Minggu lalu, saya dapat kesempatan untuk menyaksikan pemutaran film dokumenter Mengejar Impian garapan sutradara kondang Nia Dinata kerjasama Kalyana Shira Foundation dengan Putera Sampoerna Faoundation (PSF) dalam rangka penggalangan dana masyarakat untuk program bea siswa. Sebuah film dengan setting kota Malang tempat sekolah impian yang bertujuan mencetak pemimpin-pemimpin masa depan. Dalam program tersebut, anak-anak penerima beasiswa harus menjalani tes penerimaan yang cukup ketat dan tidak mudah. Bagi yang lolos, bukan hanya sekolahnya yang dibiayai tetapi seluruh biaya hidup ditanggung oleh PSF sehingga murid-murid bisa benar-benar berkonsentrasi belajar meraih impiannya.
Suatu hal yang tidak biasa, sebuah foundation milik perusahaan besar mengadakan penggalangan dana, karena pandangan masyarakat selama ini bahwa PSF adalah milik pengusaha kaya raya yang tidak perlu bantuan masyarakat. Eitts jangan salah, kebutuhan akan dana pendidikan yang berkualitas itu sangat besar, tidak bisa ditangani sendiri oleh sebuah foundation, perlu uluran tangan bersama. Dan bantuan dari masyarakat bukan sumbangan besar dan glondongan, tetapi seperti yang Pak Putra Sampoerna katakan : bukan jumlah donasinya yang utama, tetapi kebersamaannya. Walaupun kecil jika dilakukan bersama-sama dengan banyak orang maka akan menjadi kekuatan luar biasa.
Film dokumenternya sendiri terkesan kurang greget. Padahal tokoh-tokoh yang bermain sangat beragam dan banyak hal-hal yang menarik yang bisa diangkat. Misalnya ibu dari Aang, seorang orang tua tunggal yang berjuang membesarkan anaknya setelah ditinggal mati suaminya, Kegigihan seorang perempuan bisa digarap lebih menyentuh. Atau ada kakaknya salah satu tokoh yang gagu tetapi semangat untuk menjadi pemulung demi membantu keluarganya bisa lebih mengharu biru.
Karena untuk penggalangan dana, kenapa tidak menayangkan lebih banyak anak-anak yang gagal menerima beasiswa padahal mempunyai potensi? Justru kegagalan mereka dapat menggugah hati penonton bahwa perlu banyak uluran tangan untuk membantu anak-anak kita meraih impiannya. Menurut saya sah-sah saja film dokumenter dibuat lebih dramatis toh tujuannya adalah untuk menyentuh emosi masyarakat agar lebih peduli dan tergerak hatinya. Sekali lagi ini pendapat saya pribadi.
Tetapi yang terpenting adalah pesan bahwa semua anak bisa punya impian dan dapat meraih mimpinya jika dia bersungguh-sungguh belajar dan berusaha. Tugas kita lah untuk membantu menfasilitasi agar mimpi itu menjadi jalan hidupnya. Menggantungkan harapan pada pemerintah sepertinya hanya akan memperbanyak kekecewaan. Sudah saatnya kita bergerak, karena nasib pendidikan anak bangsa sudah sangat memprihatinkan. Kalau kita bersama-sama bergandengan tangan, saya yakin kita pasti bisa, demi anak-anak kita. Wahai anak muda beranilah bermimpi karena dengan kegigihanmu selalu adalah jalan untuk meraihnya!
Mimpi itu gratis toh ? saya juga suka bermimpi… tapi sangat jarang buat membuat mimpi itu nyata.. yah tapi saya juga gak selamanya bakal seperti itu XD suatu saat nanti mimpi yg saya punya bakal saya wujudin *ambil iket kepala*