Slide3

Pertanyaan yang akhir-akhir ini banyak diutarakan adalah : Bagaimana berkampanye di social media? Perlukah kita berkampanye di social media?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, perlu kita pahami apa itu social media. Banyak sekali definisi tentang social media yang intinya adalah media untuk berinteraksi secara aktif, bertukar konten secara langsung, saling terhubung tanpa batasan geografis maupun strata sosial. Kenapa social media menjadi sangat digandrungi? Mungkin definisi ini bisa menjelaskan:

SOCIAL MEDIA adalah mengenai menjadi manusia biasa. Manusia biasa yang saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berfikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas.  Intinya, menggunakan media sosial menjadikan kita sebagai diri sendiri. Selain kecepatan informasi yang bisa diakses dalam hitungan detik, menjadi diri sendiri dalam media sosial adalah alasan mengapa media sosial berkembang pesat. Tak terkecuali, keinginan untuk aktualisasi diri dan kebutuhan menciptakan personal branding – Anthony Mayfield

Saat ini Indonesia menjadi penduduk social media yang cukup besar dan aktif. Data menunjukkan pengguna Facebook di Indonesia terbesar nomer 4 di dunia, dan Jakarta menjadi penduduk twitter paling aktif mengalahkan New York dan Tokyo. Orang berbondong-bondong melakukan berbagai aktivitas di social media. Saya lebih suka menyebut social media itu seperti mall. Apa aja ada dan kita bisa bertemu banyak orang di situ. Ada tetangga, saudara, teman, pencopet, penjual dan pembeli. Ada yang sekedar jalan-jalan “melihat” tetapi ada juga yang sampai bertransaksi.

Para pebisnis dan brand melihat peluang ini. Mereka pun ikut hadir dan memanfaatkan medium baru ini untuk melakukan komunikasi bisnisnya baik untuk membangun awarness, melakukan engagement dengan target konsumennya, promosi, menjual produk /jasanya hingga pelayanan konsumen. Masyarakat sudah mulai terbiasa mencari informasi atau pun berkomunikasi dengan brand via social media, sehingga beberapa brand mulai membangun customer service nya di twitter.

Bagaimana dengan pemerintaha dan politik? Tidak bisa dipungkiri, padatnya penduduk social media menjadi sasaran yang empuk untuk melakukan sosialisasi dan penyebaran informasi. Sebagai contoh Pemda DKI mulai aktif menggunakan medium Youtube untuk menyiarkan rapat-rapat penting sehingga transparan dan masyarakat bisa melihat langsung. Beberapa kotamadya dan propinsi juga sudah memiliki account social media, baik institusi maupun pejabatnya. Social media menjadi cara yang paling cepat dan mudah untuk menyapa warganya serta mendengarkan keluhan dan masukan sehingga bisa membuat keputusan secara cepat dan tepat.

Masa kampanye pemilihan legislatif dan capres juga mulai memanfaatkan medium ini. Disamping mudah, murah dan cepat, mereka bisa langsung berkomunikasi dengan konstituennya. Bahkan beberapa partai sudah menyiapkan jauh-jauh hari infrastuktur digitalnya, sehingga ketika memasuki masa kampanye mereka sudah siap tempur.

Tidak semua orang atau organisasi paham bagaimana menggunakan social media untuk berkampanye, walaupun sebagian besar menyadari bahwa social media adalah sarana yang penting. Saat ini di Indonesia memang belum ada aturan yang jelas bagaimana berkampanye di social media. Etika pun masih diputuskan masing-masing karena belum ada etika baku bagaimana berperilaku di social media. Di negara lain  sudah ada yang mempunyai aturan dan etika ber-social media.

Karena belum ada aturan yang baku, komunikasi di social media menjadi begitu semrawut dan membuat kesal banyak orang. Mereka bahkan berharap pemilu lekas usai, sehingga social media kembali tenang tidak panas seperti masa sekarang. Beberapa orang/organisasi pun menetapkan aturan dan etika sendiri, karena bagaimana pun social media adalah ranah publik jadi cara berkomunikasinya sama seperti di offline harus ada aturannya. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak yang tidak menggunakan aturan, bahkan menggunakan “mesin” atau account-account yang tidak jelas, dalam berkomunikasi sehingga seringkali membuat gerah dan mudah menyulut emosi.

Saat ini kampanye Pilpres sedang berlangsung, dan social media menjadi arena “tempur” yang sangat panas. Dibutuhkan kelapangan hati untuk tidak mudah terpancing dalam perseturuan. Memperbanyak konten positif untuk dibagi, melakukan diskusi dengan kepala dingin dan harus pintar memilih mana yang perlu direspon mana yang tidak. Serbuan konten-konten provokasi tidak bisa dihindarkan, sehingga kita harus jeli. Tidak semua colekan di social media harus ditanggapi, dan harus tahu kapan berhenti dalam diskusi di social media yang tidak tentu arah serta berkepanjangan. Karena pada dasarnya publik tidak menyukai “perseteruan” yang terus menerus sehingga bisa menjatuhkan diri sendiri.

Akhirnya, gunakan social media untuk berkampanye secara efektif dengan mempersiapkan konten yang menarik dan bisa dipertanggungjawabkan. Gunakan account-account yang bisa dipertanggungkawabkan. Kita sama-sama menjaga agar interaksi di social media tetap sehat dan hindarkan perseteruan di online. Karena tidak ada keributan di online yang bisa diselesaikan dengan baik. Pemilih sudah semakin cerdas, dan mereka tidak mudah dihasut dengan issue-issue negatif yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Buat partai dan orang-orang yang bakal duduk di posisi politis, bangun rekam jejak di online dengan baik karena itu bisa menjadi modal ke depannya nanti, karena apapun yang sudah diposting tidak bisa dihapus atau dihilangkan, banyak malaikat pencatatnya.

“Tuhan Maha Pengampun dan bisa menghapus dosa manusia, Google tidak.”

3 Replies to “Kampanye di Social Media”

  1. Untung nemu tulisan dari mba Ai, nice mba, personally sy kadang akan terpancing “rusuh” dg “hater” kubu sebelah hehe

  2. Untung nemu tulisan mba Ai, nica Mba. Personally kadang saya akan terpancing “rusuh” dengan ” hater kubu sebelah”

Tinggalkan Balasan