Kenapa aku menuliskan ini? Entahlah tiba-tiba melintas di kepala. Apakah ketiganya ada hubungan? Bisa iya bisa tidak. Kalo Reza dan Critical Eleven pastilah! Tapi social media? Lets see.

Critical Eleven, Reza Rahadian, dan Social Media
sumber : postfilm.com

Critical Eleven The Movie

Karena beginilah dari dulu gue mencintai Anya. Tanpa rencana, tanpa jeda, tanpa terbata-bata

Oke, siapa yang tidak meleleh membaca curahan hati Ale (Aldebaran Risjad) tokoh utama film Critical Eleven yang diperankan oleh Reza Rahadian dalam mengungkapkan perasaan kepada Anya (Tanya Baskoro) yang diperankan secara apik oleh Adinia Wirasti?

Paham kan kenapa film ini menimbulkan baper massal? Jadi gak heran kalau ada yang menonton 5 kali, 6 kali,  bahkan 11 kali! Jangan sedih, ternyata ada yang nonton 32 kali! Sinting. Iya Sinting. Reza dan Asti berhasil membuat penonton kecanduan Critical Eleven.

 

Film Vs Buku

Ini adalah film adaptasi dari sebuah buku yang sangat laris dan sudah memiliki basis massa (fanbase) dengan judul sama Critical Eleven, ditulis oleh penulis yang diakui di jagad literasi karena karyanya banyak dan selalu laris manis di pasaran, Ika Natassa.

Aku adalah salah satu pembacanya dan sangat menyukai buku Critical Eleven. Ketika kemudian di-film-kan, tentu saja penasaran pengin nonton. Walaupun ketika berangkat ke bioskop, aku tidak membawa ekspektasi apa-apa. Niatnya cuma menikmati filmnya, menihilkan asa supaya tidak kecewa. Karena banyak film Indonesia yang diadaptasi dari buku menurutku justru mengecewakan. Jadi supaya tetap terhibur dan pulang gak kecewa, berangkat ke bioskop dengan niat mencari hiburan doang.

Ohya sama penasaran sih, kenapa yang dipilih Adinia Wirasti. Aku tidak menonton trailernya. Jadi beneran gak ada background sama sekali film ini akan seperti apa.

 

Selesai Nonton

Lalu kecewakah aku? Selesai nonton film, aku sangat menyesal tidak membawa tisu. DAMN! Untung bawa syal. Alhasil basah kuyup sama air mata dan ingus. Iya aku menangis berkali-kali.

Ah, sialan kau Reza dan Asti. Takjub, ternyata sangat memuaskan. Bahkan menurutku, jadi memiliki 2 experience yang berbeda, film dan buku. Aku merasa sangat terhubung dengan cerita filmnya. Semua begitu nyata, dan ya begitulah hidup, berpasangan dan jatuh cinta. Walaupun ada beberapa yang menurutku berlebihan, tetapi tidak mengurangi indahnya film ini.

Bagiku nonton film itu harus menghibur dan sukur-sukur bisa menghangatkan hati. Critical Eleven ini, salah satu dari sedikit film Indonesia yang berhasil menghangatkan hatiku. Bahkan hingga berhari-hari.

Yang membuat film ini semakin mempesona adalah New York dan scoring music! Iya aku selalu jatuh hati dengan Central Park dan New York. Scoring music-nya duh … sangat mengiris hati. Bagus banget, Mas @dudutna!

Critical Eleven adalah ramuan yang pas dari cerita, aktor, gambar dan musiknya. Indah.

 

Merayakan Jatuh Cinta Kembali

Tapi dari semua itu, satu hal yang membuatku sangat membekas adalah, aku merasakan jatuh cinta kembali kepada anakku. Iya anak. Bukan Anya dan Ale pasangan suami istri yang bikin baper seluruh dunia (oke ini berlebihan). Iya sih Ale dan Anya bikin termehek-mehek dan ngarep suami kayak Ale. Ya kan? Ya kan?

