“tulisan saya ini juga dimuat di http://akademiberbagi.org & foto by Suryo @siboglou

Kemaren lusa saya berkesempatan menonton Musikal Laskar Pelangi, dapat hadiah dari Susu SGM Sari Husada untuk Akademi Berbagi. Karena dapat cuma 2, saya menonton dengan salah satu pengurus Akademi Berbagi Jakarta, Ranum. Lumayan dapat tiket VIP sehingga bisa menyaksikan secara dekat.

Salah satu adegan yang cukup mengena di hati saya adalah, ketika awal masuk sekolah Bu Muslimah sang guru menunggu dengan harap-harap cemas dan nampak raut wajahnya yang gundah, jumlah murid yang akan bersekolah. Jika kurang dari 10, maka SD Muhammadiyah Gantong tidak berjalan. Betapa pentingnya angka 10 demi berlangsungnya sebuah sekolah yang notabene sangat dibutuhkan untuk masyarakat Gantong.

Hal tersebut kemudian mengingatkan saya kepada Akademi Berbagi. Sekarang ada sekitar 10 daerah yang melaksanakan kelas secara rutin yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Jogjakarta, Surabaya, Palembang, Jambi, Medan, Ambon dan Madiun. Untuk kelas di Jakarta relatif tidak banyak kesulitan, selalu ada guru yang bersedia mengajar dengan cuma-cuma dan cukup banyak murid yang berminat. Sedangkan di daerah, beberapa masalah yang timbul adalah ketersediaan guru dan murid. Iya murid. Kalau guru, bisa pahamlah, tidak banyak expertise atau praktisi di daerah karena semua berbondong-bondong ke Jakarta, sehingga di daerah kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas. Tetapi saya percaya, dan selalu meyakinkan teman-teman di daerah, bahwa pasti ada orang pintar dan baik yang mau berbagi di daerah masing-masing.

Bagaimana dengan murid? Masak tidak ada yang berminat belajar secara gratis dan mendapat ilmu yang manfaat? Begitulah kenyataannya, tidak selalu setiap kelas banyak muridnya. Seperti kemaren, Kepala Sekolah Palembang melaporkan, hanya 7 murid yang datang dan belajar padahal gurunya datang dari Jakarta dan membagikan ilmu yang sedang “hip” di dunia online. Beberapa daerah lain juga mengalami kekurangan murid dan mereka merasa kuatir dan kurang bersemangat menjalankan kelasnya.

Apakah ukuran kesuksesan dari kelas Akademi Berbagi adalah jumlah murid? Kebiasaan kita bahwa ukuran sukses dihitung dengan angka, dan event yang sukses adalah yang pesertanya membludak membuat kegiatan Akademi Berbagi juga merasa itu menjadi salah satu ukuran sukses. Saya pun sempat ikut berpikiran demikian. Sehingga kemudian kita gencar mengumumkan dan mengajak orang-orang supaya mau belajar.

Pada suatu hari, di suatu acara saya sempat ngobrol dengan Enda Nasution. Dia bercerita tentang pengalamannya mengikuti berbagai workshop di luar negeri. Salah satu cerita yang kemudian saya ingat terus adalah, dalam sebuah workshop yang terdiri dari berbagai tema, dan peserta boleh memilih tema yang diminati. Ada salah satu kelas yang pesertanya cuma satu orang dan workshop itu tetap berjalan, pembicara pun tetap bersemangat mengajar. Karena bukan jumlah yang dikejar, tetapi proses transfer ilmu dan diskusinya. Walaupun satu orang, jika dia bersungguh-sungguh dan berminat maka sangat mungkin ilmu itu akan meyebar dan bermanfaat.

DANG!! Saya pun merasa ditampar.  Apa tujuan saya dan teman-teman membuat Akademi Berbagi? Apakah mengejar sukses dengan jumlah murid yang banyak dan tumpah ruah? Saya pun kemudian mengingat kembali awal perjalanan kelas Akademi Berbagi yang dimulai dengan 10 orang. Semangat kami adalah belajar dan berbagi. Memberikan orang akses atau jembatan untuk mengembangkan diri dengan murah dan mudah. Ketika belajar, training maupun workshop semakin mahal, di kelas kami semuanya gratis. Guru-gurunya pun bukan sembarangan tetapi orang-orang ahli dan para praktisi yang berpengalaman dan bahkan dikenal di masyarakat.

Tugas kami, menjadi jembatan antara pemilik ilmu dan orang-orang yang membuthkan ilmu. Berapa pun yang datang dan belajar, kelas harus tetap berjalan. Karena sesungguhnya gerakan kami bukan untuk mengklaim diri sebagai kegiatan social movement yang besar dan berhasil tetapi justru kegiatan kami adalah memberikan akses kepada siapa saja yang ingin belajar dengan murah dan mudah, memberi kesempatan orang-orang yang mau berkembang. Kami akan sangat senang, ketika ada salah satu murid kemudian menulis di timeline : terimakasih @akademiberbagi pelajaran hari ini sangat bermanfaat.

Ketika kelas yang dibuat memberikan manfaat walaupun hanya 1 orang, itulah sebenarnya esensi dari kegiatan kami, menebar manfaat. Bukan soal jumlah.

Selamat satu tahun Akademi Berbagi, perjalanan satu tahun belum panjang tetapi juga bukan hal yang mudah, karena kita menjalankan di sela-sela pekerjaan utama kita sebagai pencari nafkah. Selama satu tahun tetap konsisten menyelenggarakan kelas adalah hal yang luar biasa, karena tidak ada satu pun yang dibayar. Terimakasih untuk semua pengurus Akademi Berbagi di mana pun berada, tetap semangat dan istiqomah menjalankan kelas demi kelas. Seperti yang saya selalu ungkapkan : Akademi Berbagi ini adalah virus. Virus kebaikan yang terus menyebar tanpa penting lagi siapa penggagasnya karena Akademi Berbagi milik semua.

Soal jumlah? Tidak masalah :)

SELAMAT ULANG TAHUN YANG PERTAMA, SEMOGA BISA MENJAGA KOMITMEN DAN KONSISTENSI DALAM MENJALANKAN KELAS DEMI KELAS. BERBAGI MEMANG BIKIN HAPPY!

Tinggalkan Balasan