“Jangan mengharapkan kesetaraan dalam pernikahan.”
Kalimat ini terlontar dalam perbincangan dengan sahabat di suatu siang yang terik di halaman rumah makan sambil menunggu buka. Siang itu entah kenapa panasnya luar biasa, tetapi kami seakan tidak peduli karena apa yang kami perbincangkan jauh lebih panas :)
Sebuah perkawinan butuh stamina dan perjuangan khusus untuk mempertahankan. Banyak kejadian bisa terjadi selama perjalanannya. Seringkali tidaklah mulus bahkan banyak badai menerpa.
Sahabatku kemudian memberikan wejangannya, “Jangan pernah mengharapkan kesetaraan dalam pernikahan kalau mau langgeng. Selalu ada satu pihak yang lebih dominan dan harus ada yang mengalah. Entah yang perempuan atau lelaki. Ketika kamu ngotot untuk setara justru kehancuran yang seringkali terjadi. Itu pelajaran yang aku peroleh dalam perjalanan perkawinanku”
Ketika dia mengungkapkan hal itu, ada guratan kepedihan yang berusaha ditahan. Tampaknya puluhan tahun pernikahannya memberikan pelajaran bagaimana caranya bertahan. Butuh jiwa dan hati yang lapang untuk mengayuh biduk perkawinan. Mengalah seringkali menjadi jalan keluar yang terbaik dan mengikhlaskan yang sudah terjadi membuat langkahnya lebih ringan. Tampaknya itu yang tersirat dari pesan yang dia sampaikan.
Doa ku untukmu sahabat, semoga selalu ada cahaya di ujung jalan yang dapat menyelamatkan biduk perkawinan dari setiap terpaan gelombang. Urusan hati bukan matematika dan bukan ilmu pasti. Tidak ada satu pun yang bisa memahami, bahkan diri sendiri.
Ini bukan soal salah benar, kalian tidak harus setuju atau menolak. Buatku ini sebuah pembelajaran.
Thank you, mbak, buat ‘bekal’ku nanti. :’)
Peluk sahabatnya juga.
*peluk Nume* jalani saja jangan kebanyakan teori..terkadang mengalir saja lebih meringankan :’)
Aku kebalik, gak punya teori hdp. Mengalir aja. Tp kok dibilang aut2an sama tmn2 deket.
Klo mind-setnya kalah-menang… memangnya perlombaan? Aku lebih cocok dengan paham memandang pernikahan sebagai kerjasaama dan kompromi ;)