Tetapi anaklah yang membuat batin ini terkoyak. Bagi seorang ibu, kehilangan anak adalah luka paling menyakitkan. Dan aku adalah ibu dari Matahati, anakku.

Dear Matahati, aku jatuh cinta berulangkali padamu, pada matamu, pada senyummu dan seluruh hidupmu

Terima kasih, Critical Eleven, sudah menghadirkan (kembali) hatiku yang hangat dan jatuh hati berkali-kali pada anakku.

 

Reza Rahadian

Critical Eleven, Reza Rahadian, dan Social Media
sumber : twitter @AdiniaWirasti

Siapa yang tidak kenal dia? Hampir semua film Indonesia yang banyak dibicarakan, ada Reza sebagai pemainnya. Entah tokoh utama atau pemeran pendamping.

Banyak orang membicarakan dan menjadikan bahan bercandaan. Saking wajahnya selalu nongol di bioskop, dan bisa berderet-deret dalam setahun. Ini aku kutipkan candaan anak twitter tentang Reza Rahadian yang bikin ngakak.

Sorry ya, Rez, tapi ini menghibur sekaligus pengakuan betapa karyamu sangat banyak :)

 

Critical Eleven, Reza Rahadian, dan Social Media

Kenapa bisa begitu?

Tidak bisa dimungkiri bahwa dia pelakon yang sangat berdedikasi, totalitas dan kelihatan dari setiap karyanya, bekerja sepenuh hati. Perannya pun beraneka ragam, dari tokoh yang menurutku sulit, seperti Bapak BJ Habibie hingga bos yang tolol.

Reza, manusia seribu wajah. Dan aku jadi bertanya-tanya mana yang sesungguhnya Reza Rahadian? Jangan-jangan dia juga lupa aslinya. Hahaha.

Aku jarang ke bioskop, bukan karena gak suka film. Tapi tahu sendiri kan single parent, harus cari nafkah, ngurus anak dan rumah serta masih punya kegiatan sosial yang sekarang udah se-Indonesia.

Kalau ke bioskop lebih sering mengantar anakku, jadi kebanyakan (atau hampir semua malah) adalah film pilihan dia (anak abg kebanyakan film yang dipilih adalah Disney, Marvel dan teman-temannya. Walaupun ada beberapa film yang aku paksa seperti Kartini. Penting buat dia).

Jadi aku jarang nonton film Indonesia, kecuali di pesawat Garuda (terima kasih, Garuda) karena seringnya aku bepergian. Atau di HOOQ dan channel TV nasional. Sudah pasti film-film yang cukup lama. Jadi gak begitu akrab (dih..akrab) sama Reza Rahadian.

Baru di Critical Eleven aku memperhatikan dengan saksama. Dan aku takjub dengan aktingnya. Dia beneran Aldebaran Risjad! Agak susah melihat Reza Rahadian, walaupun sudah keluar dari bioskop. Biarpun nanti ketemu di launching HP OPPO, biarpun liat di Instagram bersama keluarganya.

Yang tertancap di benak tetap Aldebaran Risjad. *membungkuk hormat*

 

Critical Eleven, Reza Rahadian, dan Social Media
sumber : KOMPAS

 

Ardinia Wirasti

Oke, kalau Reza gak perlu dibahas lagi, tapi Ardinia Wirasti! Astaga aku ke mana aja ya?

Di kepalaku dia itu Karmen, yang tentu saja tertutup bayang-bayang Dian Sastro yang sangat berkibar. Begitu melihat aktingnya sebagai Anya, aku langsung jatuh hati dan kagum luar biasa.

Asti adalah Anya, seorang ibu yang begitu menderita atas kehilangan sekaligus mencinta luar biasa pada suaminya. Adinia Wirasti bukan Gal Gadot, bukan Wonder Woman tapi aktingnya sebagai Anya menyedot seluruh hati dan rasa di dada.

