bukan hanya bertanya, kadang malah marah-marah menimpakan kekesalannya. Masalah yang lain adalah seringkali para influencer ini tidak tahu apakah produk tersebut memang kurang pasokan atau sengaja dibuat menjadi isu oleh perusahaan. Yang terjadi teman-teman di online tergaga-gagap menanggapinya. Perlu dijawab atau tidak, jika dijawab melanggar aturan atau tidak. Atau bagaimana mereka mesti menjawabnya.
Ketika saya bercerita di twitter tentang ibu yang ngamuk-ngamuk sama SPG karena tidak memperoleh Magnum, sambutan pun rame, hujan reply pun tiba. Beragam komentar mereka : ada yang bertanya apakah itu disengaja oleh perusahaan, ada yang kecewa karena susah mendapatkan dan ada juga yang memberikan informasi dimana stok Magnum yang masih banyak.
Yang kemudian menarik adalah, twit-twit yang kecewa dan bertanya itu di cc ke buzz agent dari produk tersebut, dan diminta menjelaskan kenapa produk susah dicari di pasaran. Sebenarnya tidak tepat sasaran, tetapi sebuah hukum di dunia online, siapa yang bicara dia akan ditanya. Tidak peduli kita hanya membantu teman, buzz agent, penggemar atau hanya sekedar meng- RT. Karena begitu bersliwerannya berita terutama di twitter dengan cepat membuat orang tidak menaruh perhatian secara detil.
Lagi-lagi sebuah pelajaran bagi pelaku social media sebagai agent suatu brand. Batasan-batasan pekerjaan tidak bisa dibuat jelas dan detil. Seperti jenis komunikasinya yang cair, social media agent harus melebur dalam percakapan yang terjadi sehingga tidak terlalu nampak sedang menjalankan promosi. Sebaiknya ketika menggunakan social media agent, brand harus paham bahwa mereka akan mengawal dalam kurun waktu tertentu hingga suatu perbincangan mereda. Jika mereka hanya dikontrak pas event saja, besar kemungkinan para agent ini tetap harus berdedikasi melayani para konsumen di luar masa kontrak. Tanpa petunjuk pelaksanaan, bisa berakibat salah menjawab dan merugikan brand itu sendiri. Bagi social media agent : diam salah menjawab juga riskan. Perlu kehati-hatian dalam mengkomunikasikan.
Sekedar mengingatkan bahwa beban social media agent tidak hanya mempublikasikan informasi tetapi diharapkan oleh khalayak onliner, mereka dapat memberi penjelasan atau minimal menunjukkan kontak person yang tepat, meskipun kontrak kerja telah selesai. Jika social media agent bisa menjalin komunikasi dengan baik, justru sangat mungkin menaikkan brand awareness dan konsumen semakin terpuaskan. Selain perlu dibuat juklak menjadi agent suatu brand, penyusunan konten di social media juga sangat penting. Hindari kata-kata yang multitafsir atau tidak jelas. Buat percakapan itu natural sehingga terjadi ikatan yang cukup erat dengan konsumen brand. Untuk selanjutnya akan sangat mudah membuat komunitas dari brand tersebut bukan karena dibayar, tetapi karena keikhlasan si konsumen yang terpuaskan dengan relasi yang terjadi di online.
Bagi para perusahaan dan pemilik brand, mari ditinjau ulang kontrak kerja dengan social media agent. Social media agent bisa menjadi perpanjangan costumer service anda di online, dan kurun waktu yang pendek menjadi kurang tepat jika ingin brand melekat dihati konsumen :)
wah artikelnya bagus mas..:)
saya agak tertarik dengan strategi marketingnya walls yang unik. jarang2 ketemu case seperti itu di indonesia. Mungkin klo mas tw soal dasar marketing yang diterapkan.. boleh diinfo juga tuh mas di blog.hoho
thx