Beberapa minggu lalu twitter heboh dengan salah satu selebtwit (orang yang mempunyai follower besar dan berpengaruh di online) mengumumkan penutupan akun twitternya. Banyak fans yang marah-marah, sedih, dan menyesalkan penutupan akun tersebut, tetapi ada juga yang mentertawakan, nyinyir dan menjadikan bahan bercandaan. Seperti dugaan beberapa orang bahwa ,tutup akun tersebut tidak lama atau menganggap itu trik saja, tidak sampai 24 jam akun tersebut sudah aktif kembali.

Saya tidak akan membahas perseteruan yang membuat selebtwit tersebut memutuskan tutup akun, biarlah itu kalian baca dan kalian simpulkan sesuai cara pandang masing-masing. Kejadian tutup akun dan respon yang timbul di social media menyadarkan bahwa terjadi perubahan perilaku dan cara pandang manusia dengan adanya social media.  Ini era di mana – setuju tidak setuju- akun social media menjadi identitas personal. Social media menjadi “rumah” bagi pemilik akunnya. Sekarang orang mulai terbiasa ketika mencari seseorang dengan menggunakan social media. Ketika sang selebtwit menutup akun, teman-temannya di online merasa sangat kehilangan karena tidak bisa lagi mencari dan berkunjung ke rumahnya. Tali silaturrahim pun terputus. Apakah benar dia tidak bisa ditemui sama sekali? Di dunia offline sebenarnya masih bisa ditemui dan saya yakin dia masih beraktivitas dengan normal, tetapi mungkin hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melakukan kontak dengannya. Teman-teman di online seringkali berbeda dengan di offline walaupun sangat mungkin beririsan. Di dunia online, dia sudah punya lingkungan sendiri, punya teman, tetangga, musuh sendiri. Mereka ini hanya terhubung via social media, dan sehari-hari berinteraksi layaknya sosialisasi di offline.

Tidak bisa dipungkiri, anak muda sekarang mempunyai dua kehidupan di online dan offline yang saling beririsan dan keduanya sudah menjadi identitas yang melekat. Satu dengan yang lain tidak saling menggantikan, tetapi menjadi kesatuan yang utuh tentang identitas personalnya. Menutup akun seperti kehilangan separuh identitasnya, apalagi jika sudah memiliki fans dan follower banyak. Bukan hanya pertemanan tetapi sudah ada transaksi  bisnis juga di dalamnya. Salah satu yang menarik adalah twit seseorang yang menuliskan kekhawatiran nasib kontrak bisnisnya dengan sang selebtwit jika beneran menutup akun selamanya. Dampaknya sungguh serius bukan?

Jika dulu memiliki akun social media hanya untuk seru-seruan, sekarang menjadi bagian eksistensi diri. Generasi muda sekarang dan generasi anak-anak kita akan semakin terbiasa menyebutkan identitas diri dengan akun social media-nya dan memberikan alamat rumah dengan URL link- nya. Selamat datang di dunia maya yang tidak lagi maya. Sudah saatnya kita mulai serius mengelola akun social media yang kita miliki. Selamat hari Senin, berapa banyak akun social media mu?

6 Replies to “Tutup Akun”

Tinggalkan Balasan