Jadi penasaran, sekarang Anya eh Asti kan lagi liburan. Bisa gitu menikmati liburan tanpa rasa sebagai Anya menggelayut? Kamu keren, Adinia Wirasti! *applause*

 

Social Media

Apa hubungannya social media dengan dua hal di atas? Nah, ini yang menarik.

Sebagai orang yang bekerja di industri digital komunikasi, pasti dong film Critical Eleven aku amati pergerakannya di social media. Bagaimana sebuah film dikomunikasikan di social media. Apakah social media bisa menggerakan masyarakat untuk ke bioskop?

 

Critical Eleven di Social Media

Dari penelusuran di social media, aku baru tahu bahwa Reza Rahadian tidak punya akun socmed apa pun. Blas gak ada. Coba saja cari. Yang bersangkutan pun menyatakan langsung dalam berbagai interview (tentu saja aku liat di Youtube).

Kalo Ika Natassa sang penulis novel ya jangan ditanya ya. Dia di socmed banyak pengikutnya. Bahkan cerita tentang film Critical Eleven sudah dibangun percakapan digitalnya sejak beberapa bulan lalu. Atau mungkin satu tahun ya? Ada akun tokoh-tokohnya; Ale, Anya, keluarga Risjad, Harris adiknya Ale, bahkan anaknya Ale juga ada.

Tentu saja ada akun dari film/buku itu sendiri. Aku tidak tahu persis apakah itu semua memang disiapkan dan dibikin sebagai sebuah bagian dari strategi, atau organik saja dibuat oleh para fansnya. Yang pasti akun-akun itu aktif dari sebelum film diputar hingga hari ini. Btw ketika aku menulis ini, film masih ada di beberapa bioskop.

Kalau semua akun itu organik dari fans-nya, ceritanya jadi makin menarik. Bisa karena fans-nya Ika Natassa, fans buku Critical Eleven atau fans-nya Reza dan Asti. Itu artinya, film ini mempunyai pengaruh signifkan di social media. Kemudian makin banyak akun-akun yang lahir dari film ini. Ada AleAnya, timAle, timAnya, AldebaranRisjad, sahabatAleAnya, dan masih banyak lagi.

Ini membuktikan cerita yang dibangun (story telling) memang punya kekuatan yang mampu membuat netizen melakukan action (membuat gerakan di online). Coba deh ketik #criticaleleven sudah banyak online shop yang nongol kan? Itu artinya hastagnya populer di socmed.

Paling banyak memang di platform Instagram, walaupun ada juga di kanal lain seperti Twitter, Facebook, dan Youtube.

 

Pembangun Story Telling yang Kuat

Dalam sebuah komunikasi digital, story telling adalah kunci untuk membangun percakapan dan memengaruhi netizen. Walaupun faktor lain juga perlu, seperti ads ( aku melihat ada ads di Instagram & Youtube) dan jumlah serta jenis konten.

Kalau melihat buku dan penulisnya, tidaklah heran jika story tellingnya sangat kuat. Ika Natassa selalu membangun komunikasi dengan caption yang menarik. Kelihatan bahwa semua yang diposting itu dipikirkan dan dipersiapkan dengan serius, baik secara teks maupun visual.

Banyak sekali orang menulis caption di IG sembarangan bahkan tidak ditulis sama sekali, padahal caption adalah salah satu daya tarik orang mau follow atau like (share).

 

Artis dan Social Media

Kembali ke Reza Rahadian yang ternyata tidak memiliki akun social media sama sekali. Sebuah keputusan yang menurutku cukup signifikan. Kenapa?

Karena sekarang para artis menjadikan social media sebagai aset dan diversifikasi usahanya (pendapatan). Sudah jamak bahwa kalau kontrak seorang artis bisa sekaligus paketan sama promosi di social media yang barang tentu harganya jadi bertambah. Artis sebagai ambassador atau endorser sudah sangat lazim. Ada yang bertanya, emang besar ya bayaran sebagai endorser produk di social media?

Jangan sedih, ada lo yang kontraknya menyentuh angka 1 Milyar untuk jadi ambassador di online dalam jangka waktu tertentu.

 

Apakah artis harus punya social media?

