holding-hands

Cerita satu.

Siang-siang yang terik, tiba-tiba seorang teman mengontak dan ngajak makan siang bareng. Mumpung lagi nganggur maka bergegaslah aku menuju tempat yang sudah disepakati. Sambil makan kami ngobrol ngalor-ngidul hingga kemudian membahas kehidupan pribadi. Temanku ini cantik, walau sudah memiliki anak badannya tetap terjaga bagus, dan selalu berdandan dengan sangat pas hingga enak dilihatnya. Pembawaannya yang ramah dan ceria mencerminkan hidupnya yang bahagia. Aktivitas sehari-hari selain jadi ibu rumah tangga, memiliki bisnis jual beli produk fashion untuk kalangan atas dan berhasil membeli beberapa aset dan properti dari keringat sendiri. Suaminya tidak kalah sukses, sebagai pejabat di perusahaan multinasional dengan gaji yang besar dan wajah rupawan. Semua orang kalau melihat pasti akan melihat iri sambil berujar : pasangan yang ideal. Hingga siang itu, dia menumpahkan kegundahannya, suami berselingkuh dengan teman sekantor. Aku terdiam tidak percaya, karena selama ini tampak baik dan harmonis. “Mereka kan hanya melihat luarnya, dan aku menyimpan rapat-rapat masalah ini. Kejadiannya sudah cukup lama hampir setahun.” Dan aku kembali takjub dengan temanku itu yang sanggup menahan derita dengan muka tetap ceria seakan tidak terjadi apa-apa. Lalu aku pun bertanya tentang rencana hubungan mereka. Dia pun menjawab dengan tegas, “aku tidak minta cerai, sudah kubicarakan semuanya berdua. Kita sama-sama memulai semua lagi dan aku tidak akan mengungkit masalah itu lagi. Setelah aku pikir, untuk apa bercerai? Mau kawin lagi? Mau dapat suami yang kayak apa? Jangan-jangan lebih buruk. Sudahlah aku terima, toh di luar kesalahan itu, dia ayah yang baik. Aku tetap meneruskan pernikahan ini, dan aku gak akan bertanya-tanya dia kemana, atau ngecek HP nya. Aku berusaha mempercayainya lagi.” Siang itu aku pun hanya menjadi pendengar yang baik, menerima tumpahan kegundahan hatinya. Karena hanya itu yang dia butuhkan, tanpa perlu nasehat atau masukan. Dia tahu apa yang terbaik untuk dirinya dan keluarga. Sampai hari ini aku masih sering bertemu dengan pasangan ideal ini dan senyum selalu mengembang di keduanya.

couple-in-love1

Cerita Dua

Ketika salah satu temanku memutuskan untuk menikahi suaminya yang sekarang, banyak yang tidak setuju dan mempertanyakan kesungguhannya. Temanku adalah perempuan yang sukses dalam pendidikan dan karir, mempunyai jabatan yang tinggi dengan penghasilan besar. Sebagai seorang perempuan single, dia sangat powerfull sehingga banyak cowo yang justru takut mendekat. Dia sendiri bukan perempuan yang mudah jatuh hati. Suatu hari dia dipertemukan dalam sebuah acara dengan cowo yang secara fisik sangat oke, wajah rupawan dan badan tinggi tegap tetapi pendidikan dan karirnya biasa saja. Entah kenapa, temanku langsung jatuh hati pada pandangan pertama dan kemudian hubungan itu berlanjut hingga kemudian menyatakan keinginannya untuk menikah. Gunjingan pun bergema di seputar kami. Cerita negatif tentang si cowo yang demen gonta-ganti cewe dan gak pernah serius dalam berhubungan. Kabarnya untuk mendapatkan temanku ini dia memutuskan secara sepihak pacarnya. Entah benar atau tidak. Hingga suatu hari aku dan temanku duduk berdua sore-sore di balkon apartemennya. Dia pun bercerita, ” aku tahu mereka ngomongin hubungan ini di belakang. Semua menuduh dia cowo matere dan mau sama aku karena ada kepentingan. Aku juga tahu bahwa mereka menuduhku merebut dia dari pacarnya. Setahuku ketika kami mulai pacaran dia tidak dengan siapa-siapa dan aku benar-benar merasa nyaman sama dia. Entah kenapa aku merasa dilindungi dan aku tetap bisa menghormati dia sebagai laki-laki. Aku menghargai pilihan karir dia, walaupun mungkin hasilnya tidak seberapa. Kenyamanan hubungan yang aku cari dan aku mendapatkan dari dia. Sebagai lelaki, dia tidak meko-neko, aku butuh itu untuk mengerem kekeraskepalaanku. Aku tidak peduli omongan orang, yang penting keluargaku dan keluarga dia merestui dan kami menikah dengan baik. ” Aku pun mengiyakan ceritanya, karena memilih pasangan sangat personal, dan tidak semua orang tahu yang yang benar-benar kita butuhkan. Jika memang dalam hubungan itu membuat nyaman kedua belah pihak, untuk apa repot mendengarkan tuduhan orang. Hingga hari ini, aku selalu senang melihat pasangan itu yang menurutku simbiosis mutualisme. Perempuannya cukup sibuk tetapi tetap menghormati suaminya, dan yang lelaki menyediakan banyak waktu untuk anak-anaknya di rumah. Tidak penting siapa yang lebih besar pendapatannya, yang penting saling menghormati dan nyaman dalam hubungan. Aku tidak pernah sekali pun melihat temanku ini berkata kasar pada suaminya, dan dia selalu menempatkan suaminya sebagai imam di keluarga.

