Ibu,
aku telah sampai di rumahmu
Sudah 4 hari ini aku sampai di rumah, di mana aku dilahirkan dan menghabiskan masa kecilku sampai beranjak dewasa.
Aku masuk kamarmu, di mana aku selalu tidur bersamamu jika aku pulang ke rumah Ibu. Kita tidur bertiga di sini, Ibu, aku dan Kika. Semuanya masih sama, kasur besar, lemari besar dan televisi di kamarmu. Di pojokan masih ada juga tumpukan berkas-berkas organisasi di mana Ibu jadi ketuanya.
Ibu,
ketika aku membuka pintu kamarmu, sepi…..
Terlalu sepi dan kosong. Tidak ada tangan yang aku cium, tidak ada pipi keriput yang aku cium, tidak ada senyummu.
Ibu,
Apa kabarmu di tanah suci? Pasti bahagia. Ini mimpi Ibu yang sudah lama sekali. Dulu ketika Ibu menyampaikan keinginan untuk menghabiskan Ramadhan hingga lebaran di tanah suci, rasanya seperti jauh di awang-awang. Tetapi engkau selalu yakin, suatu saat pasti bisa tercapai.
“Aku ingin, sebelum meninggal pernah berpuasa ramadhan di rumah Allah, di Mekkah” begitu ujarmu dulu. Dan Ramadhan kali ini, Ibu benar-benar di tanah suci, sebulan penuh. Sebelumnya, Ibu sempat bertanya : “Kalau aku menghabiskan Ramadhan dan Lebaran di tanah suci, aku egois gak? Kalian Lebaran aku tinggal.” Aku sempat terhenyak! Aah…Ibu, memang kami ingin ketika pulang kampung lebaran ada Ibu yang menyambut di rumah, ada Ibu yang menemani di sahur-sahur terakhir, ada masakan Ibu ketika Lebaran. Tetapi Bu, kalau Ibu bahagia pasti anak-anaknya lebih bahagia lagi. Ramadhan di tanah suci adalah mimpimu sejak dulu kala, kini sudah di depan mata tinggal melangkah, Ibu tidak perlu ragu lagi. Semua anakmu ingin mewujudkan mimpimu. Dan Ibu tidak egois.
Ibu,
aku masih ingat ketika Bapak dipanggil Tuhan dengan tumpukan hutang dan enam anak yang semua masih sekolah, saat itu Ibu benar-benar berjuang seluruh jiwa raga dan perhatian hanya untuk anak. Tidak berani mengungkapkan mimpimu. Saat ini ketika anak-anakmu sudah bisa hidup masing-masing, saatnya Ibu mengurai kembali mimpi-mimpi yang dulu terucap pun tidak berani.
Ibu,
aku di rumah Ibu sekarang. Menuliskan ini dengan haru biru. Di rumah ini aku dilahirkan, di rumah ini juga anakku pertama kali mengenal rumah setelah lahir di rumah sakit. Di rumah ini, perjuangan hidup yang sesungguhnya di mulai. Di rumah ini saksi perjuangan Ibu, saksi kepergian Bapak, saksi waktu demi waktu engkau menempa anak-anakmu.
Ibu,
aku di rumahmu sekarang, rumah di mana hati kita semua tertambat. Hati Ibu dan anak-anakmu.
Selamat sholat Ied di depan Ka’bah Ibu, kutunggu pulangmu dengan bahagia, sehat dan selamat.
Ibu,
Aku rindu….
Ditulis dari kamar Ibu, Ramadhan hari ke 29 menjelang lebaran.
Salatiga 2011