Tulisan ini pernah dimuat di Majalah MORE edisi tahun 2011
Tak terasa sudah hampir 3 tahun saya melepas pekerjaan yang sudah 10 tahun saya geluti. Dalam 10 tahun itu banyak cerita dan pengalaman yang begitu berkesan serta persaudaraan hangat yang tetap terjalin hingga saat ini. Walaupun di kantor tersebut saya merasa nyaman, tetapi ada kegelisahan yang kerap menghampiri. Saya merasa ada sesuatu yang kurang dan tidak sepenuhnya saya jalani. Hingga akhirnya saya memberanikan diri “pergi” dari zona nyaman saya, dan berjalan ke rute baru untuk menyusuri kegelisahan hati. Saya terus berusaha menemukan sesuatu yang bisa menenangkan gelisah hati saya, yang kemudian saya memahami itu passion. Ya, berkat membaca buku Rene Suhardono “Your Job Not You Career’ kemudian saya pun mencoba menemukan apa yang menjadi passion saya. Pada saat itu dunia twitter sedang booming, setelah sebelumnya saya cukup aktif ngeblog dan main-main di facebook. Di twitter saya menemukan banyak hal, informasi dan pembelajaran. Hingga kemudian saya ingin belajar lagi tentang berbagai ilmu untuk menjawab gelisah hati. Tetapi belajar dimana? Bayar berapa?
Di twitter saya menemukan “guru-guru” baik yang dengan senang hati berbagi ilmu di timeline, kemudian saya memberanikan diri meminta mereka mengajar di kelas, bertatap muka langsung dengan murid-muridnya dan kita bisa berdiskusi juga dengan para guru. Dari situlah awal mula Akademi Berbagi dibentuk. Banyak guru yang sudah terlibat seperti Subiakto CEO Hotline Advertising, Budiono Darsono Pemimpin Redaksi Detikcom, Aidil Akbar Madjid CEO Aidil Akbar FinCheckUp, Enda Nasution Managing Director PT Saling Silang, Glenn Marsalim mantan Creative Director Ogilvy, Prabu Revolusi Anchor Metro TV, Clara Ng penulis novel dan buku cerita anak, Budiman Hakim CEO Max909, Yanuar Nugroho Guru Besar Manchester Univesity London, Iwan Setiawan mantan Direktur AC Nielsen New York dan masih banyak lagi. Mereka mengajar dengan suka rela tanpa meminta bayaran.
Akademi Berbagi hanya gerakan kecil untuk mengajak siapa saja yang mau belajar dang mengajar, tidak terpikir sama sekali akan menjadi sebuah social movement yang kemudian tersebar ke beberapa daerah. Ternyata menyenangkan sekali mengorganisir kelas, mencari guru, mencari tempat untuk belajar dan bertemu dengan guru-guru hebat nan baik serta murid-murid yang bersemangat. Saya pun seperti terjawab kegelisahannya. Selain mendapat ilmu yang beragan di setiap kelas yang saya ikuti, saya juga mendapat banyak teman baru dan berkenalan langsung dengan orang-orang hebat. Sungguh suatu kesempatan yang sangat berharga. Belajar adalah kewajiban setiap umat manusia dari sejak lahir hingga akhir hayat, tidak peduli apa status dan kedudukannya. Saya pun semakin bahagia ketika banyak teman-teman yang ikut belajar. Apalagi setelah ikut kelas Akademi berbagi mereka mendapat manfaat dan kesempatan yang lebih baik dalam kehidupannya. Paling senang membaca tulisan mereka di twitter atau di blog dan Facebook tentang komentar mereka setelah mengikuti kelas. Tidak semua murid merasakan manfaatnya, tetapi beberapa orang saja sudah menyenangkan hati. Bahkan dari mereka yang terbantu dengan Akademi Berbagi kemudian dengan sukarela menjadi volunteers kegiatan ini. Saya tidak pernah mengajak mereka untuk bergabung mengurus kegiatan ini, mereka yang datang sendiri untuk membantu kegiatan ini. Di setiap kota ada sejumlah relawan yang menjalankan kelas dengan rutin tanpa bayaran. Kami berkomunikasi, rapat, berdiskusi hanya menggunakan milis, twitter dan BBM. Dan kelas-kelas pun berjalan dengan lancar hingga kini. Saya berharap kegiatan ini tetap rutin sampai kapan pun. Tidak ada kata berhenti untuk belajar. Dan kelak ada yang bisa menggantikan saya dengan membuat kegiatan ini jauh lebih besar dan bermanfaat bagi lebih banyak orang. Tidak semua kelas dihadiri oleh murid yang banyak, kami