Shaum = puasa
Sharing = berbagi

Prolog.

Seperti yang aku tuliskan di sini, Shaum Sharing adalah kegiatanku untuk mengajar sekaligus bersilaturrahim dengan relawan Akademi Berbagi  (Akber) di Sumatera (Lhokseumawe-Medan-Labuhan Batu-Palembang-Pekanbaru) sebagai bagian dari janjiku kepada mereka. Diusia Akber yang menginjak 5 tahun ini masih banyak relawan yang aku belum pernah bertemu langsung. Sumatera, salah satu pulau yang jarang aku kunjungi, untuk itu mumpung ramadan, bulan penuh berkah, aku pun memulai perjalanan keliling 5 kota tersebut. Awal ide ini tercetus, aku masih biasa saja dan merasa mampu menjalani kegiatan ini dengan baik. Toh dulu sering jalan keliling Indonesia dalam rangka tugas selama bulan puasa. Eh, tapi dulu itu, 12 tahun lalu. Ah, masih kuatlah. Sok muda sih ceritanya. Menjelang hari H, kecemasan mulai menghantaui. Beneran sanggup gak sih? Jangan sampai puasa batal nih. Apalagi sebelum keberangkatan, ternyata banyak pekerjaan yang menguras emosi, jiwa dan raga. Makin deg-degan nih. Sampai-sampai meminta doa dari para teman dan handai taulan, karena makin gak pede bisa kuat menjalaninya. Nasi sudah jadi bubur, jadwal sudah tersusun rapi, gak mungkin dibatalin, jadi……..Yuklah berangkat!

Bismillah.

di bandara Soekarno Hatta menunggu diberangkatkan
di bandara Soekarno Hatta menunggu diberangkatkan

 

Lhokseumawe

Ternyata “drama” sudah dimulai dari awal perjalanan. Pagi-pagi sudah siap menuju bandara, dapat kabar pesawat terkena delay lebih dari 3 jam. Yang itu berarti akan menggangu jadwal penerbangan berikutnya. Berdua dengan Budhita (Koordinator Relawan) kami memulai perjalanan dengan berlari-larian antar terminal satu ke terminal lain mencari pesawat pengganti yang bisa connect ke penerbangan berikut. Rute pertama kami, Jakarta – Medan, kemudian lanjut Medan – Khoseumawe. Celakanya, pesawat Medan – Lhoseumawe hanya ada 2 hari sekali. Mampos deh!. Ujian pertama datang. Mau marah? Marah sama siapa? lagipula ini puasa. Ternyata puasa membuatku lebih jernih berpikir untuk mencari jalan keluar. Dengan semangat 45, dalam keadaan puasa serta menjinjing koper, lari-lari mendatangi airlines satu demi satu di semua terminal demi mendapatkan tiket yang jam penerbangannya pas. Akhirnya dapatlah tiket pengganti, tapi……. dengan jam yang sangat mepet dengan penerbangan berikut. Sambil menunggu diterbangkan, sambil deg-degan, dan kami pun mentertawakan drama babak pertama.

Setelah menunggu cukup lama, dan sempat cemas gak dipanggil-panggil, jangan-jangan delay juga- akhirnya kami berjalan menuju ruang tunggu yang ternyata para penumpang sudah naik ke pesawat tanpa mendengar pengumuman. Untungnya kami pas masuknya! Oke perjalanan pertama terlewati dengan baik. Pesawat landing dengan mulus di bandara Kuala Namu Medan. Begitu boleh keluar, kami berdua kembali berlari-lari menuju terminal keberangkatan untuk check in penerbangan berikutnya menuju Lhokseumawe. Sambil ngos-ngosan (makin sadar soal umur), kami pun melakukan proses check in dan untungnya masih bisa mengejar pesawatnya. Sebelumnya sudah memikirkan skenario terburuk adalah, sampai Medan jika tidak mendapatkan pesawat, maka diputuskan naik bus ke Lhokseumawe demi menjaga semua jadwal tidak berantakan. Untungnya bisa dapat pesawat sesuai tiket semula. Alhamdulillah.

