Minggu lalu saya diundang menjadi salah satu pembicara di talkshow #prcorner. Materi yang dibahas tentang Story telling. Karena ini acara teman-teman dari Public Relation atau perhumasan, tentu saja yang dibahas story telling terkait dengan kehumasan.

Di sini saya membahas (lebih banyak) soal PR digital. Walaupun kalau bicara tentang dunia Public Relation (PR) atau kehumasan, saat ini tidak bisa tidak, harus bicara di ranah offline dan online. PR sekarang harus bisa bekerja dan memiliki kemampuan untuk media konvensional dan digital, karena komunikasi para stake holder ada di dua tempat tersebut.

 

Story telling adalah keniscayaan

Bukan lagi pilihan terutama di era digital. Kenapa? Setiap hari ada jutaan konten diproduksi di ranah online dan offline. Khusus di online, bukan lagi setiap hari, tetapi setiap menit, bahkan setiap detik. Dunia tanpa batas, membuat kita bisa mengakses semua informasi dari mana saja.

Kalau kita bicara konten, bukan melulu soal tulisan, tetapi bisa tulisan, foto/gambar/komik/infografis ataupun video/videografis dll. Konten yang diposting harus berebut perhatian, dan kalau bisa menjadi pusat perhatian target yang ingin kita sasar. Begitulah tugas PR. Menyampaikan pesan melalui informasi berupa konten untuk target audiens tertentu.

Lalu bagaiman memenangkan pertarungan di antara jutaan konten setiap harinya?

 

Cerita adalah marketing

Yang paling kuno dan paling berdampak hingga saat ini. Tidak percaya? Cek saja semua kitab suci agama apa pun.

Semua pesan agama dalam kitab disampaikan melalui cerita. Sehingga sangat menempel bahkan merasuk menjadi arahan hidup di dunia. Tidak sedikit yang kemudian tergerak untuk menjaga “cerita” agar abadi di dunia dengan tega membunuh sesama yang berbeda “cerita”. Dan itu sudah terjadi beratus-ratus tahun lamanya.

Kekuatan cerita tidak bisa dipungkiri mampu menggerakkan manusia. Bukankah untuk itu para Public Relation bekerja? Bagaimana pesan yang disampaikan bisa nempel, memengaruhi dalam pengambilan keputusan, syukur-syukur bisa menggerakkan orang untuk berdakwah atas pesan tersebut ke lingkungan sekitar.

 

Social media dan cerita

Plaform komunikasi massa di online bernama social media, mempunyai hubungan yang erat dengan cerita. Siapa yang punya cerita paling menarik, dialah yang memenangkan perhatian para onliners. Di social media semua setara, dari Presiden hingga tukang ojek. Semua bisa menciptakan headline dan breaking news. Tinggal kuat-kuatan meramu saja.

Biasanya, cerita yang memiliki kekuatan merebut perhatian tidak jauh-jauh dari soal:

Drama

yang mengharu biru. Jujur saja semua orang suka drama bukan? Walaupun kemasannya boleh berbeda-beda, tetapi yang menguras airmata selalu menyentuh hati dan mampu menggerakan.

Komedi

Ini juga memiliki daya tarik yang besar. Hampir semua dari kita suka tertawa (dan mentertawakan) walaupun mungkin sulit untuk tersenyum di kehidupan sehari-hari.

Kontroversial

Ini menjadi konten yang mampu merebut perhatian. Buktinya kalau ada kecelakaan, yang bikin macet bukan kecelakaannya tetapi orang yang menonton. Seperti kejadian baru-baru ini, ledakan di Sarinah yang konon ulah teroris, jadi ajang tontonan dan wisata untuk selfi.

Pornografi

Sayangnya, ini juga konten yang disukai sepanjang hayat di kandung badan. Bahkan prostitusi katanya adalah jenis bisnis tertua.

Mengajak kebaikan

Ini juga merupakan konten yang mampu menarik perhatian, karena setiap manusia ingin punya peran atas hidup orang lain, sadar atau tidak.

 

5 topik di atas bisa menjadi sebuah cerita yang memberikan dampak signifikan. Tinggal bagaimana kita mengemasnya menjadi kekuatan yang powerful sehingga menjadi trending topic dan dibicarakan di social media.

Model press release konvensional sudah tidak menarik lagi. Semua orang ingin bercerita dan diberi cerita. Press release yang bercerita akan lebih menarik perhatian jurnalis. Begitu juga foto atau gambar. Bukan sekedar visual dengan warna dan cahaya yang keren, tetapi gambar yang bercerita mempunyai pengaruh luar biasa. Makanya kenapa infografis sekarang begitu marak, karena data bukan lagi deretan angka yang membosankan tetapi menjadi cerita yang enak diikuti.

Video, tidak bisa dipungkiri, hampir semua berbentuk cerita, audio dan visual. Maka tidaklah heran, video adalah jenis konten yang memiliki daya pengaruh paling tinggi di online.

 

Public Relation dan PR-nya

Sebuah artikel dilansir di cnnindonesia.com 10 pekerjaan dengan tingkat stress paling tinggi salah satunya adalah Public Relation atau Humas.

Bisa dibayangkan, perkembangan social media membuat mereka harus bekerja selama 24 jam, karena “momen kritis” makin panjang. Krisis komunikasi bisa terjadi kapan saja, bahkan saat kita terlelap.

Dan, kreativitas harus terus diasah untuk melahirkan cerita yang selalu menarik, gak basi dan membosankan. Di satu sisi tetap harus menjaga citra perusahaan. Kreativitas dan kecermatan dibutuhkan untuk menggabungkan value perusahaan, yang sering kali jadi jargon membosankan, dengan kebutuhan cerita yang renyah, menarik dan kekinian di online.

PR (pekerjaan rumah)nya para PR (public relation) menjadi makin besar.

PR (Public Relation) dengan PR (Pekerjaan Rumah)-nya
penyerahan kenang-kenangan kepada para pembicara

 

PR (Public Relation) dengan PR (Pekerjaan Rumah)-nya
Bersama Ibu Prita dan Bapak Kemal Gani beserta para pembicara lainnya

 

Bagaimana melatih diri menjadi story teller yang mumpuni? Pertanyaan ini dilontarkan dalam sesi diskusi #prcorner.

Tidak lain dan hanya: berceritalah! Terus menerus. Dalam format apa pun: tulisan, gambar, atau video. kemampuan bercerita itu seperti naik sepeda, hanya bisa dilatih dengan melakukan.

Tinggalkan Balasan