15171160_10154288591624086_6526227627045028001_n

Ibuk ada waktu gak?”

Malam itu anakku melontar pertanyaan padaku, dan aku merasa pertanyaan itu sebagai pertanda. Dia akan bertanya begitu kalau merasa aku sudah terlalu sibuk dan jarang punya waktu untuknya. Aku pun terdiam dan menghentikan segala aktivitasku. Oke, saatnya aku instropeksi diri dan menata ulang jadwal.

Kenapa nak?” jawabku.

Besok pagi aku ingin diantar jemput sekolah sama Ibuk, terus pulangnya beli rok seragam sekolah“, pinta anakku. Aku pun langsung mengabulkan permintaannya. Telepon sana sini untuk mengatur ulang jadwal pekerjaan dengan segala tetek bengeknya demi memberikan waktu yang diminta anakku. Dan akhirnya berhasil juga. Sudah cukup lama aku tidak mengantar jemput sekolah. Malam itu, aku telpon sopir mobil sekolah dan memberitahu bahwa aku yang akan menggantikan tugasnya.

Pagi-pagi subuh, dimulai dengan mengantar anakku ke sekolah. Setiap Selasa dia harus sampai sekolah jam 5.30 untuk melakukan kegiatan lari khusus untuk anak MPK & OSIS. Karena ada tugas yang harus dicetak di Snappy, kami berangkat lebih pagi. Jam 4.30 sudah berjalan meninggalkan rumah. Tepat jam 5.25 aku melepas anakku ke sekolah dan melanjutkan beberapa urusan sebelum nanti saat menjemputnya pulang.

Sore hari, sebelum jam bubaran sekolah, aku sudah nangkring di kafe samping sekolah. Begitu waktu sekolah usai, anakku nampak berjalan menghampiriku. Kami pun naik bajaj menuju ke toko baju seperti yang diminta kemaren, membeli seragam sekolah. Setelah memilih beberapa baju dan selesai dibayar aku pun bertanya pengin kemana lagi. Sore itu sudah kudedikasikan waktuku untuknya. Anakku bilang ingin ke pasar Mayestik. Agak kaget juga, karena biasanya dia paling males ke pasar. Tanpa bertanya aku pun mengikuti kemauannya sambil penasaran ngapain ke pasar Mayestik.

Ternyata begitu sampai, dia langsung menuju toko buku dan alat tulis. Sambil menunggu anakku yang sudah tenggelam keasyikan melihat dan memilih stationery, aku duduk di bangku pojok sambil mengamati dari jauh. Ah anakku sama sepertiku dulu, bahagia banget ke toko stationery. Setelah puas melihat dan memilih, dia menghampiriku sambil membawa banyak alat tulis dan bertanya, “bolehkah aku beli ini semua?” Aku pun mengiyakan. “Kalau mahal gimana?” tanyamu. Aku bahkan sudah siap kalau minta dibeliin sesuatu yang lebih mahal dari alat tulis.

Aku menyerahkan dompetku dan meminta anakku membayar di kasir. Dia balik sambil kegirangan, “Buk, ternyata gak sampai seratus ribu! Ini lo yang bikin aku senang ke Mayestik, belanjanya gak mahal kayak di mall.” Wajahnya sumringah kegirangan. Setelah selesai belanja di pasar Mayestik, aku pun bertanya ingin kemana lagi. Mau makan enak dan mahal pun boleh.

Hari itu aku ingin membahagiakan dia. Walaupun mungkin juga menebus rasa bersalahku yang beberapa kali weekend sibuk bekerja keluar kota dan ke depan bakal banyak jadwal keluar kota lagi. Bukan hal yang bagus memang, rasa bersalah seorang ibu jadi impulsif menuruti semua permintaan anak. Tapi biarlah, untuk kali ini dan mungkin kali kali yang lain hahaa…Namanya juga ibuk. Aku hanya ingin melihat binar mata bahagianya.

Bukan makan enak dan mahal yang diminta, tetapi malah ngajak pulang. “Kita pulang aja Buk, istirahat berdua di rumah.” Ooh baiklah. Mari kita pulang. Dalam  perjalanan pulang, anakku sibuk bercerita. Sepertinya sudah lama dia tidak ngobrol dengan ibunya.

