Akhir-akhir ini sering membaca kata “hilirisasi” terutama di area pertambangan. Apakah hilirisasi itu? Aku coba mencari-cari di Google dan menemukan :
“Kewajiban mengolah hasil tambang di dalam negeri.”
atau
“Arah pertambangan yang bergerak ke hilir.”
Jadi, maksud hilirisasi pertambangan ini gimana ya?
Jadi pemerintah sudah menetapkan dengan Undang-Undang, bahwa hasil tambang harus diolah di dalam negeri, tidak lagi mengekspor bahan mentah. Walaupun bukan berarti menolak semua ekspor, tetapi meningkatkan nilai tambah hasil tambang dengan mengolah menjadi produk setengah jadi atau jadi untuk diekspor sekaligus memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sebuah terobosan kebijakan yang bagus dan sangat masuk akal, terutama untuk negara yang penghasilan terbesarnya sumber daya alam. Walaupun seharusnya dilakukan sejak dulu sih. Apalagi kita bakal mendapatkan bonus demografi, yaitu ledakan penduduk berusia produktif.
Indonesia salah satu negara yang akan menikmati mayoritas penduduknya adalah usia produktif, yakni di tahun 2020 – 2030 usia 15 – 65 tahun berjumlah 70% dari total penduduk. Bonus demografi ini harus disambut dengan berbagai kebijakan yang konsisten sehingga berdampak signifikan bagi perekonomian negeri.
Pemerintahan Jokowi sudah mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan program jangka panjang yang seyogyanya kita dukung.
Sebagai contoh, pembangunan infrastruktur dan hilirisasi tambang. Memang bukan perkara mudah untuk mengubah mindset pengusaha yang selama ini sudah enak-enak menikmati hasil ekspor dengan gampang.
Selain hilirisasi, pembangunan infrastuktur harus terus ditingkatkan. Ibaratnya, kita ingin menjadi negeri pengekspor produk jadi, tentu saja harus memiliki amunisi yang mumpuni. Apalagi pembangunan infrastruktur telah terlambat sekian lama. Mau tidak mau, harus ada percepatan dalam hal ini.
Dengan infrastruktur yang memadai, serta jumlah usia produktif mayoritas, sudah barang tentu daya beli masyarakat pun akan meningkat. Kita tidak bisa lagi menjadi pemerintahan emergency, membangun berdasarkan keperluan saat ini atau mendesak tanpa plan yang terintegrasi di segala bidang.
Indonesia harus mulai pembangunan jangka panjang. Selama ini kita hanya mengejar proyek jangka pendek yang langsung tampak hasilnya, sehingga banyak pembangunan infrastruktur penting terabaikan.
Kali ini mau tak mau harus “puasa” dulu karena pembangunan jangka panjang baru terasa dampaknya beberapa tahun ke depan. Walaupun hasilnya tidak bisa dirasakan langsung, tetapi dampak dari pembangunan infrastruktur yang langsung terasa adalah perluasan kesempatan kerja. Begitu juga mengenai hilirisasi. Di awal akan terasa, nilai ekspor menurun, beberapa produksi seperti terasa lamban. Tetapi kesempatan kerja justru meluas.
Kelak jika pemerintah konsisten, maka nilai tambah hasil tambang akan meningkatkan perekonomian dengan signifikan. Sehingga masyarakat Indonesia yang sejahtera bukan lagi sekadar impian.