Beberapa hari yang lalu, akhirnya aku bertemu Mas Alexander Sriewijono, dari Daily Meaning. Sudah lama aku ingin bertemu beliau, walaupun kantor kami berdekatan tetapi karena kesibukan masing-masing jadwalnya gak pernah klop. Hingga akhirnya, kami pun bertemu hari ini. Dan ternyata malamnya kami bertemu lagi dalam acara yang sama ho..ho..ho..
Pertemuan pertamaku dengan mas Alex terasa seperti bertemu teman lama, sehingga aku merasa nyaman ngobrol berbagai hal dengan beliau. Pertemuan kami tidak lebih dari 2 jam tetapi maknanya sangat dalam dan aku belajar beberapa hal tentang kehidupan dan manusia.
Kami bertemu dalam rangka membicarakan kegiatan Akademi Berbagi, tetapi seperti biasa ngobrolnya mengalir ke berbagai topik. Diantara obrolan tersebut ada beberapa hal yang cukup mengena dihatiku dan bisa menjadi pelajaran penting, yaitu tentang mengendalikan diri dan di mana ruang kendali kita.
Seringkali kita punya keinginan untuk melakukan perubahan ini dan itu yang kelihatannya berdampak hebat, seakan segera terwujud tetapi kemudian hanya menjadi wacana belaka. Sesungguhnya apa yang terjadi? Dari ngobrol dengan mas Alex, beliau menceritakan bahwa perubahan yang ingin kita lakukan hanya bisa terjadi jika itu ada dalam kendali kita, di luar itu kita harus belajar untuk menerima syukur syukur bisa mengikhlaskan. Kita pasti mampu melakukan jika memang ada dalam koridor kendali diri. Tidak perlu hal besar, tetapi cukup yang sederhana yaitu sikap dan cara pandang kita.
Terkadang kita sudah tahu bahwa sebenarnya perubahan bisa dilakukan, tetapi atas nama “sudah terbiasa” kita tidak mau melakukannya. Kita malas untuk keluar dari kebiasaan kemudian mencoba mengubah yang di luar kendali kita. Yang terjadi adalah kegagalan dan kemudian mencari pihak lain untuk disalahkan.
Ada satu lagi cerita beliau yang sangat dalam maknanya. Beliau bercerita tentang keluarganya yang selalu mewajibkan makan malam bersama. Suatu hari salah satu anggota keluarganya seorang anak umur 6 tahun bilang dia tidak mau makan babi. Mas Alex saat itu ingin bicara kepada anak tersebut bahwa dia harus menghargai makanan yang sudah disajikan, kasihan yang sudah capek-capek memasak bahkan diluar sana masih banyak orang yang susah, jadi jangan pilih-pilih makanan. Tetapi mas Alex lebih memilih menahan diri untuk berkomentar atau menasihati dan mencoba mencari tahu alasannya. Karena tanpa memahami alasan dibalik penolakan itu, kita bisa salah memberikan nasehat. Seringkali anak-anak memang tidak terduga dan kita tidak boleh under estimate dengan mereka.
Setelah beberapa hari, si anak kemudian bercerita kenapa tidak mau makan babi karena makanan itu tidak sehat. Mas Alex menghargai pendapatnya dan mengijinkan untuk tidak makan babi dan disediakan makanan khusus untuknya tetapi beliau pun meminta sang anak juga menghargai pilihan anggota keluarga lain yang tetap makan babi.
Sebuah cerita sederhana yang memberi kedalaman makna. Mampukah kita mengendalikan diri untuk tidak berkomentar atau menyalahkan jika kita belum tahu persis alasan yang sesungguhnya. Dan mampukah kita menerima perbedaan diantara orang-orang terdekat kita? Sebuah pelajaran dari pertemuan dengan mas Alex hari itu. Terimakasih :)
Iya mbak, beberapa kali aku juga ngalamin, setelah menahan diri, beberapa hari kemudian baru tahu alasan sesungguhnya kenapa orang tsb melakukan sesuatu. Dan rasanya bersyukuuuur banget karena menahan diri.
Ah, skill ini harus terus dilatih nampaknya.
kuncinya mengendalikan diri Ka…dan itu pelajaran hidup yang sulit hehee…Good luck for you!
gampang sih nahan diri, soalnya saya bukan tipe penasaran. :P
sedikit ilmu yang sangat berharga Mbak Ai,… Dan seringkali memang kita sok-sokan ngasih saran, berkomentar atau memberi nasihat kepada seseorang tanpa kita tahu secara benar alasan mereka. Makasih ilmunya Mas Alex n sharingnya buat Mbak Ai :)