Ibuk, aku mau buat pengakuan. Sebenarnya aku pernah ke Mayestik dan Gandaria City (mall) bareng teman-temanku. Aku gak minta ijin sama Ibuk. Padahal kan aku gak boleh ke pasar dan mall gak sama Ibuk. Maaf ya Buk.”

Rasa haru sekaligus sedih pun menyeruak. Terharu karena anak mau bercerita dengan sukarela bahwa dia melanggar aturan yang sudah kami sepakati. Sedih karena selama ini merasa tahu persis apapun tingkah laku anak, ternyata banyak hal terlewatkan.

Nak, lain kali kamu harus bilang sama Ibuk. Bukan Ibuk mau melarang dan ibuk gak marah kog, tetapi kalau ada kejadian apa-apa nanti gimana? Itu kan merepotkan kita berdua, ya ibuk ya kamu. Terus kalau kamu butuh apa-apa, Ibuk kan bisa bantu kalau kamu ngabari. Lain kali pamit ya nak. Aku tahu kog kadang kamu pengin pergi bareng teman-teman juga

Anakku pun tersenyum, “Iya Buk, asyik deh jalan-jalan ke pasar dan mall sama teman-teman. Saking asyiknya aku lupa ngabari Ibuk. Jadi bukan karena aku niat mau bohongin Ibuk.”

Sore itu jalanan macet seperti biasa. Perjalanan pulang pun ditempuh dalam waktu yang lebih lama. Setelah ngobrol sana sini, anakku pun jatuh tertidur di pangkuan. Sepertinya dia capek banget tapi raut mukanya bahagia. Begitu pun diriku.

Meluangkan waktu, yang buat anakku sangat berarti karena tangki bahagianya adalah kebersamaan, akan selalu aku berikan. Walaupun bukan perkara mudah bagi orangtua tunggal sepertiku yang harus bekerja mencari nafkah dan mengurus rumah. Belum lagi kegiatan sosial yang aku jalankan. Aku harus bisa “akrobat” diantara. Tetapi waktu untuk anakku, adalah utama.

“Seringkali keinginannya sederhana, hanya dijemput sekolah dan ke toko buku bersama, anakku sudah cukup bahagia. Aku sebagai orangtua yang suka rumit mikirnya”

 

12 Replies to “Waktu yang kamu minta”

  1. Aku juga gini. Tiap anakku lagi sama aku dan rejekiku lagi cukup, dia minta apa aku beliin, malah kadang aku tawarin. Sebagai pelampiasan rasa bersalah juga karena gak hidup bersama. Gpp lah ya sekali-sekali :))

    1. sekali-kali yang akan terus berulang ya Tenit hahaaa…i feel youuuu. Ketika ada rejeki cukup rasanya pengin ngasih apa aja

  2. Aku setuju sama anakmu Mbak, mayestik itu surga buat belanja perlengkapan sekolah. Dulu waktu aku SD (kebetulan tak jauh dari mayestik) senang banget bisa ke sana sepulang sekolah. Alat sekolahnya beragam, lucu-lucu, dan di tahun itu masih zaman kertas file bergambar yang dikumpulkan tidak untuk dipakai menulis. Pulangnya kalau lapar, bisa makan mie yamin di lantai atas atau main game di lantai yang sama.

    Dan hari minggu, aku ke mayestik sama nenek untuk berbelanja. Senang baca tulisan ini. Semoga ibuku tidak sampai berkata seperti putrimu, karena aku merasa sedikit sekali waktuku di rumah.

  3. Mbak, mengharukan banget :’) Semoga mbak dan putri diberi kesehatan selalu dan rasa syukur dari kebahagiaan yang sepertinya sederhana padahal besar maknanya :)

  4. Baca ini hatiku jadi hangat. Kika anak baik ya, terus terang sama ibuknya. Semoga mbak Ai dan Kika rukun selalu dan bahagia. :D

  5. Kok aku nangis baca ini :(

    Aku paham sekali perjuanganmu, mbak. Termasuk perjuangan mengupayakan supaya tetap ada waktu bareng anak, di antara waktu mencari nafkah dan kegiatan kita yang lain. Gak selalu mudah memberikan itu karena keterbatasan sebagai pencaei nafkah tunggal ya mbak..

    *peluk* *aku juga butuh dipeluk* hahahha

Tinggalkan Balasan