bahkan membatasi jumlah murid supaya mereka bisa belajar dengan lebih intens. Tetapi pernah juga ada kelas yang muridnya cuma 5 orang, tetapi kelas tetap berlangsung. Karena bukan jumlah murid yang kami kejar, tetapi transfer ilmu dan pengetahuan itu yang terpenting. Ketika lima orang ini belajar dan merasakan manfaatnya maka itu sudah cukup. Karena bukan ramainya atau penghargaannya yang kami kejar, tetapi proses belajar mengajar, berdiskusi dan belajar berdebat dengan sehat itu yang terpenting. Kalau kemudian kami diganjar oleh beberapa penghargaan, itu adalah bonus dan penambah semangat kami untuk terus bergerak dan berkarya. Karena penghargaan adalah bentuk dukungan sekaligus tanggung jawab. Saya pun percaya ketika kita melakukan segala sesuatu karena senang, maka segala hal pun menjadi mudah. Saya senang menjalankan Akademi Berbagi, karena dengan tidak langsung saya ikut membantu orang-orang yang ingin belajar dan berbagi ilmunya.
Semuanya terasa mudah, dan tanpa terasa sudah satu tahun lebih kegiatan ini dijalankan. Sekarang kami ada di 14 kota : Jakarta, Tangerang, Depok, Semarang, Solo, Jogjakarta, Madiun, Surabaya, Palembang, Medan, Ambon, Malang , Balikpapan dan Singapore. Awal mula berdirinya kelas disetiap kota adalah karena keinginan mereka sendiri setelah membaca twitter atau facebook yang menceritakan kegiatan ini. Saya tidak pernah meminta suatu daerah membuat Akademi Berbagi, dan saya pun tidak pernah mentargetkan harus ada di sekian kota. Semua mengalir sesuai kebutuhan. Jika daerah tersebut merasa membutuhkan kegiatan ini, dan ada orang yang tergerak untuk membuat maka kami membantu sehingga kelas demi kelas bisa terlaksana. Setiap daerah mempunyai kebutuhan yang berbeda, saya pun membebaskan setiap pengurus daerah mengelola kelas dan tema sesuai kultur dan kebutuhannya. Jakarta bukan yang paling tahu, justru kami ingin setiap daerah memajukan potensi daerah masing-masing. Maka saya pun mewajibkan setiap daerah harus punya guru-guru lokal. Karena saya percaya di semua daerah di Indonesia selalu ada orang pintar dan baik yang mau berbagi ilmu. Untuk sukses tidak harus ke Jakarta, banyak hal-hal menarik dan potensial yang bisa dikembangkan di wilayah masing-masing. Saya berharap dengan rutinnya kelas Akademi Berbagi mereka bisa berjejaring dan bahu-membahu memajukan kotanya. Kalau bukan kita yang peduli “rumah” kita, siapa lagi? Saya tidak merencanakan semua ini, tetapi saya memang berusaha menjalankan ini dengan kosisten dan menjaga komitmen untuk merawat kegiatan ini. Selama masih ada yang butuh tempat belajar, maka saya dan teman-teman berusaha untuk membuat kelas. Tidak mudah menjaga komitmen dan konsistensi, banyak dari kita, begitu juga saya, kesulitan menjaga dua hal tersebut. Saya belajar menjaga komitmen dan konsistensi dari kegiatan ini, karena saya percaya sebuah komitmen dan konsistensi selalu menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Memang kegiatan ini belum seberapa, tetapi saya sungguh bahagia dengan perkembangannya. Sudah lebih dari 1000 murid pernah ikut belajar, lebih dari 70 guru pernah mengajar dan ada 35 lebih volunteers yang terlibat secara aktif. Sekarang saya punya banyak teman dan saudara baru di berbagai wilayah di Indonesia. Karena Akademi Berbagi adalah sebuah keluarga besar tanpa membedakan pangkat, agama, status, dan geografis. Menyenangkan bukan punya saudara yang beragam? Selalu ada cerita baru dan seru di situ. Bahkan kami saling bertukar cerita tentang masalah dan kesulitan di daerah masing-masing, dan kami bisa saling belajar. Banyak hal justru saya dapat dari pengalaman teman-teman di luar Jakarta, cara mereka menyelesaikan setiap persoalan selalu menjadi pembelajaran buat kita semua. Saya hanyalah insiator, yang menjadikan kegiatan ini besar dan terus berjalan adalah semua volunteers di berbagai daerah. Tanpa mereka saya bukan apa-apa.
