Bapak kerja (800x600)

Pagi-pagi, dapat SMS dari Nessa (teman sekaligus penyiar radio di Semarang) yang mengajakku on air di radionya membahas tentang Pahlawan. Ohya hari ini tanggal 10 Nopember dan dirayakan sebagai hari pahlawan di negeri tercinta. Aku pun menyetujui interview singkat via telepon pagi ini. Seperti biasa pertanyaannya gak jauh-jauh dari Akademi Berbagi, gerakan sosial yang aku dirikan sekaligus tempat aku berkiprah sebagai volunteer hingga sekarang. Sampai kemudian ada pertanyaan yang cukup membuat aku merenung, yaitu: Kalau Mba Ai jadi pahlawan, ingin menjadi pahlawan bagi siapa?

Aku pun ingin menuliskan jawabanku beserta penjelasannya dalam blog ini. Semata-mata ingin kelak ketika anakku cukup dewasa akan membaca tulisan ini dan paham seperti apa ibunya. Sebagai anak, Kika bebas menentukan mau jadi apa, yang aku perlu tanamkan adalah nilai yang dia pegang sepanjang hidupnya sebagai arahan perjalanan ketika meraih mimpinya. Bebas bukan berarti melanggar aturan dan tatanan sosial, harus ada moral dan nilai yang menjaga langkahnya.

Pertanyaan : Aku ingin jadi pahlawan buat siapa? Sejujurnya hal itu tidak pernah terpikir di kepalaku, bahkan terlintas pun tidak. Menjadi pahlawan bukan tujuan, tetapi penghargaan yang diberikan orang lain atas karya seseorang tanpa diminta. Dan menurutku pahlawan itu subyektif, setiap orang punya penilaian dan sosok masing-masing. Kita layak menghargai pilihan pahlawan mereka. Untukku, pahlawan adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh siginifkan dalam hidup dan biasanya bukan orang jauh. Ibu dan Gus Dur adalah pahlawanku, kedua sosok tersebut sangat dekat dengan kehidupanku dan memberikan inspirasi hingga sekarang. Karya dan petuahnya tetap melekat di kepala dan hati. Mereka mempengaruhi cara pandang dan pemilihan tindakan dalam banyak hal.

Lalu bagaimana dengan anakku? Dia adalah manusia merdeka yang bebas memilih siapa pahlawannya. Kalaupun ibu bukan pahlawan baginya, gak jadi masalah. Ada yang lebih penting daripada dikenang sebagai pahlawan, yaitu seberapa besar kehadiranku memberikan manfaat buat orang lain. seberapa banyak orang yang mau melakukan perubahan dan berbuat baik karena aku. Ketika materi menjadi ukuran sebuah kesuksesan bagi banyak orang, menanamkan arti sukses adalah ketika hadirmu memberikan banyak manfaat buat orang lain menjadi penting untuk anakku.

Kenapa aku tidak layak memimpikan menjadi pahlawan?  Siapa aku? Betapa sombongnya aku, merasa berhak jadi pahlawan, sedang di luar sana banyak orang hebat dengan karya luar biasa. Kesombongan seringkali menjadi pemicu keruntuhan. Dan kesombongan selalu melekat dalam setiap laku keberhasilan. Menjaga diri sendiri agar tidak terjebak dalam kesombongan dan meluruskan setiap niat berkarya hanya pada nilai manfaatnya tidaklah mudah. Butuh keluasan wawasan, kelapangan hati dan kesadaran diri, serta waktu yang akan menempa terus menerus.

Ketika kita sadar sebagai manusia mempunyai tanggung jawab untuk orang lain, maka menjadi pahlawan atau tidak bukan lagi hal yang patut diusahakan. Biarlah orang lain yang menilai. Tugas dan tanggung jawab sebagai manusia adalah berkarya sebaik-baiknya, sebar manfaat sebesar-besarnya dan yakini bahwa setiap kesuksesan selalu ada peran orang lain di dalamnya. Jangan jumawa.

Kalau aku mati ingin dikenang sebagai apa? Aku tidak ingin dikenang sebagai apa atau siapa. Kalau pun orang-orang lupa tidak mengapa. Setiap masa melahirkan pahlawannya masing-masing. Ketika mati, urusanku tinggal dengan Yang Maha Pengasih, biarlah manusia melanjutkan hidup dengan pahlawan pilihannya.

2 Replies to “Pahlawan untuk Siapa”

Tinggalkan Balasan