Perbuatan jahat itu bukan sekadar mencuri, memukul, membunuh yang secara kasatmata langsung terlihat akibatnya. Banyak perbuatan jahat yang tidak kita sadari bahwa dampaknya akan besar sekali. Begitu juga berbuat baik, bukan hanya menyantuni anak yatim, bersedekah, menolong tetangga yang terkena musibah. Banyak perbuatan baik yang bisa dilakukan dan tidak tampak tapi juga berdampak besar.

 

Berbuat Jahat di Era Digital

Perbuatan jahat di era digital ini lebih tidak terlihat langsung, tidak tampak kasar bahkan bisa dikemas sangat halus tapi dampaknya bisa luar biasa. Fitnah. Konon lebih keji daripada pembunuhan. Di era media sosial, orang mudah sekali melakukan fitnah. Hah, masak?

Membuat postingan berdasarkan informasi yang tidak utuh, atau belum dikonfirmasi secara jelas kebenarannya, dan di dalamnya ada muatan negatif terhadap orang/lembaga/bisnis, itu fitnah. Apalagi di masa kampanye politik. Niat mendukung pasangan calon bisa bermuatan fitnah yang dampaknya mungkin tidak terlihat langsung. Setiap postingan di internet akan mengalir tanpa kita ketahui menyebar ke mana saja, tanpa kita tahu dibaca atau dilihat berapa banyak orang.

Pernah gak terpikir bahwa yang kita lakukan hanya sekadar meneruskan (share) dengan embel-embel “siapa tau benar” bisa mematikan nafkah satu keluarga? Membuat orang depresi hingga sakit jiwa? Atau membuat anak-anak batinnya terluka hingga terjerumus dalam masalah serius?

 

Berbuat Baik di Era Digital

Begitu pun berbuat baik. Menahan diri tidak menyebarkan informasi yang kita belum tahu pasti kebenarannya (walaupun sumber informasi dari keluarga atau yang kita kenal baik) itu perbuatan baik. Melaporkan postingan atau akun-akun penyebar fitnah, konten kekerasan atau pornografi, dengan menekat tombol report as juga merupakan perbuatan baik.

Tindakan itu membantu membersihkan dinding kita dan sekitarnya dari konten negatif atau pengaruh buruk. Postingan yang mengandung kebohongan jika dibiarkan, apalagi mendapat banyak respons akan terus menyebar ke banyak dinding media sosial.

Konon kebohongan yang masif dan terus menerus lama-lama bisa diyakini menjadi sebuah kebenaran. Fitnah pun akan memakan korban. Naudzubillah min dzalik.

Media sosial bergerak bukan berdasarkan salah benar, tetapi besar kecilnya respons atau bahasa orang bisnisnya engagement. Respons itu bisa like, share, comment, copy paste atau repost.

Postingan teman yang kita tahu mengandung fitnah, harus diingatkan dengan bahasa yang baik dan data akurat (walaupun mungkin setelah itu akan diserbu kubu temannya yang sepaham). Sehingga netizen punya informasi yang berimbang. Jangan hanya diam, karena postingan fitnah yang didiamkan di media sosial bisa menyebar ke segala penjuru, tanpa tahu siapa pembacanya yang bisa jadi termakan fitnah tersebut. Sekali kita menekan tombol post, maka saat itu juga kita sudah melepas peluru yang tidak bisa kita tarik kembali.

Media sosial berbasis algoritma. Untuk mengurangi postingan negatif bukan dengan blokir saja tetapi juga perlu banyak konten positif. Sehingga dinding-dinding pamer online bakal dipenuhi hal-hal positif dan menyingkirkan yang negatif. Hukum algoritma adalah konten positif harus terus diperbanyak untuk menutup konten negatif agar fitnah dan konten negatif lainnya tidak mendapat tempat.

 

Bersihkan Dinding Media Sosial Kita Sendiri

Untuk berbuat baik di zaman sekarang, bukan hanya dengan di dunia offline tetapi juga online.

Menjaga mulut sama halnya menjaga jempol. Menjaga pandangan sama dengan membersihkan dinding medsos dari postingan buruk. Ketika tiba-tiba muncul postingan pornografi, jangan buru-buru ditutup, tapi pastikan dia hilang dengan cara melaporkan kepada penyedia layanan (misal facebook, twitter, Instagram, dan lain-lain).

Setiap postingan bisa dilaporkan dan ada tombol untuk melaporkan (report as). Ikuti tahapannya sampai selesai. Karena dengan melaporkan, secara otomatis, mesin membaca kita tidak menyukai tayangan tersebut sehingga hal yang sejenis tidak akan muncul. Bukan hanya menyelamatkan dinding kita sendiri tetapi semua yang berteman dengan kita bisa ikut terhindarkan.

 

Cara Berbuat Baik di Media Sosial

Akibat jarak jempol ke keypad lebih dekat daripada jarak jempol ke otak, sering kali kita bikin postingan atau share tanpa mikir panjang.

Jika ingin berbuat baik, sebelum membuat postingan lakukan hal ini:

  • Cek dulu berulang kali benar atau salah (walaupun itu dari teman satu kubu). Kalau gak yakin benar, tahan. Jangan sampai jempol kita membahayakan hidup orang lain.
  • Jikapun benar, bakal berdampak baik atau buruk? Perlu tidak diposting? Baca dan lihat lagi sebelum kita tekan tombol post atau kirim.
  • Kalau kita merasa gak sreg, segera batalkan postingan. Karena sesungguhnya setiap manusia diberi sense untuk merasakan layak tidaknya kita melakukan hal tersebut.
  • Jangan bebal dan nekat. Karena bukan saja postingan buruk bisa mencelakai orang tetapi juga diri sendiri. Ada UU ITE yang tiba-tiba menjerat kita karena postingan.
  • Penting juga diingat, jangan posting ketika emosi. Potensial terjadi kesalahan besar sekali. Entah itu bakal melukai orang (atau sengaja pengin melukai orang? Pastikan Anda yakin tidak menyesal di kemudian hari), atau memperburuk jejak digital dan merusak diri sendiri. Kalau lagi emosi, jauhkan gadget, pergi ke kamar mandi, ambil air wudhu atau mandi.
  • Cara lain adalah, tarik napas dalam-dalam. Berdiam diri selama 5 menit dan sadari keberadaan kita lahir batin bisa membantu menenangkan diri. Karena gadget sering kali bukan meredakan, tetapi malah bikin tambah emosi dengan melihat postingan orang yang (sengaja) bikin iri.

Jika Tuhan Maha menghapus dosa manusia, maaf … Google dan Facebook tidak!

Tinggalkan Balasan