Menjelang hari pahlawan, apa yang teringat di kepala kita? Nama-nama jalan, taman makam, atau apa? Pahlawan di kepala kita selalu identik dengan pejuang yang mengangkat senjata untuk memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya, atau orang-orang yang mendapat bintang penghargaan dari Negara. Apakah hanya itu yang disebut pahlawan?
Bagi saya, siapa pun yang punya jasa besar bagi lingkungannya adalah pahlawan. Ibu saya adalah pahlawan keluarga kami, guru sekolah, guru ngaji, dan orang-orang yang punya kegiatan sosial membantu untuk sesama adalah pahlawan. Ya, pahlawan tidak lagi melulu soal mengangkat senjata berperang dengan bersimbah darah. Perlu redefinisi ulang tentang pahlawan di materi pendidikan anak-anak. Mempelajari sejarah itu penting dan wajib bagi anak-anak kita agar mereka memahami dan menghargai arti kebangsaan dan perjuangan. Tetapi jangan dilupakan juga bahwa saat ini bangsa kita membutuhkan pahlawan dalam bentuk yang lain, pahlawan dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan masih banyak lagi.
Di era social media, dengan jumlah penghuni Facebook hampir 800 juta kalau disetarakan dengan sebuah negara maka Facebook adalah Negara ketiga terpadat setelah China dan India membuat kita saling terhubung tanpa batasan geografis, status sosial, agama, & ekonomi. Semua orang bisa berinteraksi dan berkomunikasi untuk menyuarakan “perjuangan” nya. Perjuangan di sini adalah gerakan-gerakan sosial yang sekarang banyak bermunculan, terutama di Indonesia.
Saat ini pemilik account Facebook di Indonesia sebesar 30 jutaan, terbesar nomer dua setelah Amerika dan penyumbang traffic kicauan twitter terbesar nomer dua di dunia, sehingga kita lebih mudah mendapatkan publikasi, dukungan dan bantuan dari banyak pihak untuk menjalankan kegiatan sosial. Salah satunya adalah yang telah saya kerjakan hingga saat ini yaitu gerakan untuk memberikan tempat belajar dengan para praktisi dan tokoh-tokoh yang mempunyai keahlian di bidangnya bagi siapa saja tanpa dipungut biaya dengan nama Akademi Berbagi.
Akademi Berbagi terbentuk berkat twitter, yaitu tools social media 140 karakter yang sekarang sedang berkembang dengan pesat di kota-kota besar di Indonesia bahkan sampai ke ujung timur pulau Indonesia. Bermula dari keinginan saya untuk belajar, maka saya membuat kelas tersebut. Selama ini sekolah, kursus training identik dengan bayar dan mahal, sehingga dijadikan alasan beberapa orang untuk tidak menuntut ilmu karena kekurangan dana. Memang tidak seharusnya pendidikan itu mahal, bahkan pemeritah seharusnya mensupport penuh agar masyarakat bisa meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya dengan mudah. Gerakan ini kemudian kita jalankan secara rutin dan mencoba untuk kosisten, berbagi ilmu bagi siapa saja yang ingin belajar, gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun dengan pengajar yang berkualitas. Dengan demikian tidak ada alasan lagi untuk malas belajar. Bukankah kita sebagai umat manusia wajib menuntut ilmu sepanjang hayat dikandung badan, kalau perlu sampai ke negeri China?
Saat ini Akademi Berbagi sudah dilaksanakan di berbagi kota seperti : Jakarta, Depok, Tangerang, Semarang, Solo, Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Malang, Madura, Jambi, Palembang, Medan, Balikpapan, Ambon. Dan masih banyak kota-kota lain yang segera menyusul akan membuat kelas gratis di antaranya Makassar, Ende dan Singapore. Kemajuan teknologi memudahkan kita untuk menyebarkan “virus kebaikan’ ini hingga ke negeri tetangga. Komunikasi dan meeting cukup kami lakukan via online lebih mudah dan murah. Dan saya tidak perlu keliling-keliling untuk bercerita dan mengajak orang untuk melakukan gerakan ini, cukup kita posting di social media, dan…virus itu pun menyebar dengan pesatnya.
Saya adalah perempuan biasa, seorang Ibu dan karyawan bukan orang dengan pangkat dan fasilitas yang banyak, tetapi saya percaya untuk berbagi dan memberi manfaat kepada sesama tidak harus berpangkat atau kaya raya. Siapa pun bisa bergerak dan berbuat sesuatu untuk membantu sekitarnya. Saya memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mendukung gerakan ini sehingga tidak menyita banyak waktu dan biaya.
Saya bukan satu-satunya, banyak orang yang melakukan gerakan social dengan memanfaatkan teknologi. Contoh-contoh gerakan social yang tumbuh via social media adalah Indonesia Bercerita yang peduli tentang pendidikan anak, Indonesia Berkebun yang memperjuangkan kelestarian lingkungan, Blood for Life sebuah gerakan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan darah dan masih banyak lagi. Mereka yang terus berjuang dan kosisten berbagi dan membantu sesama bisa disebut pahlawan. Mereka bekerja tanpa penghargaan dari Negara apalagi berharap diberi gelar pahlawan, tujuan cuma satu memberi sebanyak mungkin manfaat bagi masyarakat sekitar. Hal ini semakin meyakinkan saya bahwa masih banyak orang baik di negeri ini.
Bagi seorang Ibu seperti saya, apa yang saya lakukan selalu harus saya perhitungkan dampak untuk putri saya. Mendidik anak di jaman modern ini bukan dengan sekedar kata-kata tetapi juga contoh dan pengalaman. Saya beberapa kali mengajak putri saya ikut kelas Akademi Berbagi, dan menceritakan apa yang telah saya lakukan. Secara tidak langsung saya memberikan pembelajaran kepada anak saya tentang pentingnya berbagi, bersosialisasi dan memberi manfaat buat sesama. Sesunggunya orang sukses adalah orang yang mempunyai sebanyak mungkin manfaat bagi sesamanya. Dan saya ingin anak saya pun menjadi manusia yang bermanfaat.
Sudah saatnya kita menanamkan jiwa kepahlawan kepada putra-putri kita yaitu nilai-nilai untuk berbagi dan memberi manfaat bagi lingkungannya bukan dengan angkat senjata dan berperang melawan musuh. Siapa pun bisa jadi pahlawan, dan pahlawan tidak harus selalu bergelar dan menjadi nama jalan. Menjadi pahlawan bukan hal yang rumit, tinggal kita mau melakukan atau tidak. Karena seperti kata almarhum ayah saya: di dunia ini tidak ada yang tidak bisa, tinggal kita mau atau tidak.
Selamat hari Pahlawan, banyak pahlawan di negeri ini yang bekerja dalam diam dan tanpa penghargaan.