IMG_20140520_130212

Beberapa kali berbicara di depan anak-anak muda, pertanyaan yang sering muncul adalah “Kak, bagaimana menemukan passion atau saya ingin bekerja sesuai passion bagaimana caranya?” Bukan hanya mereka, saya pun dulu ikut tergila-gila dengan kata passion dan sempat mencari bagaimana menemukannya kemudian ingin beraktivitas sesuai passion. Saya gak cuma bertanya, tetapi juga baca buku, datang ke acara seminar atau talkshow hingga berdiskusi dengan orang-orang hebat. Lalu apakah saya menemukannya? Apakah saya berhasil bekerja sesuai passion?

Saya tidak punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Justru saya memikirkan hal lain. Semakin banyak anak muda yang menjadikan passion adalah mantra jitu untuk sukses. Adakah yang salah? Mari saya ceritakan sedikit tentang sebuah perjalanan hidup. Sebelum bicara passion, setiap manusia menempuh pendidikan untuk memperoleh kehidupan yang baik. Ketika pendidikan telah selesai dan orangtua tidak lagi berkewajiban untuk membiayai hidupnya, maka kewajiban akan berpindah sepenuhnya ke pundak si anak. Tugas utamanya adalah bekerja agar bisa mandiri, syukur-syukur bisa membantu orang lain. Sejenak, mari berhenti memikirkan passion tetapi pikirkan bagaimana mempunyai karya yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Sepanjang perjalanan berkarya, kita akan menemukan banyak pembelajaran. Proses jatuh, terbentur, konflik dan hal-hal mengecewakan akan menempa kita baik secara skill maupun kematangan berpikir. Hidup adalah proses dan rasa sakit adalah obat untuk bisa bangkit dan melompat lebih tinggi. Kita harus mengalami itu semua, karena ketrampilan hidup tidak diajarkan di sekolah.

Lalu bagaimana dengan mereka yang mengikuti passion dan sukses? Tentu saja mengikuti passion tidak salah, asal dikerjakan dengan dedikasi dan konsistensi. Ada orang-orang yang beruntung sejak kecil tahu apa passion-nya dan bergerak ke arah yang benar hingga punya karya yang hebat. Tetapi tidak sedikit mereka yang bahkan tidak tahu passion-nya apa. Kalau pun sudah tahu, kadang tidak tahu bagaimana menjalaninya. Poin saya adalah, tanggung jawab sebagai manusia itu yang utama. Memiliki karya yang bermanfaat adalah tujuannya. Apakah sesuai passion atau tidak, hal itu bisa dikesampingkan dulu.

Saya termasuk orang yang terlambat memahami passion. Butuh perjalanan panjang dan pengalaman jatuh bangun yang berulang. Pada awalnya saya bekerja apa saja yang penting bisa menghidupi diri sendiri. Sambil berjalan, saya terus belajar dan mengasah kemampuan. Ketika saya memutuskan bekerja, suka atau tidak saya harus bisa bekerja dengan penuh dedikasi. Karena bekerja bukan soal uang semata, tetapi itu masalah “dignity” yang harus saya jaga. Apa yang disebut passion baru saya sadari belakangan ini, setelah bekerja 17 tahun. Apakah saya menyesal? Tidak. Karena perjalanan selama 17 tahun memberikan banyak pembelajaran yang membuat saya matang cara berpikirnya serta mengasah skill.

Saat ini yang lebih memuaskan batin saya bukan berkarya sesuai passion, tetapi menjadi manusia mandiri dan bisa membantu sesama.

Jangan galau jika belum menemukan passion, dan jangan terpaku hanya untuk mengejar passion. Just do it and you will find a way. It’s not about money, It’is dignity.  

6 Replies to “Tentang sebuah “passion””

  1. “Sejenak, mari berhenti memikirkan passion tetapi pikirkan bagaimana mempunyai karya yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. ”

    IMHO, sepertinya ini yang lebih tepat untuk dijadikan mantra jitu menuju sukses. :)

  2. Akupun butuh proses, perjalanan dan banyak perjuangan sebelum akhirnya menemukan si sosok passion. Bener kata mbakyuku gak perlu menyesali keterlambatan itu karena proses tersebut bisa sangat bermanfaat untuk menunjang passion kita.
    #macakciyus

Tinggalkan Balasan