Yang wajib itu sholat lima waktu, mas. Ya tentu saja tidak ada keharusan. Tetapi bahwa social media menjadi penghubung  sebagian besar manusia dengan informasi, sudah barang tentu kalau mau melakukan promosi atau branding, social media jadi pilihan utama.

Seorang artis harus selalu mempromosikan hasil karya dan membangun personal branding-nya, sehingga social media menjadi tools yang sangat membantu. Bukan hanya promosi sih, menyapa para fans jadi lebih mudah, interaktif dan bisa kapan saja. Gak perlu repot bikin acara jumpa fans atau nulis surat pake tangan berlembar-lembar. Cukup menggunakan gadget (yang ngontrak) di tangan.

Walaupun tidak semua artis yang punya social media mau menjadi endorser, tetapi sebagian besar melakukannya. Sah-sah saja. Tapi keputusan tidak memiliki akun social media sangat jarang terjadi. Reza salah satunya. Aku tidak tahu alasan sebenarnya.

 

Lalu bagaimana dengan Reza Rahadian yang tak memiliki akun social media?

Ya, yang menarik dipelajari, bagaimana para fans-nya menjangkau Reza?

Pihak manajemen ternyata membuat akun untuk fans Reza. Di situ semua informasi, promosi dan aktivitas Reza diposting. Sesekali Reza menyapa langsung fans-nya melalui video atau IG story. Tetapi karena ini akun manajemen, tentu saja para fans merasa kurang puas. Karena terasa berjarak.

Kanal social media ini kayak air, ketutup satu saluran dia akan mencari saluran lainnya. Pokoknya gimana caranya supaya dekat dan update terus. Akhirnya mereka pun luber masuk ke akun ibunya Reza, manajernya, teman-temannya, bahkan tantenya!

Luar biasa ya, nemu aja. Hahaha. Apakah ini jadi mengganggu keluarga dan kehidupan pribadi Reza, aku tidak tahu.  Yang aku dengar, Reza ingin menyapa penggemarnya dengan karya. Cuma sayangnya, karya saja gak cukup buat para fans. Kalau bisa ngobrol tiap hari, tiap hari deh! Walau cuma lewat IG Story.

 

Lalu bagaimana Reza mempromosikan film ini ke penggemarnya?

Ternyata dia bersama Asti beberapa kali melakukan “live” melalui IG. Baik selama proses produksi, pasca produksi hingga film ini tayang.

IG yang dipakai akun siapa? Bisa siapa saja sih. Bisa dari Asti, akun film-nya atau management-nya. Dan ketika saluran itu dibuka, bisa dipastikan banjir. Para fans yang “tidak mudah menjangkau” Reza langsung sibuk merekam, menyimpan dan memposting ulang IG live mereka ke akun-akun pribadi atau akun para fans.

Mungkin ini juga bagian dari strategi. Entahlah.  Yang pasti makin viral dan teramplifikasi berkali-kali. Karena susah dapatnya, maka setiap pertemuan “langsung” di medsos jadi sangat berharga dan selalu ditunggu-tunggu. Yang kecipratan traffic justru akun keluarganya, manajernya, temennya, dan mungkin juga tetangga Reza Rahadian.

 

Penutup

Dalam sebuah promosi film, apakah ramai di social media berbanding lurus dengan ramai pengunjung di bioskop? Jawaban jujurnya adalah: tidak.

Loh? Lalu apa gunakan bikin promosi di medsos, ngundang buzzer bahkan pasang iklan dengan dana yang tidak sedikit? Tenang dulu…

Keputusan orang ke bioskop sama dengan keputusan orang membeli sebuah produk. Bukan hanya karena rame di percakapan. Banyak hal yang mempengaruhi. Untuk film, kekuatan cerita dan tokoh yang memerankannya menjadi kunci. Bisa sih cerita jadi daya tarik utama sehingga penonton mengabaikan siapa aktornya.

