Negeri ini sedang gaduh. Perseteruan antara KPK dan Polri menyeret banyak pihak termasuk rakyat. Posisi rakyat seperti biasa dipihak yang terjepit padahal gak punya kuasa. Apalagi sisa-sisa perpecahan akibat Pilpres belum pulih benar, maka makin mudahlah  untuk saling mengadu. Doh! Belum lagi issue-issue lain yang berkembang dan sailing menunggangi. Begitulah hukum para oportunis, di mana ada keributan di situ ada peluang.

Diantara gegap gempita kegaduhan, tiba-tiba muncul kabar bahwa “keributan” ini sengaja untuk mengalihkan perhatian publik dari kasus perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Waduh, benarkah?

Freeport sebagai salah satu penambang terbesar di negeri ini sudah pasti selalu dapat sorotan. Bukan cuma dari negeri ini, tetapi juga dari negeri asalnya. Banyak pihak yang merasa punya kepentingan di sana. Salah satu issue yang lagi memanas adalah tentang perpanjangan kontrak kerja. Gossipnya Freeport minta perpanjangan kontrak hingga tahun 2031 sebagai tanggapan atas UU Minerba yang mewajibkan setiap pertambangan membangun smelter.

Penasaran atas kabar bahwa masalah KPK vs Polri adalah pengalihan issue kontrak Freeport, saya pun membaca berbagai artikel dan berhenti di kata : SMELTER. Apa sih smelter ini kog sampai membuat Freeport minta tambahan kontrak, dan apa gunanya smelter buat negeri ini?

Dan inilah ternyata smelter itu :

sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti: timah, nikel, tembaga, emas dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian.

Lalu kenapa harus membangun smelter? Ternyata UU Minerba yang baru menetapkan semua pertambangan wajib mempunyai smelter yang gunanya untuk mengolah bahan mentah karena ekspor bahan mentah bakal dilarang sama sekali.

Bagus dong ya.. biar negeri ini juga menikmati kekayaan alam secara wajar. Dengan dibangun smelter maka ada beberapa nilai tambah yang bisa diperoleh yaitu :

  1. meniambah nilau jual tambang dan mineral
  2. meningkatkan investor dalam dan luar negeri
  3. membuka lapangan kerja baru

Memang sih bikin smelter butuh waktu, dana, lahan, dan listrik tetapi melihat hasil pertambangan yang selama ini diperoleh para pengusaha sudah sewajarnya dong pemerintah meningkatkan nilai manfaat untuk kemakmuran rakyat. Masak iya tidak ada penambahan hasil atas tambang dan mineral negeri sendiri setelah puluhan tahun. Bukankah UUD 1945 pasal 33 pun sudah mengamanatkan dengan jelas.

Di masa pemerintahan Jokowi di mana pembangunan infrastruktur menjadi salah satu agenda utama pembangunan untuk meningkatkan investasi, sudah selayaknya pertambangan menjadi perhatian. UU Minerba harus segera diterapkan untuk memberikan nilai lebih atas hasil mineral dan tambang. Bukan lagi sekedar mengekspor bahan mentah, tetapi yang sudah diolah sehingga memberikan tambahan pendapatan negara dan lapangan pekerjaan yang lebih luas.

Pertambangan harus menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di kawasannya. Bukan rahasia lagi, penduduk di kawasan pertambangan lebih banyak  yang berada di bawah garis kemiskinan dengan tingkat pendidikan yang memprihatinkan. Dengan UU Minerba diharapkan, terjadi pertumbuhan ekonomi yang signifikan, peningkatan kesehatan dan  pendidikan terutama bagi masyarakat sekitarnya.

Beberapa hari lalu, saya berkesempatan nonton film dokumenter “Tanah Mama“, yang bercerita tentang perjuangan seorang perempuan Papua. Papua sebagai daerah dengan sumber tambang mineral terbesar, warganya justru sangat miskin, tidak berpendidikan bahkan kondisi kesehatan pun sangat buruk. Bukankah sudah seharusnya mereka ikut menikmati hasil bumi dari tanah mereka, bukan seperti sekarang ini.

Di luar segala kegaduhan, saya sangat berharap pengelolaan pertambangan harus bisa memakmurkan rakyat terutama warga di kawasan tersebut. Bisnis harus dibangun dengan memberi nilai manfaat kepada sekitarnya, bukan hanya mencetak keuntungan sebesar-besarnya dan mengabaikan lingkungan. Sudah saatnya pemerintahan Jokowi mewujudkan komitmennya seperti amanat UUD 1945 : Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

5 Replies to “Kekayaan di (perut) Bumi untuk Siapa?”

  1. Ping-balik: Menjemput Harapan |

Tinggalkan Balasan