Anak Bula Pulau Seram yang Terus Belajar #AkademiBerbagi

Bekal hidup apa sih yang paling penting? Agama jelas utama, tetapi selain itu apa? Benarkah dengan mempersiapkan harta untuk anak cucu menjamin kehidupannya kelak di masa datang? Mungkin kalau hartanya tidak akan habis sampai tujuh turunan bener kali ya, anak cucu terjamin. Tetapi apakah harta menjadi bekal utama?

Aku adalah anak nomer 5 dari 6 bersaudara. Keluargaku dulu cukup kaya untuk ukuran kampung kami. Dan kakek seorang pejabat yang dahulu ayahnya adalah orang kaya juga. Tidak pernah terpikir di benak keluargaku, bahwa kelak kemudian ayah akan sakit kanker yang butuh biaya besar, sehingga usahanya pun terbengkelai. hari demi hari dijalani dengan terapi dan pengobatan dengan biaya yang tidak murah. Hingga akhirnya ayah dipanggil Tuhan dengan meninggalkan istri serta 6 anak yang semuanya masih sekolah dan butuh biaya. Kakak sulungku masih di bangku kuliah, adiknya 2 orang masih SMA, anak nomer 4 masih SMP sedangkan aku dan adik bungsuku masih SD. Tak terbayangkan betapa sedih dan paniknya ibuku, mengurus 6 orang anak dengan hutang yang ditinggal ayahku karena usahanya bangkrut.

Ibuku adalah perempuan kampung tamatan SMA, dan hanya ibu rumah tangga yang sesekali membantu usaha ayah. Ibuku bukan perempuan biasa, yang kemudian menyerah dengan keadaan atau membiarkan anaknya putus sekolah. Tidak! Bahkan ibuku bersikeras semua anaknya harus sekolah sampai sarjana apapun yang terjadi. Ibarat kata kaki jadi kepala, kepala jadi kaki pun tak mengapa. Pada masa itu, ibuku termasuk progresif cara berpikirnya. Di saat orang lain membiarkan anak-anaknya cukup sampai SMA atau dikawinkan saja, kami harus terus belajar hingga tamat. Ibuku akan sangat marah kalau kami tidak menyelesaikan pendidikan.

Sebenarnya apa yang membuat ibuku begitu berkeras anak-anaknya harus sekolah walau kondisi ekonomi morat-marit? Saat ini aku dan saudara-saudaraku telah menyelesaikan pendidikan hingga sarjana, dan tidak semua kemudian bekerja atau berkarir. Dan baru aku sadari, jika dulu aku putus sekolah, apa yang terjadi? Jaman begitu cepat berubah, semua orang dituntut untuk mempunyai bekal yang cukup dalam ilmu & pengetahuan jika tidak ingin tertinggal. Akhirnya aku pun bersyukur telah menyelesaikan kuliah dan banyak pembelajaran yang aku peroleh selama di bangku sekolah. Memang ilmu tidak selamanya harus di bangku sekolah formal, apalagi jaman sekarang ketika informasi begitu terbuka dan mudah diakses. Tetapi setidaknya dengan pendidikan formal, aku mempunyai bekal untuk melanjutkan hidup secara mandiri, tanpa bergantung pada orang tua lagi.

Ketika warisan pun aku gak punya, pendidikan yang aku enyam ternyata sangat berarti. Bukan sekedar untuk mencari nafkah, tetapi juga untuk bersosialisasi dan membuat kegiatan sosial yang bermanfaat. Siapa bilang untuk beramal tidak perlu ilmu? Justru dengan berilmu maka jalan amal kita semakin luas. Aku bersyukur dibekali ilmu dan pengetahuan yang cukup, karena kalau pun aku dibekali harta tetapi tidak punya ilmu apa bisa menjaga harta tersebut dengan baik dan manfaat?

Konon katanya knowledge is power. Siapa yang menguasai ilmu pengetahuan maka dia akan menguasai dunia. Orang-orang yang sukses adalah orang yang cepat merespon setiap perubahan dan membuat tindakan nyata atas perubahan tersebut. Dan semua itu dibutuhkan ilmu pengetahuan. Tidak ada orang yang sukses tapi tidak pernah belajar. Justru orang sukses adalah orang yang belajar terus menerus.

Kita tidak harus jadi presiden atau pengusaha multinasional, untuk menjadi karyawan pun butuh ilmu bukan? Hidup tidak semakin mudah tetapi bukan berarti harus menyerah. Ketika persaingan semakin ketat, di sisi lain peluang juga semakin banyak. Dulu kalau mau sekolah keluar negeri rasanya sesuatu yang susaaaah dan mahaaaal sekali. Tetapi sekarang banyak beasiswa dan kesempatan kerja dan kuliah di luar negeri secara mudah. Akses informasi yang semakin terbuka, batasan antar negara semakin tipis sehingga sekarang bukan hanya belajar yang lintas negara, bisnis pun sudah antar negara.

Seorang teman bercerita, anaknya melanjutkan kuliah di luar negeri. Setelah dihitung-hitung ternyata biayanya sama dengan kuliah di negeri sendiri di universitas swasta yang terkemuka. Dengan belajar di negeri orang, kita bukan hanya dapat ilmu tetapi juga pengalaman dan kemandirian yang tidak bisa diperoleh jika sekolah di sini. Dan sudah barang tentu, komunikasi dalam bahasa Inggris pun semakin lancar. Dan temanku pun berujar bahwa tidak perlu meninggalkan harta warisan, tetapi kasih kesempatan belajar seluas-luasnya Insya Allah bisa jadi bekal hidupnya kelak.

Anakku masih SD sih, tetapi ikut kepikiran juga. Pendidikan seperti apa yang kelak aku berikan untuk anakku? Aku bukan hartawan yang bisa mewariskan milyaran, saat ini ya hahaa…, maka aku pun punya mimpi bahwa putriku bisa mengenyam pendidikan di luar negeri. Bukan sok-sok an, tetapi belajar di negeri orang memiliki tantangan yang berbeda, dan seperti yang tadi aku bilang anak bisa lebih mandiri dan percaya diri berdiri sejajar dengan bangsa lain. Hal itu penting, karena sudah cukup lama kita terjajah baik secara fisik dan sekarang secara mental. Bukan lagi saatnya kita hanya belanja hasil karya dari negeri orang tetapi mereka harus membeli karya kita.

Kita dan orang-orang di luar sana sama-sama diberi otak dan hati, yang membedakan hanyalah apa yang telah kita masukkan ke dalam otak dan hati kita. Kita bisa jadi apapun yang kita mau, asal mau belajar. Karena penguasa dunia adalah mereka yang mengusai ilmu pengetahuan.

2 Replies to “Belajar untuk Siapa?”

  1. Setuju banget mbak.. mudah2an aku juga bisa memberikan pendidikan terbaik utk anak2ku.. skrg baru 2 tahun, sudah harus ada visi mau kemana anak ini. Selain dengan melihat bakatnya ada dimana.

Tinggalkan Balasan