Photo by: CNNIndonesia.com
Photo by: CNNIndonesia.com

Kalau kita ngomong soal kemajuan suatu bangsa, tidak bisa tidak kita harus bicara tentang manusianya. Indonesia yang terkenal dengan “gemah ripah loh jinawi”, nanam tongkat jadi tanaman, itu cerita usang yang meninabobokan. Seakan tanpa melakukan apa-apa kita bisa sejahtera, toh Tuhan begitu baiknya melimpahkan kekayaan alam di bumi ini. Lihatlah sekarang, bagaimana wajah negeri ini? Apakah masyarakatnya sudah makmur semua?

Kalau kita bicara sekarang, data menunjukkan hasil pertanian bukan menjadi sumber utama kemakmuran negeri ini, bahkan lebih banyak cerita miris petani. Bicara hutan, yang paling banyak dibahas adalah berkurangnya hutan tropis penjaga keseimbangan alam secara besar-besaran bahkan setiap tahun menyumbang masalah asap yang semakin meluas dan berkepanjangan. Bicara minyak bumi? Kita hanya jadi penyedia sumbernya, proses penambangan hingga pengolahan dilakukan oleh pihak asing yang lebih pintar. Kita hanya mampu menjual mentahnya yang harganya tidak seberapa. Itu pun semakin berkurang dan terus menipis tinggal menunggu sebentar lagi habis.

Lalu bagaimana negeri ini bisa bertahan dan meraih kemakmuran? Negeri yang kaya raya akhirnya akan habis juga kekayaannya jika tidak diolah secara pintar. Untuk itu diperlukan manusia yang cerdas. Negeri yang kaya dengan sumber daya manusia berkualitas tidak akan pernah kehabisan “kekayaannya” karena ada jutaan pemikir dan pelaku yang terus mencari jalan keluar bagi kemakmuran negeri. Salah satu cerita yang sangat terkenal tentang negeri Jepang adalah, ketika Hiroshima di bom, pertanyaan pertama dari pemimpin negeri itu adalah, “ berapa jumlah guru yang tersisa?”

Kabar gembiranya adalah, semakin banyak orang sadar bahwa mendidik manusia itu penting. Mencerdaskan bangsa itu bukan sekedar menjadi pembukaan UUD 1945 tetapi kewajiban yang harus terus dijalankan. Bukan sekedar memenuhi UU tetapi nasib bangsa di tangan manusia-manusia ini. Apalah jadinya negeri ini jika dikelola oleh manusia yang tidak berpendidikan?

Cerita tentang Gamma Abdurrahma Thohir, seorang pelajar SMA sudah sibuk mewujudkan proyek pembangkit listrik tenaga air micro hydro di Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi adalah salah satu kabar gembiranya. Di usianya yang masih 15 tahun, Gamma benar-benar ingin mewujudkan hal itu, bukan sekedar memenuhi tugas sekolah tetapi bisa jadi karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat Sukabumi.

Dibutuhkan banyak Gamma agar negeri ini bisa mewujudkan kemakmurannya. Adaro Energy, salah satu perusahaan tambang terbesar juga menyadari hal itu. Dari sekian program CSR, Edukasi juga menjadi perhatiannya. Adalah Boy Thohir CEO dari Adaro Energy yang ingin mewujudkan nilai yang dianut bahwa sebuah bisnis akan maju dan berkelanjutan jika membawa dampak yang signifikan bagi dunia bisnis itu sendiri, serta untuk masyarakat, lingkungan dan keluarga.

Banyak hal telah dilakukan oleh Adaro Energy. Selain dibidang pendidikan mereka juga memiliki program CSR berbasis ekonomi, lingkungan, kesehatan dan sosial budaya. CSR bukan sekedar program untuk memenuhi syarat wajib sebuah bisnis di Indonesia, tetapi Boy Thohir saudara dari Erick Thohir ini menyadari tentang pentingnya sebuah bisnis bisa memberikan perubahan positif bagi masyakarat serta lingkungan.

Semoga apa yang dilakukan Adaro Energy bisa melahirkan lebih banyak Gamma di negeri ini, dan diikuti oleh pebisnis lain. Dibutuhkan tindakan nyata para pengusaha untuk membantu pemerintah mempercepat dan memperluas program mencerdaskan masyarakat Indonesia, supaya kita tidak tertinggal jauh dari bangsa lain dan hanya jadi sasaran tempat jualan.

 

Tinggalkan Balasan