Indonesia sebagai salah satu dari 5 negara dengan penghuni jagat online terbesar memberikan dampak yang luar biasa. Selain Indonesia menjadi salah satu pasar online dan media sosial yang seksi, perubahan perilaku manusia pun terjadi tanpa disadari.
Cepat Terkenal Melalui Media Sosial
Dulu untuk menjadi terkenal atau selebriti orang harus punya karya heboh dan sering nongol di tivi atau menjadi artis dan tokoh yang kegiatannya sering diliput media. Sekarang di zaman media sosial, orang bisa terkenal dengan cepat hanya karena mempunyai banyak follower di Twitter, Instagram, atau Youtube. Sering kali orang menyebutnya sebagai selebtwit, selebgram, atau seleb Vlogger.
Kategori para seleb ini kurang begitu jelas. Apakah berdasarkah jumlah follower tertentu, atau yang postingannya menuai banyak komentar dan banyak di-share orang? Sering direspons di sini bukan hanya karena hal-hal yang positif, tetapi juga hal yang negatif. Entah kenapa di Indonesia, akun-akun yang sering twitwar atau berantem di online lebih dikenal, dan biasanya selesai berantem, mereka mendapatkan bonus kenaikan jumlah follower.
Para seleb di sini tidak selalu artis atau tokoh. Kebanyakan bahkan orang biasa, tapi karena konten postingannya mendapat banyak follower atau respons, mereka kemudian menjadi terkenal di media sosial.
Yang menarik adalah, para seleb–yang berasal dari orang biasa yang menjadi terkenal di media sosial–akan mengalami perubahan yang signifikan. Bukan hanya terkenal, tetapi juga mendadak berlimpah materi. Jangan heran kalau anak zaman now cita-citanya jadi selebgram atau vlogger terkenal, karena duit berlimpah. Bahkan terkadang mengalahkan pendapatan artis yang sudah lama malang melintang di jagat hiburan.
Berbagai cara pun ditempuh untuk menjadi seleb di dunia online. Bukan hanya orang-orang biasa, tapi para artis yang sudah tidak dikenal atau kurang terkenal pun menempuh jalan ini untuk meraih popularitas (lagi). Ada yang menjaga penampilan visualnya dengan sangat baik, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Dan tidak segan-segan merogoh kocek demi penampilan paripurna menjadi dambaan ribuan bahkan jutaan follower-nya.
Ada yang berubah menjadi sangat religius. Jualan agama masih laku, baik zaman dulu maupun zaman media sosial. Semua berlomba-lomba menampilan diri paling religius dan agamis.
Atau ada yang menempuh dengan cara yang tidak biasa. Berantem, bikin postingan kontroversi kalau perlu bikin drama settingan supaya dibahas netizen gak kelar-kelar sampai trending topic.
Follower Media Sosial Adalah Segalanya
Lepas dari bagaimana cara meraih follower, para seleb ini menjadikan jumlah follower adalah segalanya. Mereka lupa, yang namanya platform media sosial itu bisa tiba-tiba tutup, dihapus, atau hilang dari peredaran jagat maya.
Lalu apa yang terjadi jika Instagram atau Youtube hilang? Selain followernya ilang, pemasukan hilang, jati diri pun ikut hilang.
Sungguh berbahaya, terutama bagi anak muda yang masih gegar dunia maya. Siap nggak mereka menghadapi kenyataan tiba-tiba tidak punya uang dan hilang eksistensinya? Karena sesungguhnya tidak ada yang abadi di dunia ini, apalagi dunia maya. Siapa dulu yang akan menyangka Friendster bisa tutup? Atau sekarang, banyak yang kaget tiba-tiba platform Path ditutup.
Bisnis digital sangat kompetitif dan memiliki hitung-hitungan yang berbeda dengan bisnis konvensional. Memiliki banyak pengguna bukan berarti bakal eksis selamanya.
Mabuk follower media sosial sepertinya sama bahayanya dengan mabuk narkoba. Dua-duanya bisa adiktif dan perlu detoksifikasi. Bisa jadi mabuk follower jauh lebih berbahaya. Bagaimana menahan diri agar tidak larut dalam ingar bingar popularitas dan limpahan materi yang didapat? Bukankah hampir semua orang pengin kaya dan populer? Tiba-tiba jatuh miskin dan tidak dikenal bisa membuat sakit jiwa dan depresi. Mungkin gegar dunia maya ikut menyumbang naiknya jumlah anak muda yang depresi dan bunuh diri. Secara usia belum matang, tetapi secara pendapatan dan popularitas sudah luar biasa.
Menjadi populer dan banyak uang pun bukan tanpa risiko. Cyberbullying dan godaan duniawi juga semakin banyak. Kalau tidak bisa menahan diri dan emosi, bisa larut dalam kehidupan yang membahayakan dirinya sendiri. Celakanya anak muda masih banyak yang belum matang secara emosi dan pemikiran.
Lalu bagaimana supaya tidak mabuk follower media sosial dan terjerat dalam masalah serius? Saya sendiri tidak tahu jawabannya.
Mungkin pesan yang bisa saya sampaikan hanyalah nikmati semuanya, tapi tahu batasnya. Karena semua bisa hilang dengan cepat. Bikin karya di dunia nyata, apa pun itu. Karena karya nyata dan berdampak pada banyak manusia jauh lebih bernilai secara jangka panjang dan membawa kehidupan menjadi lebih berarti baik secara materi maupun spiritual.