Terimakasih saya ucapkan kepada mal Cilandak Town Square (CITOS) yang telah memberikan pelajaran hidup bertubi-tubi dan sangat penting untuk saya sebagai orangtua, ibu dan perempuan pekerja.

Seperti biasa, saya cukup sering belanja di supermarket yang berada di CITOS membawa putri saya -kika- yang sudah berumur 5 tahun dengan berat badan lebih dari 20 kg. Malam itu, karena kondisi logistik rumah sudah habis, dan saya sudah 3 hari dihajar tugas kerja bertubi-tubi sehingga pulang larut, maka saya dari kantor mampir ke rumah menjemput kika untuk diajak belanja. Selain memenuhi kebutuhan rumah juga memenuhi kebutuhan waktu kika dengan ibunya. Dengan kondisi badan yang kurang oke, saya berangkat ke CITOS karena biasanya kika tidak pernah rewel atau merepotkan bahkan happy jalan-jalan sama ibunya.

Tadi malam tidak seperti biasa. Kika bilang pusing dengan muka mau nangis sehingga saya tidak tega dan akhirnya saya menyelesaikan proses belanja dengan menggendongnya. Sejak dari antre yang cukup lama di kasir sampai ke lobi kika tertidur dalam gendongan. Kondisi parkiran yang cukup penuh membuat saya harus menunggu lebih lama di lobi. Punggung panas, dan kaki yang melemas, keringat mengucur, dan gendongan yang makin terasa memberat membuat saya mencari tempat untuk duduk, dan adanya hanya tiang pendek yang memang bukan untuk duduk. Saya sudah tidak kuat lagi. Tiba-tiba seorang sekuriti menegur saya “Maaf Bu, dilarang duduk disini.” Saya sampaikan bahwa saya sudah tidak kuat lagi berdiri sambil menggendong, tapi sang sekuriti yang katanya hanya menjalankan tugas menjawab bahwa itu aturan manajemen CITOS. Saya pun meminta bicara dengan manajemen atau atasannya, karena saya benar-benar harus duduk supaya saya dan anak tidak terjatuh. Saya minta salah satu dari manajemennya datang ke lobi, karena saya tidak kuat lagi jalan, menggendong dan membawa troli belanjaan. Tapi sekuriti bilang bahwa saya tidak boleh duduk disitu, tanpa memberikan saya jalan tengah yang cukup melegakan.

Sekuriti itu menghampiri sekuriti yang lain – mungkin posisinya lebih tinggi – untuk melaporkan saya yang tetap ngeyel membuat saya sangat marah. Saya pun menghampiri sekuriti yang lain itu sambil bicara untuk memberikan sedikit kelonggaran dan jalan keluar yang agak manusiawi untuk saya. Kemarahan saya semakin meninggi melihat jawaban yang hanya tidak boleh duduk titik. Airmata pun akhirnya berhamburan, bukan karena sedih tetapi kemarahan yang sudah tidak terbendung.

Melihat saya meradang, sekuriti yang lain itu menyatakan kenapa saya tidak duduk di lobi yang telah disediakan, dan saya memutar pandangan ke segala arah untuk mencari tempat duduk yang mereka sebut lobi. Karena selama ini tidak pernah  tahu ada lobi dengan tempat duduk untuk menunggu mobil jemputan datang. Dan sekuriti itu menunjuk meja konter informasi dan mengambil kursi plastik petugas supaya duduk disebelahnya. Dengan airmata kemarahan dan sakit dipinggang saya menuju konter informasi sambil menggendong serta menyeret troli belanjaan sendirian.

Ohh…baru saya tahu itu yang namanya lobi dan kursi untuk menunggu. Sang sekuriti yang lain itu pun menjawab “Ya bukan bu, ini bukan lobi yang disediakan untuk duduk.” Saya pun berteriak, marah, nangis sambil menggendong putri saya, hanya meminta rasa belas kasih secara manusiawi bukan pernyataan sekedar menjalan tugas dari manajemen yang disampaikan berulang-ulang.

Malam itu di rumah, saya menyadari banyak hal. Dan pelajaran berharga untuk saya seorang ibu, orang tua tunggal telah saya dapatkan atas insiden tersebut :

1. Olahraga. Ya, saya harus berolahraga dengan teratur supaya tetap kuat mengendong putri saya yang sudah cukup besar ketika sakit di tempat umum.