Selepas mendarat di bandara Lhokseumawe
Selepas mendarat di bandara Lhokseumawe
mendarat di Lhokseumawe langsung foto
mendarat di Lhokseumawe langsung foto

Mendarat di Lhokseumawe untuk pertama kalinya, dengan bandara yang mungil tapi runaway nya panjang dan bagus. Kayaknya pesawat segede Boeing 737 juga bisa masuk sih. Kalau pesawat kami yang kecil yaitu ATR – 72 kalo gak salah, dengan tempat duduk dua-dua di masing-masing sisi. Suhu udara entahlah, yang pasti panas gak kira-kira. Begitu keluar dari bandara, kami sudah dijemput para relawan Akber Lhokseumawe dan informasi pertama yang kami dapat : buka puasanya jam 7 malam. Dhuaarrr! Setelah lari-larian, deg-degan, dan panas ampun-ampunan ternyata bukanya lebih lama dari Jakarta. *Elap-elap keringet*.

Sepanjang perjalanan terlihat sawah, kebun, tambak ikan & udang serta bekas tambang minyak Exxon yang sudah tutup. Jalanan cukup sepi, mungkin karena puasa dan panas. Yakali jalan-jalan, nyari pening kepala. Sampailah di hotel tepat di pusat kota, di atas mall Harus Square, satu-satunya mall di Lhokseumawe. Jangan mbayangin kayak mall di Jakarta. Nama hotelnya Harun berada di lantai 3 Mall Harun Square. Di Lhokseumawe, menjelang buka hingga selesai taraweh mall tutup. Baru buka lagi sekitar setengah sepuluh malam. Alhasil eskalaor dimatikan dan kami naik tangga 3 lantai sambil nenteng koper. Dengkul rasanya lemas betul, nafas sudah pendek-pendek karena tenggorokan kering. Tapi kami tetap bertahan, toh buka puasa sebentar lagi.

usai talkshow di radio Suara Bujang Salim
usai talkshow di radio Suara Bujang Salim

Setelah menginap semalam, agenda kerja pun dimulai. Pagi diawali dengan talkshow di radio SBS (Suara Bujang Salim) yang dimiliki pemda, dengan penyiarnya seorang mantan pengurus masjid. Suara yang mendayu empuk bikin makin ngantuk. On Air di radio berlangsung selama satu jam, aku bersama Kepala Sekolah Akber Lhokseumawe, Bang Hanief, menceritakan apa itu Akber dan rencana kelas yang akan kami selenggarakan. Salah satu kegiatan Shaum Sharing adalah, aku mengajar kelas tentang Optimalisasi Komunikasi Online untuk umum. Harapannya, karena semua orang di mana pun sekarang sudah pegang HP, maka penting untuk tahu bagaimana menggunakannya dengan baik. Jangan sampai HP berdampak negatif tanpa tahu bahwa banyak manfaat yang bisa didapat.

Usai talkshow di Radio SBS, ternyata di luar sudah ditunggu sama reporter RRI Lhokseumawe. Kami gak on-air di radionya tapi interview di lobby hotel Harun. Sedikit berbagi cerita tentang Akber dan kegiatannya. Dalam proses interview, aku malah dapat masukan dan cerita tentang kondisi Lhokseumawe. Issue yang berhembus dan berbagai gossip tentang perda syariah menjadi pembahasan yang menarik. Intinya tidak semua yang kita dengar di luar adalah benar. Lhokseumawe tidak “semengerikan” yang dibayangkan. Di sana semua berjalan normal, hampir semua perempuan berkerudung dan tidak semua diwajibkan. Beberapa kali berjumpa perempuan tidak berkerudung, karena memang yang non-muslim tidak diwajibkan.

ruang kelas Shaum Sharing di aula kantor bupati Aceh Utara
ruang kelas Shaum Sharing di aula kantor bupati Aceh Utara

Sore kelas pun dimulai. Bertempat di Aula Bupati Aceh Utara (Dulu Lhokseumawe jadi satu dengan Kapubaten Aceh Utara, kemudian melepaskan diri menjadi Kotamdya Lhokseumawe. Tetapi beberapa kantor pemerintahan Aceh Utara masih berada di wilayah Lhokseumawe). Lokasi kelasnya berada di lantai 3. Lagi-lagi kami harus naik tangga dengan nenteng koper, karena sudah harus check out dari hotel. Ngos-ngosan lagi. Peserta kelas sebagian besar mahasiswa, ada beberapa mahasiswa Banda Aceh yang sedang liburan. Beberapa pegawai swasta maupun pegawai pemda. Ternyata mereka cukup up to date, karena semua hadirin memiliki social media account : Facebook, twitter dan Instagram. Dan aktif juga menjalankan account kota atau komunitas. Terbukti penetrasi social media ini luar biasa. Di ujung Indonesia, Kota Lhokseumawe pun sebagian besar penggunanya. Sayangnya kebanyakan memang masih digunakan untuk urusan personal. Semoga setelah kelas ini, mata mereka terbuka dan mau lebih memanfaatkan HP nya untuk menambah wawasan dan melakukan hal-hal positif seperti menyuarakan kepentingan kota Lhoseumawe supaya lebih maju.

