Bulan puasa penuh berkah. Mungkin bagi sebagian orang hanya jargon rutin setahun sekali, atau ucapan untuk menyambut bulan Ramadhan. Tetapi buat saya yang abangan ini, bulan Ramadhan benar-benar banyak berkahnya.

Sebagai seorang ibu yang mempunyai anak belum genap 8 tahun, bulan puasa adalah tantangan tersendiri. Mengajak anak berpuasa sehari penuh, membangunkan sahur dan mengajak makan dengan menu yang ada di meja makan bukan perkara mudah. Sempat deg-degan menjelang bulan Ramadhan. “Kira-kira, saya bisa nggak ya mengajak putri saya berpuasa tanpa paksaan, dan dia melaksanakan dengan enjoy?” Karena di kepala saya, ibadah itu harusnya tanpa paksaan atau ancaman dosa dan neraka. Ibadah harus berhubungan langsung dengan dirinya sendiri. Tetapi mengajarkan itu kepada anak, gimana caranya?

Sahur pertama, Kika –putri saya- bangun dengan semangat karena ada saudara sepupunya yang menemani. Dan dia happy banget bisa sahur bareng ibu, pakde, bude, tante dan saudara sepupunya. Jarang kami bisa terkumpul dalam satu meja. Awal yang baik, dan tanpa tantangan yang berarti. Begitu pun ketika sholat subuh dan mengaji, dia mengerjakan sendiri tanpa disuruh.

Waktu Kakak sepupunya akhirnya pulang, karena liburan usai kekhawatiranku kembali muncul. Kalau tidak ada temannya, mau gak ya Kika dibangunkan sahur? Dengan sedikit upaya, Kika bisa bangun sahur, dan agak sedkiti dipaksa makan. Di hari-hari biasa Kika susah makan, apalagi makan dini hari gak ada menariknya. Tetapi dia tetap mau makan asal disuapi. Ya gak papa, itung-itung itu cara saya meluangkan waktu untuk dia. Karena di hari biasa saya disibukkan dengan mencari nafkah untuk kami berdua, sehingga Kika sering saya tinggal.

Taraweh pertama juga dilakukan Kika dengan baik. Dia menyelesaikan 23 rekaat tanpa berhenti. Sempat protes karena bacaan dia belum selesai tetapi sudah berganti gerakan lagi. Kata Kika, “ngebut banget sih, Bu”. Tadinya saya tidak berharap banyak Kika bisa menyelesaikan seluruh rekaat, mau ikut taraweh saja saya sudah bersyukur. Saya pun menyiapkan sajadah besar, siapa tahu dia ngantuk di tengah-tengah ibadah, maka dia bisa tidur di sajadah samping saya. Ternyata dia tidak tidur, bahkan tidak berhenti. Walaupun agak terkantuk-kantuk. Kita pun yang dewasa susah sekali bukan untuk mengerjakan tarawih 23 rekaat.

Suatu hari, saya kelelahan sekali sehingga habis buka ingin istirahat di rumah tidak taraweh di Masjid. Jarak dari rumah ke masjid cukup jauh. Biasanya kami menumpang mobil pakdenya atau naik taksi. Tiba-tiba Kika bilang : “Ibu, aku mau taraweh ke masjid, tetapi harus sama Ibu.” Akhirnya mau gak mau saya harus berangkat ke masjid. Masak anak saya yang berumur 7 tahun semangat ke masjid, ibunya tidak mendukung? Mungkin orang tua lain kesusahan mengajak anaknya ke masjid, tetapi saya bahkan yang diajak anak saya.

Selama di masjid, selain sholat Isya dan taraweh ada ceramah yang cukup panjang. Kika tetap duduk manis mendengarkan ceramah hingga usai tidak tergoda untuk ikut bermain dengan anak-anak lain yang rame di halaman masjid. Begitu pun ketika taraweh. Anak-anak berseliweran maen dan jalan-jalan keluar masjid, tetapi Kika tetap menjalankan rekaat demi rekaat sambil berhitung kapan selesainya, ha ha haa.

Buat saya itu berkah dan kemudahan luar biasa. Saya bukan orang tua yang religius dan berilmu agama tinggi dan saya juga bukan ibu yang pintar mengasuh anak. Kesibukan saya, seringkali tidak bisa mengajarkan banyak hal terutama tentang agama. Ramadhan memang melimpahkan rahmat untuk keluarga kecil saya. Dalam setiap doa saya, putri saya menjadi anak yang bertaqwa dan memberi  manfaat buat sesama. Saya tidak meminta dia kelak menjadi apa, bisa mandiri dan tidak merepotkan orang lain itu sudah cukup. Karena saya tahu, saya tidak bisa mendampingi selamanya.

Terimakasih Ramadhan, kehadiranmu memberikan banyak hal untuk saya. Karena Ramadhan juga memberi kesempatan kepada saya untuk berbagi. Saya tidak punya harta yang banyak, tetapi saya punya tenaga dan pikiran yang bisa membantu sesama. Kalau doa untuk putri saya adalah kelak dia menjadi manusia yang bermanfaat, begitu juga dengan saya sendiri. Saya ingin berarti hidup di dunia ini, saya ingin memberikan manfaat bagi sekitar walaupun kecil. Karena seperti kata almarhum Gus Dur : Manusia yang berhasil adalah manusia yang bermanfaat bagi sekitarnya.

10 Replies to “Ramadhan untuk Kika”

  1. Subhanallah…. :”)
    Om aja kalah ih soal tarawih sama Kika. Kika hebat. Tetep rajin ya, Nak, bikin senyum ibu terus … *mewek* *terharu abis*

    Aku juga punya keponakan, anak cowok kelas 4 SD. Sempet ragu kalo dia bisa njalani puasa, Mba. Ibunya juga khawatir, tapi ga mau maksain. Eh alhamdulillah diluar dugaan, dia sanggup jalanin puasa seharian penuh tahun lalu hanya dengan sekali batal (pas mudik).

    Tahun ini dia puasa lagi, aku sih ga mau janjiin reward apa-apa, karena mau biasain bahwa ini soal ibadah, bukan iming-iming hadiah. Tapi nanti aku mau ngasih sesuatu buat mengapresiasi usaha. :”)

Tinggalkan Balasan