Foto by Om Bimo
Foto by Om Bimo

Dear anakku,

aku menuliskan ini dengan harap suatu saat kamu membaca dan mengerti.

Aku selalu memintamu untuk menghormati ibumu, bukan karena ibumu gila hormat. Aku ingin mengajarkan kepadamu untuk menghargai orang lain sekaligus menghargai dirimu sendiri. Kelak kamu juga akan menjadi ibu. Tanpa mengecilkan kemampuanmu, ketahuilah nak bahwa di sepanjang jejak langkahmu selalu ada peran orang lain di dalamnya. Tidak ada keberhasilan yang diperoleh seorang diri. Tidak ada.

Aku selalu memintamu untuk berbuat baik kepada ibumu. Bukan karena aku ingin balasan atas semua yang aku lakukan. Sama sekali bukan. Aku sudah sangat bahagia dengan hadirmu, kamu adalah berkah, kamu adalah anugerah. Kamu harus belajar tentang membalas semua kebaikan orang kepadamu, sehingga kamu menjadi anak yang tahu terima kasih. Berterimakasihlah kepada orang-orang di sekitarmu, dan berterimakasihlah kepada Tuhan Sang Pencipta.

Aku selalu memintamu untuk mematuhi ibumu, bukan karena ibumu sok tahu. Juga bukan karena aku ingin dituruti. Ibumu sudah lebih dulu menjalani hidup ini dengan segudang duka lara. Perjalanan panjang yang penuh dengan pengalaman. Aku tahu jamanmu berbeda dengan jamanku, tetapi kebijaksanaan manusia tetaplah sama. Aku hanya ingin memberitahumu jalan yang layak kamu tempuh sampai kamu cukup dewasa untuk menentukan jalanmu sendiri. Ibu adalah orang yang tidak akan pernah menjatuhkan anaknya, karena kebahagiaan anak adalah kebahagian Ibu. Mungkin aturan Ibu tidak sepenuhnya benar atau tidak kau pahami, tetapi tidak ada sedikit pun niat untuk mencelakaimu. Karena aku ibumu. Kelak, ketika kamu beranjak remaja hidupmu adalah hidupmu dan Ibu mungkin sudah tidak paham itu. Aku hanya akan menuntunmu di samping, menemanimu dan pilihan langkah ada di tanganmu. tetapi ingatlah selalu, ketika kamu jatuh, Ibu yang selalu ada untuk menggenggammu. Karena aku ibumu.

Aku selalu menyuruhmu meminta maaf jika salah. Bukan karena ibumu yang paling benar dan tidak pernah salah. Ketika kamu dewasa, kamu akan bertemu dengan beragam manusia. Dalam perjalanannya selalu ada salah atau hal-hal yang kurang berkenan. Meminta maaf bukan berarti kita kalah, tetapi menyadari sebagai manusia selalu ada salah dan lupa jadi tidak perlu tinggi hati. Permintaan maaf, salah atau benar, sedikit banyak meredakan amarah. Ingatlah itu anakku.

Aku tidak pernah melahirkan anak karena berharap kelak ketika tua ada yang merawat. Aku justru ingin, ketika tua aku tidak menyusahkan siapa pun termasuk anakku. Mungkin jamanmu nanti akan berat tetapi yang pasti berbeda dengan jaman ibumu. Harapanku, kamu menjadi anak yang mandiri dan rendah hati. Anak yang bisa menghargai orang lain sekaligus menghargai diri sendiri. Apapun pilihan jalanmu kelak, ketika hadirmu memberikan manfaat buat sesama, dan jalanmu ada di jalan NYA maka paripurna sudah kebahagian ibumu.

Doaku selalu untukmu anakku, dan yakinkanlah bahwa kapan pun  dan di mana pun, Ibumu akan selalu memelukmu dengan hati dan doa.

Karena aku ibumu.

Untuk anakku ; Haiqa Matahati.

27 Replies to “Karena aku, Ibumu”

  1. Ada beberapa poin di tulisan ini yang semasa dulu sempet argumentatif sekali buat kami berdua (aku sama mamah), sampe akhirnya clear dan nggak lama setelah itu malah kebukti di suatu kejadian, bikin aku tersadar, investasi positif seorang Ibu ke anaknya dari lahir sampai dewasa is really future-time-lapsing (in my words).

    Karena mungkin omongan beliau nggak terbukti di masa lalu, tapi di masa depan nanti, dan begitu juga sebaliknya, dan ini terjadi berkali-kali di masaku.

    The good conclusion is, mungkin setiap ibu perlu banget bikin tulisan semacam ini entah itu bentuk digital ataupun nulis di binder note buat anaknya kelak.

    Love always our moms :’)

  2. iya..betul mbak…………beda jaman….beda cara mendidik……jaman ibuk ku ndidik aku….dengan jaman ku ndidik anak2ku….kyk tadi pagi, anakku nggak mau masuk sekolah….alasannya sakit perut, tak ajak ke dokter nggak mau. trus dia diem, aku nanya….emang knp di sekolah? lagi tengkar sama temen apa abis dimarahin bu guru? dia ndingkluk, trus sambil ngliat ke wajahku anakku bilang…dia selalu di tukari sama seorang temennya. tak bilang gini, oke, nggak pa2 skrg nggak masuk, tp besok harus masuk dan jadi anak yg lebih berani. Bilangin ke temennya, kalo suka bertengkar itu temennya setan, yg bertemen ama setan, bakalan masuk ke neraka. beres….. trus tak tinggal adus………lhah, keluar kamar mandi, anakku malah nangis,. dia bilang, gini, “uti bilang, kalo ndak sekolah nanti jadi bodo, ndak tau malu, males…gitu nda” dhuuuuh Gustiiii……….trus aku kudu piye jal?

    1. hahahaa…problem ortu sekarang ya….memang harus dijelaskan sih masing2 posisi dengan tetap saling menghargai

  3. Yaaaa… Aku pun jaman abege dulu sering sebel dengerin nasehat bapak karena terlalu sering, berulang-ulang dan ternyataaaa… setelah cukup berumur barulah semua nasehat bapak itu bisa aku pahami dan membenarkan semuanya :’)
    Sama dengan mengajarkan berhitung/membaca ke anak TK, bagi yang ngajar itu adalah hal remeh temeh tapi tidak bagi anak-anak, semua itu hal baru dan asing!

  4. kalo bikin tulisan kok sukanya bikin orang jadi mewek…. Ketahuilah Nak…bahwa aku temen ibumu… *maksa

  5. alhamdulillah…aku sudah enam hari di rumah kemarin, nguwel-nguwel ibu…
    tapi tetap merasa DEG…
    MBA AII TANGGUNG JAWAB!! :'(

  6. Tulisan ini sungguh rapuh..rapuh untuk dibaca seorang ayah yang gagal mempertahankan statusnya sebagai suami, namun untuk melepas status itu akan selalu ada ego antara status istri dan suami.

    seorang ayah akan merelakan hidupnya sepi tanpa anak tumbuh disisinya karena dia harus memberi percaya kepada ibu sang anak untuk mengawal masa keemasanya meskipun tanpa status istri lagi.

    You got my sentimentil moment just only i saw the pictures.

    Sincerely
    Ayah Seorang Putri Cantik

  7. harapanku kamu menjadi anak yang mandiri dan RENDAH hati…^_^

    Permintaan maaf, salah atau benar, sedikit banyak meredakan amarah ^_^

    cukup membuat sy membacanya berulang-ulang mbak, nun.. ^_^
    thanks

Tinggalkan Balasan