Sebentar lagi Indonesia akan mendapatkan Presiden baru dan wakil Presiden baru stok lama. Banyak harapan tersemat dan tentu saja banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya krisis BBM dan subsidi BBM. Kelangkaan BBM sudah meresahkan masyarakat dari minggu kemaren, orang antre hingga kilometer panjangnya untuk membeli bahan bakar. Bahkan ada yang sampai di penjara karena emosi mengatre kemudian marah-marah di social media memaki-maki suatu kota. Kelangkaan BBM membuat sumbu manusia makin pendek, cepat tersulut.
Urusan BBM sudah menjadi kebutuhan pokok manusia. Transportasi sudah menjadi keharusan dalam aktivitasnya. Hampir di berbagai kota di Indonesia, kebutuhan BBM sangat tinggi, sedangkan negeri kita yang dulu kaya akan bahan minyak sekarang semakin menipis persediaannya. Lagipula, kita hanya menjual bahan mentah, pengolahan dan proses produksi dilakukan oleh bangsa lain, sehingga kita harus impor untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri. Negeri yang katanya sumber daya alamnya berlimpah ruah, harus menjadi importir atas sumber daya alam juga. Bukan cuma BBM, tetapi juga batubara dan mineral lainnya. Semua impor, karena hanya punya bahan mentah tanpa bisa mengolah. Akan sampai kapan kita begini?
Mumpung nih Presidennya baru, kenapa kita gak beres-beres juga urusan “dapur” kita sendiri. Bahan-bahan mentah kita punya (walau mungkin sudah tidak banyak lagi), tenaga manusia yang cakap juga sudah banyak, saatnya kita mulai memproduksi sumber daya alam dan mineral sendiri. Minimal untuk kebutuhan kita sendiri lah. Perusahaan asing yang selama ini melakukan eksplorasi dan eksploitasi, mulai sekarang harus legawa untuk melakukan transfer teknologi, transfer knowledge kepada bangsa Indonesia. Toh mereka sudah puluhan tahun mendapatkan hasil sumber daya mineral dan batubara kita. Bukan berarti bisnis mereka harus merugi atau ditutup, tetapi bagaimana proses pengolahannya dilakukan juga di sini.
UU Mineral dan Batubara (UU Minerba) saatnya untuk diaplikasikan. Bukan lagi berbantah-bantahan kapan waktu yang tepat untuk menerapkan, karena pilihannya tinggal dilaksanakan sekarang. Pemerintah sudah menyediakan waktu 5 tahun untuk bersiap-siap melakukan proses pengolahan di dalam negeri. Dengan teknologi semakin canggih dan efisien, diharapkan proses pemindahan produksi semakin mudah.
Apalagi Indonesia menjadi acuan dalam ekonomi global dan harus mengikuti standar tata kelola sumber daya mineral dan batubara Internasional. Teknologi yang semakin maju dan manusia yang terdidik semakin banyak, sangat mungkin pengolahan sumber daya Minerba dilakukan di sini. Kita tidak bisa lagi hanya sekedar mengeksplorasi dan mengeksploitasi tambang dan mengabaikan keseimbangan lingkungan. Kerusakan yang cukup parah terhadap lingkungan di Indonesia sudah terjadi, kita tidak perlu menambahi lagi dengan mengabaikan tata kelola pertambangan yang serampangan.
Bagaimana pun kita tetap membutuhkan olahan sumber daya mineral dan batubara, dan setiap perusahaan yang melakukan bisnis di bidang itu pun harus untung, tetapi jangan mengabaikan kondisi lingkungan yang ada. Kerusakan alam yang besar di Indonesia akan mengakibatkan perubahan iklim di dunia. Jadi bukan hanya Indonesia yang merasakan dampaknya, tetapi seluruh dunia. Sudah saatnya kita arif dan bijaksana mengelola pertambangan dan menjaga lingkungan. Kalau tidak sekarang kapan lagi? Mumpung Presidennya baru.