holding hands 1

Cerita Tiga

Perempuan ini adalah kembang di kampusnya. Bukan karena wajahnya yang cantik, tetapi pembawaannya yang selalu ceria dan mudah menghidupkan suasana membuat semua orang senang di dekatnya. Beberapa lelaki berebut perhatian darinya. Beberapa kali menjalin hubungan, tetapi tidak ada yang bisa bertahan sampai ke jenjang pernikahan. Hingga suatu hari, dia bertemu seorang lelaki biasa saja dan cenderung membosankan. Tetapi dia gigih berjuang merebut hati sang perempuan. Secara sifat mereka jauh bertolak belakang, temanku yang perempuan adalah anak gaul, suka party dan nonton konser. Apapun konser musik dia kejar hingga ke negeri tetangga. sedangkan sang lelaki adalah pria rumahan, gak suka nonton konser ataupun hingar-bingar kehidupan malam. Jauh dari kata romantis, kalau kami bilangnya lempeng. Tetapi sangat pengertian dan pekerja keras. Dia tahu diri sebagai lelaki harus memberikan nafkah dan kehidupan yang baik bagi keluarganya. Sang perempuan, biasa dikerubuti lelaki yang doyan party, suka nonton konser musik dan romantis, tiba-tiba bertemu dengan lelaki yang lempeng ini kemudian merasa hidupnya bakal terjebak dalam kebosanan. Hingga suatu hari, dia memberitahu akan menikah dan memilih lelaki yang membosankan itu. Teman-temannya cukup kaget dengan keputusan itu. Tetapi pernikahan tetap berjalan, dan yang sibuk komentar dibiarkan bagai angin lalu. Sampai hari ini, aku melihat mereka bahagia. Sang suami yang sangat pengertian, memberi kebebasan pada istri untuk nonton konser, party dan jalan-jalan ke luar negeri sementara dia yang menjaga dan mengasuh anak-anaknya. Kata suami, “Gak papa Mah, kamu kan memang seneng begitu, asal tahu batasnya.” Dan setiap aku bertemu dengan sang istri ini, dia selalu berujar, “beruntung banget aku dapat suami yang baik, pengertian dan bertanggung jawab. Soal dia gak romantis dan membosankan itu gak ada apa-apa dibanding rasa sayangnya pada anak istri. Hingga hari ini aku selalu bersyukur memilih dia, apalagi setiap dengar ada teman bercerai aku selalu merasa tidak banyak lelaki baik seperti suamiku. Aku beruntung.”

Setiap manusia mempunyai preferensi berbeda dalam segala hal termasuk urusan jodoh. Jadi, seperti apa pasangan ideal menurutmu?

9 Replies to “Pasangan Ideal”

  1. sweet..
    untuk cerita nomor satu, pasti sang wanita bukan scorpio nih. scorpio nggak bisa kayak gitu, posesif membunuh kami para scorpio.. hahaha, tsurhat di lapak mbak ainun..
    btw, itu kisah nyata semua mbak?
    sweeeetttt

    1. Waah Fafa, berarti kamu harus dpt pasangan yg sangat teguh menjaga komitmen hehee..
      Sejauh ini cerita nyata walau identitas dan detilnya agak diubah utk menjaga privacy mereka :)

  2. Pasangan ideal itu pasti subyektif, setiap orang punya kriteria “ideal” masing-masing.

    Tapi satu hal yang pasti, pasangan yang ideal buat saya ya… yang sekarang jadi pasangan hidup saya. Seorang perempuan yang menjadi ibu dari anak saya (dan rencananya beberapa anak lagi :mrgreen: ), yang menjadi alasan bagi saya untuk melakukan hal-hal hingga batas kemampuan saya, yang bisa membuat dan menemani saya merasakan segalanya – suka maupun duka.

    :)

  3. pasangan ideal yg bisa menerima pasangannya apa adanya ;D
    klise sih tapi susah dipraktekin.
    mau prakter juga agak susah soalnya belum nemu jodohnya #eeaaa #malahcurhat

  4. kayaknya tau deh cerita ketiga ;) pasangan ideal? pasangan yang bisa melengkapi kekurangan. Klise ya? tapi mengamati orang-orang disekitarku, rasanya itu jawaban yang pas.

  5. hhmmmm……setuju banget mbak ai…”Setiap manusia mempunyai preferensi berbeda dalam segala hal termasuk urusan jodoh” ….hehee..sayangnya sampe sekarang juga belom nemu kategori pasangan yang ideal buat aku sendiri…..xixixiiii…….abis kayak nya kok jadi egois ya…nuntut pasangan yang begini, begene, dan begono…….tapi paling tidak…….pasangan yg ideal itu yang bersama nya kita merasa nyaman untuk jadi diri sendiri….wes cukup iku wae………#koyone ngunu mbak

  6. mantap mbak. suka deh dgn contoh cerita kedua. belajar untuk nggak dengerin apa komentar orang dan memilih membahagiakan diri sendiri.

Tinggalkan Balasan