2. Membagi waktu dengan lebih efektif. Supaya kewajiban mencari nafkah dan mengasuh anak dapat dilakukan dengan baik, sehingga tidak dibebani rasa bersalah dan memaksakan waktu yang sempit untuk urusan rumah tangga dan anak.

3. Jangan belanja bersama anak jika kondisi kurang fit. Disamping tidak kuat menggendong anak juga tidak bisa mengangkut belanjaan.

4. Jangan berharap ada bantuan atau belas kasihan ditempat umum. Kalau rasa kemanusiaan di mal itu sudah tidak ada terimalah dengan lapang dada dan tetaplah tegar dan kuat baik fisik maupun mental. Jangan mengeluh dan menyalahkan pihak lain, karena itu resiko yang sudah sewajarnya.

5. Taatilah aturan manajemen mal ataupun tempat umum lainnya tanpa terkecuali apapun kondisinya.

Saya bukan konsumen yang baik jika kecewa lapor ke pengelola, tetapi cukup mengakhiri kunjungan saya kesana. Mungkin lebih baik buat saya, sehingga hikmahnya tidak lagi boros belanja di ladies day. Tetapi yang lebih penting adalah pelajaran yang saya dapatkan malam itu.

Airmata saya, kemarahan saya hanyalah umbaran yang gak penting dan hanya cukup meredakan sejenak beban di dada.

Di CITOS saya belajar berdikari yang sesungguhnya. BERDIRI DI ATAS KAKI SENDIRI apapun yang terjadi karena kursi bukan untuk umum.

13 Replies to “Berdikari Ala Citos”

  1. sekuriti citos itu emang sumpah berlebihan banget kok. aku tuh pernah, berdiri-berdiri saja dpn AW, eh lha kok disamperin…aneh bgt, pdhl aku kan lg nunggu temen, dan yeah apa sih salahnya berdiri aja di situ, kan gak ganggu apa2/siapa2…trus pernah jg, berdiri di lantai dua, di tiang pembatas itu…eh disamperin jg…tp dasarnya aku emang dah lama ngefans citos ya, ya tetap aja sih sering ke situ. btw, aku baru tau lho mbak klo sampean jg sering belanja di situ, kok kita gak pernah ketemu ya hehehehe

  2. oh iya mbak aku lupa, di citos itu klo pengen duduk, paling aman justru di timezone. di situ byk mainan yg ada t4 duduknya, dan pas gak dipake, kita bisa duduk2 di situ. bebas dari cengkeram kuasa satpam2 robot itu. tempat lainnya yg bisa buat duduk adl lobi 21 yg emang ada bangkunya utk nunggu klo mo ntn film. t4 lain lagi adl smookung room. tp yeah semua itu semakin menunjukkan pd kita, betapa memang tak manusiawinya tempat2 umum di jakarta itu. aduh, aku kok dadi emosi bgt ya baca postingan ini. sedih bgt. ikut geram dan marah. hiks.

  3. Sapa bilang indonesia bangsa yg ramah dan tepo seliro, wis ke laut demi alasan profesionalisme tanpa etika kemanusiaan, minimal jakarta sih dan indonesia bukan cuma jakarta :D

  4. Terimakasih atas dukungan teman-teman, sangat melegakan dan menenangkan.
    Sebagai info, krn sy lagi nunggu mobil, maka tidak bisa jauh-jauh dari lobi krn mobil tdk boleh lama berhenti di lobi, dan susah buat saya menyeret-nyeret troli sambil gendong. Sebenarnya saya tahu memang tidak boleh duduk disitu, saya hanya minta dispensasi sejenak karena kondisi yang darurat. Tapi belas kasihan yang saya harapkan tidak diberikan. Dan cara pengusiran sang satpam yang tidak menyenangkan memang membuat semakin gusar.
    Terimakasih sekali lagi, teman-teman….

  5. bapak saya selalu bilang, satu langkah ke luar dari pagar rumah maka kita mesti siap dengan dunia yang gak pedulian, kejam dan kasar. mungkin esensinya adalah… apalagi ke citos yang jauh dari rumah. hihihihihi! yaaa semoga mereka dibukakan matanya deh. kebiasaan ngehandle anak abg yang susah diatur kali, jadi gitu. :P

Tinggalkan Balasan