Usai kelas, tim Shaum Sharing pose di depan kantor bupati
Usai kelas, tim Shaum Sharing pose di depan kantor bupati

Malam harinya, kami berbuka puasa di sebuah restoran pinggi pantai Ujung Blang. Restonya rame sekali, semua tempat sudah direservasi. Ternyata kebiasaan di sana, mereka seringkali berbuka puasa di restoran atau rumah makan bersama keluarga dan teman-teman. Sehingga semua restoran pasti rame, enak gak enak. Dan semua menunya hampir seragam yaitu: ayam goreng atau bakar. Jangan nyari ayam tangkap atau ayam lepas, menu-menu tradisional “hilang” selama puasa, karena mereka lebih memilih menu yang praktis untuk dimasak. Toh pasti laku juga.

meeting relawan Akber Lhoseumawe
meeting relawan Akber Lhoseumawe

Sambil berbuka puasa, kami ngobrol dan berdiskusi tentang Akber Lhokseumawe. Berbagai kendala dan bagaimana mencari jalan keluarnya. Sejujurnya, persoalan di semua kota hampir sama : sulit mencari guru, murid dan pinjaman tempat. Kalau mudah, untuk apa dibuat Akademi Berbagi bukan? Karena kegiatan ini masih dianggap “baru” dan mengajarkan pola pikir yang baru bahwa belajar bisa di mana saja, belajar itu penting buat siapa saja, bahwa menjadi guru itu tidak harus dibayar dan belajar bukan karena mengejar sertifikat atau ijazah tetapi ilmunya. Perkara mengubah pola pikir ini bukan perkara mudah dan jangka pendek. Butuh bertahun-tahun dan konsisten menjalankannya. Untuk itu ini menjadi tantangan bagi semua relawan. Walaupun persoalan hampir sama, tetapi setiap kota mempunyai cara penyelesaian yang berbeda, karena beda kultur beda cara pandang dan pengalaman. Aku menghargai setiap pilihan jalan penyelesaian karena relawan lokal yang tahu persis kondisi kotanya.

Senja di pantai Ujong Blang
Senja di pantai Ujong Blang

Berbicara tentang Lhokseumawe, aku tidak menaruh harapan muluk-muluk, kelas Akber nya bisa jalan saja sudah bagus. Mengingat kondisi wilayah dan orang-orangnya. Kebanyakan anak mudanya pergi merantau untuk menuntut ilmu dan bekerja, jarang yang kemudian kembali lagi. Makanya, aku sangat takjub dan terharu dengan semangat dan perjuangan para relawan Akber Lhokseumawe. Dengan tantangan yang begitu besar, di mana masyarakat masih sedikit yang mau belajar dan mengajar, mereka konsisten dan menjaga komitmen untuk terus menjalankan kegiatan berbagi. Semoga terus berjalan dan semakin berkembang. Senang banget akhirnya bisa sampai di Lhokseumawe, bertemu relawan dan teman-teman baru. Dari Lhokseumawe aku belajar, masak iya masih mau ngeluh tinggal di Jakarta yang banyak fasilitas serta kemudahan. Dan panas Jakarta gak ada apa-apanya dengan pans Lhokseumawe. Melihat tukang becak motor yang tetap bekerja di siang terik, dan puasa, jadi malu kalau mengeluh.

Malam itu pertemuan diakhiri di terminal bus yang akan membawa kami ke kota selanjutnya yaitu, Medan. Suara ayat-ayat suci berkumandang di segala penjuru, kota seribu masjid dan hampir semua sedang tarawih, meredakan panas malam itu dan mengingatkan untuk sejenak bersujud kepada yang punya hidup.

Lhokseumawe, 22 – 23 Juni 2015.

One Reply to “Shaum Sharing – Lhokseumawe”

  1. Siapa pun kita, dgn kapasitas yg ada bisa kok untuk jd lbh bermakna untuk org2 lain..TDK hrs menunggu JD penjbat baru bisa berbuat untuk masyarakat..kondisi, fasilitas yg minim bkn halangan..pertanyaanya MAU ga kt lebih bermanfaat untuk org?? Semangat mba ai.mksh byk sdh menjenguk km..cu

Tinggalkan Balasan