Atau sebaliknya, yang penting aktornya keren dan mengabaikan cerita. Sutradara juga membawa pengaruh signifikan. Selain itu, waktu tayang juga mempengaruhi. Kalau pas bersamaan dengan film-film box office sungguhlah sangat berat.

Tapi salut sama Critical Eleven yang waktu tayangnya bersamaan dengan Pirates of the Carribean  dan Wonder Woman yang memenuhi semua layar bioskop, dan Critical Eleven nyempil di antaranya  dengan mengantongi 800 ribu lebih penonton.

Jadi banyak faktor yang menentukan sebuah film laku di pasaran atau tidak. Apalagi di Indonesia, menonton bioskop adalah kebutuhan tersier (bukan sekunder), karena harganya termasuk “mahal” untuk ukuran kantong masyarakat umum. Seringkali  aku dengar, “Sayang ih bayar bioskop mahal-mahal kalau nontonnya film Indonesia”. Lah?

Tapi dengan berat hati harus kita akui, masih banyak yang menilai film lokal lebih rendah daripada film luar. Kenapa begitu? Panjang ceritanya, bisa satu tulisan blog sendiri.

Intinya perjuangan film Indonesia masih panjang, walaupun sekarang mulai ada pergerakan signifikan untuk menghargai film Indonesia dan makin banyak yang bagus juga. Ohya kendala satu lagi, bioskop belum banyak, hanya di daerah tertentu saja. Dibanding luas wilayah dan jumlah penduduk, masih sangat kurang.

 

Lalu untuk apa social media?

Walau ceritanya bagus, aktornya keren, sutradaranya yahud kalau tidak diceritakan kepada masyarakat, bagaimana mereka bisa tahu?

Social media kanal yang relatif murah serta mudah untuk menjangkau publik. Film itu menjual experience, dan social media adalah alat efektif untuk menawarkan experience. Film mempunyai kekuatan cerita. Social media menjadi penyalur cerita yang signifkan. Karena sifatnya interaktif serta terbuka, social media sangat mungkin untuk menjangkau lebih banyak orang secara personal.

Tidak bisa dipungkiri, orang tergerak menonton film karena rame dibicarakan di social media. Seperti penonton Critical Eleven yang berkali-kali, bisa jadi karena baper liat postingan Ale dan Anya di Instagram sehingga balik ke bioskop lagi.

Yang perlu hati-hati adalah ketika cerita film atau pemerannya tidak menarik, social media juga yang bisa mencegah orang untuk datang ke bioskop.

Jadi perlukah social media untuk mempromosikan film? HARUS. Kalau Reza Rahadian, perlu gak punya akun socmed? Bentar ya aku tanyakan. Besok aku ketemu di launching OPPO Selfie Expert edisi spesial Reza Rahadian.

NOTE : 
sumber: kumparan.com

Maaf bagian yang penting dari tulisan ini justru aku tulis belakangan. Sesungguhnya ada satu alasan lagi yang belum aku sampaikan kenapa nonton film Critical Eleven. Karena Adinia Wirasti pake tote bag Mangkok Ayam! Itu bikinan sahabatku dan aku bangga banget. Kalian gak pengin punya tote bag yang dipake  Anya di New York? Ih buruan ke IG @mangkokayamid sebelum kehabisan. Pemiliknya suka belagu, gak mau bikin ulang kalau habis.

2 Replies to “Critical Eleven, Reza Rahadian, dan Social Media”

  1. Aku fans beratnya novel-novel Ika Natassa mba Ai. Jadi begitu tau salah satu novelnya mau difilmkan langsung nonton di hari pertama penayangan. Trus aku nangis sejadi-jadinya. Nonton kedua kali juga nangis. Filmnya mengaduk-aduk emosi banget. Dan bener kata mba Ai, Adinia Wirasti di film ini aktingnya juara banget. Kalo aktingnya Reza sih gak perlu dipertanyakan lagi ya mba huehehe

    1. kebayang Li…aku aja mewek melulu. Mereka berdua berperannya sangat real dan connect banget kehidupan. *peluk*

Tinggalkan Balasan