*orang-orang inspiratif disekeliling saya*

Akhirnya saya bertemu dengan Mas Rudi dan Mbak Jeni blogger kondang nan bijaksana. Rumahnya selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin kopdaran atau tumpangan tidur (makan) bagi blogger perantau. Perwajahannya sesuai dengan gambar mereka di dunia maya. Ramah dan hangat.

Saya tidak mengomentari blog mereka, tetapi pertemuan nyata yang mengesankan. Mereka sudah cukup berumur dengan dikarunia anak-anak yang beranjak dewasa. Tidak nampak sebuah hubungan yang sudah menua, justru segar dan hangat tanpa dibuat-buat. Sesekali mereka bergandengan tangan. Si istri yang lembut baik tutur kata dan perilaku mendampingi sang suami yang aktif kesana kemari menjumpai para penggemar.

Gambaran tentang sebuah perkawinan yang membelenggu, membosankan, dan hambar ketika umur beranjak menua tidak terlihat pada mereka. Mereka tetap bergaul, berteman dan menjalankan kesukaan tanpa menganggu satu sama lain. Justru saling mendukung. Ketika berita perceraian sudah seperti minum obat, ketika percekcokan rumah tangga menjadi konsumsi media sehari-hari, melihat mereka membuat saya menaruh harap bahwa sebuah relasi suami istri bisa dibangun tanpa saling membelenggu tetapi justru menguatkan sampai waktu menyelesaikan semuanya.

Tehnologi yang semakin maju, merupakan berkah untuk mereka yang saat ini sedang menjalani hubungan jarak jauh. Mas Rudi yang tugasnya berkelana, dan mbak Jeny yang tetap beraktivitas di Bogor bersama anak-anaknya bisa menjalin komunikasi dengan sangat baik. Intip saja halaman maya mereka. Sang Bapak tetap bisa mengikuti perkembangan istri dan putra-putranya, begitu juga sebaliknya. Jarak bukan halangan, justru membuat mereka semakin romatis. Lihat saja ketika sang suami menulis statusnya di facebook : ngopi di Changi. Dan sang istri meninggalkan komen : bikin ngiri. Haha…saya ikut tersenyum melihat romantisme ala mereka.

Kehangatan juga menyebar kepada teman-teman mereka. Saya yang baru kenal pun tidak canggung untuk bertukar cerita tanpa ada sekat. Teman-teman bisa bercerita, berkeluh kesan apa saja dan mereka menerima dengan tangan terbuka. Kesediaan mereka mengulurkan tangannya atau sesekali memberikan “hadiah kecil” menjadikan mereka tempat bergantung bagi sebagian kalangan. Dituakan karena memang sudah tua, tetapi kebijaksanaan karena mereka melakukannya.

Buat kalian anak muda yang ingin melangkah ke jenjang pernikahan, mereka adalah cermin yang inspiratif dan pembelajaran yang sesungguhnya. Lupakan sejenak tentang gambaran pernikahan yang menyeramkan, karena mereka memiliki sebuah oase yang menentramkan. Sebuah relasi yang dibangun atas dasar kepercayaan dan kesetiaan bukan berarti tanpa hambatan atau godaan. Ketangguhan melalui badai, dan tidak terjebak kepada hubungan yang membosankan membuat kehangatan selalu terjaga diantara mereka. Siapa bilang perselingkuhan lebih indah? Tanyakan saja pada Mas Rudi dan Mbak Jeni.

13 Replies to “Mas Rudi & Mbak Jeni”

  1. @nengjeni & mbilung : gak papa to klepek-klepek dan adooh-adooh, asal jangan aduh tenanan. Gak pingsan kan Neng? Tapi, bener kog saya pribadi seneng melihat “kalian berdua”

    @pinkina & hedi : betul sekali. Bersyukurlah kalian punya teman-teman seperti mereka. Saya belum dapet undangan mencicipi spagetinya..hehe.

  2. Salam kenal ya mba, pertama x tau blog ini dr artikel blog review di majalah Chic, emang betul unik spt yg diulas, tulisannya uenak dibaca. Ajarin aku dong mba hehe…., baca mas rudi & mba jeni jd inget ibu-bpk mertuaku, masih rukun mesra jg….

  3. paduan serasi. Prianya usil, wanitanya kalem walaupun bisa tegas. Jadi ingat komentarnya Bu Jeni kalau pak Mbilungnya lagi dolan, “Dia mah, nanti kalau cape juga pulang sendiri”, wakakakak…top tenan pasangan kuwi.

Tinggalkan Balasan