Ketika kita membantu orang lain, dunia pun membantu kita. Percaya tidak dengan kata-kata itu? Saya percaya! Karena saya merasakan betul berkahnya setelah saya membuat Akademi Berbagi, sebuah gerakan social memberikan kelas gratis bagi siapa saja yang ingin belajar. Saya dimudahkan dalam urusan pekerjaan utama saya yaitu mencari nafkah. Tanpa saya sadari, banyak jalan yang kemudian terbuka, banyak teman-teman dan relasi menawarkan proyek untuk saya sebagai freelancer. Dan mimpi saya kelak saya bisa membuat tempat belajar yang menghasilkan secara bisnis dan tetap berjiwa sosial. Dulu saya sempat deg-degan, apa bisa saya menafkahi keluarga saya setelah saya keluar dari pekerjaan? Sebagai orang tua tunggal, hidup di Jakarta tidaklah mudah. Selain masalah waktu, juga biaya hidup dan biaya pendidikan yang tidak murah cukup membuat saya merasa ketakutan. Tekanan hidup di ibukota memang terasa lebih berat, tetapi sekaligus melahirkan solidaritas dan kebersamaan antar teman yang merasa senasib. Akademi Berbagi, buat saya adalah tempat untuk melarikan diri dari “rasa takut” itu. Saya terus mengikut kelas demi kelas, dan belajar banyak dari para praktisi yang berpengalaman. Dan rasa takut itu menjadi motor yang menggerakan saya mengelola kegiatan tersebut. Saya pernah mendengarkan salah satu Kyai yang sangat saya hormati, beliau bilang : “Untuk membantu orang lain, tidak usah menunggu kamu kaya dan mampu. Karena semua orang punya kelebihan yang bisa membantu orang lain. Tidak harus selalu uang.” Saya tidak punya uang berlebih, tetapi saya punya tenaga dan pikiran maka itu yang saya gunakan untuk menolong orang lain. Akademi Berbagi kemudian menjadi tempat saya dan teman-teman berbagi untuk sesama. Dan rasa takut itu perlahan-lahan surut dengan sendirinya. Kita tidak perlu melawan rasa takut, terima saja itu menjadi bagian dari diri kita, asal jangan larut dalam ketakutan. Saya hanya seorang perempuan biasa, seorang Ibu, yang terkadang masih pusing dengan berbagai tagihan, panik ketika anak sakit dan butuh biaya, masih suka stress dengan berbagai masalah yang mendera. Tetapi bukan berarti saya tidak bisa berbuat apa-apa. Tuhan memberikan saya otak dan hati yang sama dengan semua manusia. Yang membedakan kita adalah apa yang dimasukkan dalam hati dan kepalanya. Saya bersyukur diberikan banyak pembelajaran hidup dan kekuatan untuk selalu bangun ketika jatuh. Dengan segala keterbatasan , saya bisa membuat Akademi Berbagi. Saya memanfaatkan kemajuan teknologi, yaitu internet untuk menyuarakan aktivitas saya, sehingga banyak orang yang tergerak untuk membantu. Kalau kemudian ada yang terispirasi dengan kegiatan ini dan mau bergerak untuk membantu sesama apapun bidangnya itu berkah luar biasa.
Saya bukan orang terkenal yang bisa mempengaruhi banyak orang, tetapi ketika ada orang lain yang meniru kegiatan saya, betapa bahagianya. Karena saya memang berharap gerakan ini diduplikasi banyak orang. Sehingga makin banyak orang yang terbantu, dan makin banyak jalan untuk membantu. Bangsa kita adalah bangsa yang penolong. Banyak kegiatan social yang telah dibuat oleh masyarakat sendiri tanpa bantuan pemerintah. Dengan kemajuan teknologi, gerakan social bisa berjalan lebih cepat. Tidak seharusnya kita menjauhi teknologi karena takut akan akibat buruknya. Teknologi hanya alat, dia akan membantu untuk kebaikan atau keburukan tergantung yang menggunakannya. Menjauhi teknologi justru merugikan diri sendiri. Di luar sana dunia berkembang begitu pesatnya, jika tidak turut serta justru kita yang tertinggal dan tidak tahu apa-apa. Tidak ada alasan bahwa ibu-ibu itu gaptek, justru ibu-ibu harus mengenal dengan baik perkembangan teknologi agar bisa mendampingi putra-putrinya untuk maju. Bukan berarti kita harus diperbudak teknologi, gunakan dan manfaatkan sebijak mungkin. Tetap pengendali ada di tangan kita sendiri. Hidup ini pilihan, dan kita yang bertanggung jawab atas pilihan kita. Saya memulai dengan yang saya bisa sesuai kemampuan, karena saya menyadari segala keterbatasan saya. Yang penting segera dikerjakan, bukan besok atau lusa tetapi sekarang. Dengan dukungan berbagai pihak dan konsisten maka segala sesuatu yang kecil akan menjadi besar. Yang mempunyai tenaga membantu tenaga, yang mempunyai pikiran dan ide ikut berpikir mencari jalan keluar, dan yang mempunyai dana membantu dengan uang.
Sekarang jamannya kolaborasi, jadi manfaatkan jaringan kita untuk bekerjasama dengan baik. Tetapi satu hal yang selalu saya tekankan pada diri saya adalah, saya harus berdaya untuk bisa membantu orang lain. Bagaimana saya bisa menolong yang lain jika saya stidak sanggup menolong diri sendiri. Itu menjadi PR besar untuk saya dan teman-teman volunteers agar selalu meningkatkan kapasitas dan kemampuan sendiri. Mencintai orang lain dimulai dari mencintai diri sendiri. Kalau saya bisa, berarti anda semua pasti bisa! Dan yang saya lakukan bukan sesuatu yang luar biasa. Saya mengerjakan disela-sela aktivitas rutin saya, yaitu mengasuh putri saya dan mencari nafkah. Tidak ada yang berat selama kita mengerjakan dengan senang. Karena berbagi bikin happy bukan? Tidak harus melakukan aktivitas seperti saya, tetapi pilih yang sesuai dengan passion anda dan fokus. Mengikuti banyak kegiatan terkadang malah membuat kegiatan tidak dijalani dengan maksimal. Pilih salah satu bidang kegiatan, kerjakan dengan sungguh-sungguh dan cari teman yang satu visi untuk mengerjakan. Masih banyak yang harus dibantu di negeri ini. Bukan hanya pendidikan tetapi juga kesehatan, perekonomian dan lain lain. Tindakan membantu sekecil apapun pasti bermanfaat. Dan tidak ada kata terlambat untuk memulai. Kata almarhum ayah saya : “di dunia ini tidak ada yang tidak bisa, jika kamu mau. Dan sebaik-baiknya manusia adalah jika kehadirannya di bumi memberikan manfaat bagi sesamanya.”
keren mbak… salut! dan sangat menginspirasi!
inspiratif bgt mba
Terimakasih mbak Nia :’)
salut dg ibu ainun, benar2 dari hati..
semangat teruss.. !!
so inspired!!..waktu yang sangat tepat mengetahui akademi berbagi ini, krn saya sedang mengalami hal yang sama persis dengan ibu 3 tahun lalu..suksesss ya
terimakasih treeza, semoga kamu juga sukses yaaa… :))
wah kemarin aku ikut Creative Writing Akber SMG mbak…Suwun telah mencetuskan ide kreatif ini hehehe..
sukses selalu
semoga bermanfaat yaaa..terimakasih sudah hadir di akademi berbagi
hebat Mba…bener2 menggugah…saya pengen masuk kedalam akademinya Mba…minta info dong..:)
silakan cek di webiste kami infonya: http://akademiberbagi.org atau twitternya @akademiberbagi atau FB Akademi Berbagi. Thanks